Tafsir

Larangan Menyalahgunakan Wewenang dan Kekuasaan Perspektif Tafsir Al-Qur’an

Sel, 13 Februari 2024 | 20:00 WIB

Larangan Menyalahgunakan Wewenang dan Kekuasaan Perspektif Tafsir Al-Qur’an

Ilustrasi: kitab tafsir (via bitterwinter.org)

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokratis. Sebagai perwujudannya, Pemilihan Umum (Pemilu) dilaksanakan rutin lima tahun sekali untuk memilih wakil-wakil rakyat yang kompeten dan bertanggung jawab menjalankan amanat bangsa.

 

Pemilu dilaksanakan dengan prinsip mandiri, jujur, dan adil, termasuk bagi pejabat pemerintah. Untuk mewujudkannya, pejabat pemerintah dilarang menyalahgunakan kekuasaannya untuk memuluskan langkah paslon-paslon tertentu dalam pemilu.

 

Sebagaimana hal tersebut diatur oleh UU Pemilu Nomor 7 Th. 2007 pasal 283 ayat 1 yang berbunyi:
 

“Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.”

 

Larangan tersebut, berlaku bagi seluruh pejabat pemerintahan dengan tidak menunjukkan keberpihakannya kepada paslon-paslon tertentu. Yaitu dengan mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan. Baik kegiatan berupa pertemuan, ajakan, maupun seruan untuk memilih paslon tertentu. Sebab hal tersebut termasuk menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang dan mencederai prinsip demokrasi.

 

Sebagaimana ayat 2 pada pasal yang sama berbunyi:
 

“Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.

 

Larangan Menyalahgunakan Kekuasaan dalam Al-Qur’an

Dalam Islam, Al-Qur’an secara tegas melarang bagi siapapun untuk menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Berikut adalah di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan larangan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan.

 

Pertama, dalam Al-Qur’an Allah secara tegas melarang menyuap hakim untuk memperoleh keuntungan.

 

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 188:
 


‌وَلَا ‌تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

 

Artinya: “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”. (Qs. Al-Baqarah: 188).
 


Ayat di atas merupakan peringatan sekaligus ancaman untuk orang yang berbuat zalim kepada orang lain dengan memakan atau menguasai harta mereka dengan cara yang batil, seperti halnya membuat sumpah palsu, kesaksian palsu, membuat laporan palsu atau cara-cara batil lainnya.

 

Tidak hanya dengan sumpah dusta, larangan tersebut juga berlaku untuk cara-cara lain dalam mengambil hak-hak orang lain dengan batil. Termasuk di dalamnya dalam hal ini ialah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan bagi pejabat pemerintah dalam pelaksanaan pemilu pada pesta demokrasi.

 

Imam Al-Alusi berkata:
 


بالإثم أي بسبب ما يوجب إثما كشهادة الزور واليمين الفاجرة

 

Artinya, “Dengan melakukan dosa maksudnya ialah dengan sesuatu yang dapat menyebabkan dosa seperti kesaksian palsu, atau sumpah dusta”. (Imam Al-Alusy, Ruhul Ma’ani [Beirut, Daru Ihyai turats] juz II, halaman 70).
 


Kedua, Allah melarang melakukan pengkhianatan terhadap amanat yang telah diberikan. Termasuk dalam hal ini ialah amanat kekuasaan dan wewenang.

 

 Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 27:

 


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui”. (QS Al-Anfal: 27).
 


Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini secara tegas melarang untuk mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan amanat yang telah diberikan.
 

Amanat yang dimaksud ialah setiap pekerjaan yang dipercayakan oleh Allah swt kepada hamba-hamba-Nya, meliputi kewajiban maupun kebijaka. Termasuk di antaranya amanat diberikan kekuasaan.

 

Syekh Wahbah Az-Zuhaili berkata:
 


يا أيها المؤمنون المصدقون بالله ورسله وقرأنه, لا تخونوا الله بأن تعطلوا فرائضه أو تعتدوا حدوده ومحارمه, ولا تخونوا الرسول بأن لا تستنوا به ولا تأتمروا بما أمركم به أو لا تنتهوا عما نهاكم عنه, وتتبعوا أهواءكم وتقاليد أبائكم الموروثة, ولا تخونواأماناتكم التي تأتمنونها فيما بينكم, بأن لا تحفظوها, وذلك يشمل الودائع المادية والأسرار للأمة والخاصة بالأفراد

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah, Rasul dan Qur’an-Nya, janganlah kalian mengkhianati Allah dengan menyia-nyiakan kewajiban dari-Nya, atau melewati batas dan keharaman-Nya. Jangan kalian khianati utusan-Nya dengan tidak mengikuti sunahnya, tidak melaksanakan perintahnya, tidak menjauhi larangannya, dan mengikuti hawa nafsu, serta warisan nenek moyang kalian.

 

Jangan pula kalian khianati amanat yang telah diberikan kepada kalian dengan tidak menjaganya. Baik amanat yang bersifat titipan materi, rahasia-rahasia milik umat maupun individu”. (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, [Beirut: Darul Fikr], jilid V, halaman 313).


Prof Quraisy Shihab dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari amanat pada Al-Anfal ayat 27 di atas ialah titipan yang dipercayakan untuk dijaga sehingga orang yang menitipkan merasa aman dan suatu saat akan diambil dalam keadaan utuh. (Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, [Jakarta, Lentera Hati], vol 5, hal 423).
 


Dalam ayat lain, Allah tegas memerintahkan manusia untuk melaksanakan amanat dan berbuat adil. Allah berfirman:
 


إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ‌ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS An-Nisa: 58).

 


Kesimpulannya, menyelewengkan amanat yang telah diberikan dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan tidak diperkenankan dan dilarang dalam Islam. Bahkan Allah dengan tegas memerintahkan untuk melaksanakan amanat sebaik-baiknya. Wallahu ‘alam.

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni PP Khas Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly
Saidussidiqiyah Jakarta.