Tafsir

Tafsir Surat Al-'Ashr: Pentingnya Manajemen Waktu dalam Islam 

Rab, 10 Januari 2024 | 21:00 WIB

Tafsir Surat Al-'Ashr: Pentingnya Manajemen Waktu dalam Islam 

Manajemen waktu. (Foto: NU Online)

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab, Tafsir Marah Labib,  Jilid II, halaman 660, menerangkan bahwa surat Al-'Ashr adalah surat yang ke-103 dalam Al-Qur'an. Surat ini terdiri dari 3 ayat dan 86 huruf. surat ini termasuk ke dalam golongan surat Makkiyah.


Lebih lanjut, menurut Imam Nawawi dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa surat Al-'Ashr merupakan peringatan dari Allah kepada manusia tentang pentingnya waktu. Waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada manusia. Waktu adalah kesempatan yang berharga yang tidak boleh disia-siakan.


Pada ayat pertama dari surat Al-'Ashr dimulai dengan sumpah Allah dengan masa. Hal ini menunjukkan betapa waktu merupakan hal yang sangat berharga. Allah bersumpah dengan masa karena masa adalah hal yang sangat penting dan tidak dapat diulang. Setiap detik yang berlalu tidak akan pernah kembali.


Oleh karena itu, manusia harus menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Manusia harus mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat dan bernilai kebaikan. Manusia harus mengerjakan amal saleh, beriman kepada Allah, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.


Simak firman Allah dalam Q.S al-'Ashr [103]:


وَالْعَصْرِۙ [1], اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ [2] اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ [3]


Artinya: "Demi masa [1]. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian [2].  Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran. [3]"


Terkait tafsir ayat pertama [وَالْعَصْرِۙ], menurut Imam Nawawi dalam kitab Tafsir Marah Labib, halaman 660, para ulama memiliki beberapa pendapat tentang makna al-'Ashr dalam ayat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa waktu mengandung keajaiban.Di dalam waktu, terjadilah berbagai peristiwa, baik yang baik maupun yang buruk. Waktu juga merupakan tempat di mana manusia menjalani kehidupannya.


Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu sore. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa waktu sore mirip dengan kehancuran dunia dengan kematian. Setiap sore, matahari terbenam dan dunia menjadi gelap. Hal ini mengingatkan manusia bahwa kehidupan dunia ini akan berakhir dan mereka akan mati.


Pendapat ketiga mengatakan bahwa yang dimaksud adalah shalat Ashar. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa shalat Ashar memiliki banyak keutamaan. Shalat Ashar adalah salat wajib yang terakhir di waktu siang. Shalat ini juga merupakan shalat yang dilaksanakan di waktu sore.


Kemudian yang menjadi pertanyaan, pendapat mana yang benar? Sejatinya, pendapat-pendapat tersebut tidak saling bertentangan. Semuanya dapat diterima. Ayat ini bisa berarti bahwa Allah bersumpah dengan masa, waktu sore, atau shalat Ashar.


وَالْعَصْرِ (١) أي الدهر أقسم الله به لأنه مشتمل على الأعاجيب لأنه يحصل فيه السراء، والضراء، والصحة، والسقم، والغنى، والفقر، بل فيه ما هو أعجب من كل عجيب، أو هوالعشي أقسم تعالى بالعصر كما أقسم بالضحى، فإن كل عشية تشبه تخريب الدنيا بالموت وكل بكرة تشبه القيامة يخرجون من القبور وتصير الأموات أحياء، وقال الحسن: إنما أقسم الله بهذا الوقت تنبيها على أن الأسواق قد دنا وقت انتهائها، وقرب وقت انتهاء التجارة فيها، أو هو صلاة العصر أقسم الله بها لفضلها.


Artinya: "Artinya, waktu. Allah bersumpah dengan waktu karena waktu mengandung keajaiban. Di dalam waktu, terjadilah kebaikan dan keburukan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, bahkan ada yang lebih ajaib dari semua itu.


Atau, yang dimaksud adalah waktu sore. Allah bersumpah dengan waktu sore sebagaimana Allah bersumpah dengan waktu shubuh. Setiap waktu sore mirip dengan kehancuran dunia dengan kematian, dan setiap waktu pagi mirip dengan hari kiamat di mana orang-orang mati menjadi hidup.


Menurut al-Hasan, Allah bersumpah dengan waktu ini untuk mengingatkan bahwa waktu pasar telah mendekati habis dan waktu perdagangan di dalamnya akan segera berakhir. Atau, yang dimaksud adalah shalat Ashar. Allah bersumpah dengan shalat Ashar karena keutamaannya."


Di sisi lain, Makki bin Abi Thalib, dalam kitabnya Tafsir al Hidayah ila Bulughin Nihayah, jilid XII, (UEA: Jami'ah Asy Syariqah,  2006), halaman 8423  mengatakan bahwa surat al-'Ashr, surat ke-103 dalam Al-Qur'an, terdiri dari tiga ayat dan membahas tentang betapa meruginya umat manusia yang menyia-nyiakan waktu. Dalam ayat pertama, Allah bersumpah demi masa. Ada beberapa pendapat tentang arti al-'Ashr. Ibnu Abbas, Qatadah, dan Hasan berpendapat bahwa al-'Ashr adalah masa. Al-Farra' berpendapat bahwa al-'Ashr adalah waktu sore.


قوله تعالى: {والعصر * إِنَّ الإنسان لَفِى خُسْرٍ} ألى آخرها.
قال ابن عباس: العصر: الدهر. وقال قتادة: العمر ساعة من ساعات النهار، (يعني: العشي). وقاله الحسن. وقال الفراء: العَصْر [و] العَصَر: الدهر، وهو قسم


Artinya: "Firman Allah Ta'ala: [Demi masa, Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian]. Pendapat Ibnu Abbas: Al-'Ashr adalah masa. Sementara pendapat Qatadah: 'Al-Ashr adalah usia, yaitu suatu waktu dari waktu-waktu siang (yaitu waktu sore). Hal ini juga dikatakan oleh Hasan. Pendapat Al-Farra': Al-'Ashr dan Al-'Ashr adalah masa, dan merupakan bagian dari sumpah. "


Lebih lanjut, Menurut Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Jilid XV, halaman 588 bahwa para ulama sepakat mengartikan kata 'ashr pada ayat pertama surat in dengan waktu. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang waktu yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah waktu atau masa di mana langkah dan gerak tertampung di dalamnya. Ada lagi yang menentukan waktu, tertentu yakni waktu di mana shalat Ashar dapat dilaksanakan. Pendapat ketiga ialah waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammd saw. dalam pentas kehidupan ini.


Sementara untuk ayat kedua, (اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ), Syekh Nawawi al Bantani dalam kitab, Tafsir Marah Labib,  Jilid II, halaman 661 mengatakan, ayat ini menjelaskan bahwa manusia pada umumnya berada dalam kerugian. Manusia yang menghabiskan umurnya untuk mengejar kesenangan duniawi yang fana, maka mereka divonis sebagai orang yang merugi. Sebab, kesenangan duniawi memang bersifat menyenangkan, tetapi hanya bersifat sementara. Setelah kematian, kesenangan duniawi itu akan hilang dan tidak ada lagi.


Orang-orang yang tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh juga akan mengalami kerugian dalam berkurangnya amal setelah tua dan mati. Ketika usia semakin tua, kekuatan dan kemampuan manusia semakin berkurang. Akibatnya, mereka tidak lagi bisa melakukan amal sebanyak yang mereka lakukan ketika masih muda.


Dalam ayat ini, Allah menggunakan kata "خُسْرٍ" (kerugian), yang interpretasinya dapat berupa kerugian materi, kerugian moral, atau kerugian spiritual. Kerugian materi dapat berupa kehilangan harta benda, kehilangan pekerjaan, atau kehilangan kesempatan. Kerugian moral dapat berupa melakukan perbuatan dosa dan maksiat yang akan merugikan manusia di akhirat. Kerugian spiritual dapat berupa kehilangan petunjuk Allah dan tidak mencapai kebahagiaan sejati.


Interpretasi yang paling umum adalah bahwa kerugian tersebut mengacu pada kerugian spiritual. Manusia berada dalam kerugian jika mereka tidak memanfaatkan waktu dan energi mereka untuk mencari petunjuk Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya. Jika manusia melakukan hal tersebut, maka mereka akan mendapatkan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. 


Simak penjelasan Imam Nawawi berikut; 


إِنَّ الْإِنْسانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) أي لفي غبن في مساعيهم وصرف أعمارهم في مباغيهم أو في نقصان عمله بعد الهرم والموت


Artinya; "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian", yaitu kerugian dalam usaha mereka, karena mereka menghabiskan umur mereka untuk mengejar kesenangan duniawi, atau karena berkurangnya amal mereka setelah tua dan mati."


Lebih lanjut, Makki bin Abi Thalib, dalam kitabnya Tafsir al Hidayah ila Bulughin Nihayah, jilid XII, (UEA: Jami'ah Asy Syariqah,  2006), halaman 8423 mengatakan, Allah menyatakan dalam ayat kedua bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian. Kerugian ini bisa berupa kerugian duniawi, seperti kehilangan harta benda, jabatan, atau kerabat. Kerugian ini juga bisa berupa kerugian ukhrawi, seperti masuk neraka.


وقوله: {إِنَّ الإنسان لَفِى خُسْرٍ} جواب القسم. وقال أبو عبيدة: لفي هلكةٍ ونقصان. وقيل: الخسر: دخول النار، يعني به الكافر. والإنسان اسم للجنس، ولذلك وقع الاستثناء (منه، فقال):


Artinya: "Firman Allah SWT, "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian," adalah jawaban dari sumpah yang sebelumnya. Abu Ubaid menafsirkannya sebagai "dalam kerugian, kebinasaan, dan kekurangan." Ada juga yang menafsirkannya sebagai "masuk neraka," yang dimaksud adalah orang kafir. Manusia adalah nama jenis, oleh karena itu terjadi pengecualian darinya."


Profesor Quraish Shihab, dalam Al-Misbah, halaman 585 sampai 586 menyatakan waktu adalah modal utama manusia, apabila tidak diisi dengan kegiatan yang positif, maka akan berlalu begitu saja. Waktu tersebut akan hilang dan ketika keuntungan yang diperoleh, modal pun telah hilang. Untuk itu, waktu harus dimanfaatkan, jika tidak dimanfaatkan maka akan merugi, bahkan kalaupun diisi tetapi dengan yang negatif, maka manusia pun diliputi kerugian.    


Sementara itu, ayat ketiga, surat al-'Ashr [اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ], bahwa sebaliknya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh berada dalam perdagangan yang tidak akan rugi. Perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan akhirat, yaitu amal saleh yang dilakukan di dunia. Amal saleh yang dilakukan di dunia akan menghasilkan pahala yang kekal di akhirat.


Pahala akhirat adalah keuntungan yang sangat besar, karena tidak akan pernah hilang dan tidak akan pernah berkurang. Pahala akhirat juga akan menjadi sumber kebahagiaan yang abadi di akhirat.


Oleh karena itu, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh seharusnya merasa bersyukur atas keadaan mereka. Mereka telah mengganti kenikmatan duniawi yang fana dengan pahala akhirat yang kekal.


Lebih lanjut, ayat-ayat ini juga menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran. Mereka saling mendorong untuk melakukan segala sesuatu yang telah disyariatkan oleh agama. Mereka juga saling mendorong untuk sabar dalam menjalankan kewajiban Allah, menjauhi larangan-Nya, dan menghadapi kesulitan-kesulitan.


Semangat saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran ini sangat penting untuk dijaga, agar umat Islam dapat tetap berada di jalan yang benar dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Berikut keterangan Syekh Nawawi Banten;


إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ فإنهم في تجارة لن تبور حيث استبدلوا الباقيات الصالحات بالغاديات الرائحات، وَتَواصَوْا بِالْحَقِّ أي تحاثوا بكل ما حكم الشرع بصحته من علم وعمل وَتَواصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) أي تحاثوا بالصبر على أداء فرائض الله واجتناب معاصيه وعلى المرازي


Artinya: "[Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan], maka mereka berada dalam perdagangan yang tidak akan merugi, di mana mereka telah menukar barang-barang yang kekal dan baik dengan barang-barang yang berlalu pergi. [Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran], yaitu saling menasihati dalam segala hal yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai hal yang benar, baik berupa ilmu maupun amal. [Dan mereka saling menasihati dalam kesabaran], yaitu saling menasihati untuk sabar dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah, menjauhi kemaksiatan-Nya, dan dalam menghadapi cobaan-cobaan."


Sementara itu, dalam Tafsir al Hidayah ila Bulughin Nihayah, jilid XII, ayat ketiga, Allah menyebutkan satu-satunya pengecualian dari kerugian tersebut, yaitu orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran. 


Dengan demikian, umat Islam harus saling berpesan untuk tetap mengerjakan ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat kepada Allah. Selain itu, umat Islam juga harus saling berpesan untuk bersabar dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah. Kesabaran dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah ini penting karena akan membuat kita lebih mudah untuk tetap berada di jalan yang benar.


. أي: وأوصى بعضهم بعضاً (بلزوم العمل بطاعة الله واجتناب معاصي الله. (قال قتادة: " الحق) كتاب الله ".ثم قال تعالى: {وَتَوَاصَوْاْ بالصبر}. اي: وأوصى بعضهم بعضاً) بالصبر على العمل بطاع الله جل وعز.


Artinya: "Dan saling berpesanlah kamu untuk tetap mengerjakan ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat kepada Allah. (Qatadah berkata: "Hak" itu adalah kitab Allah [Al-Qur'an]." Kemudian Allah berfirman: "Dan saling berpesanlah kamu untuk bersabar." Artinya: Dan saling berpesanlah kamu untuk bersabar dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia."


Dengan demikian, ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan akan mendapatkan keuntungan yang tidak akan pernah merugi. Keuntungan tersebut adalah berupa pahala yang kekal di akhirat. Mereka mendapatkan pahala tersebut karena telah menukar yang tidak kekal di dunia, yaitu harta, kedudukan, dan kenikmatan duniawi, dengan yang kekal, yaitu iman, amal saleh, dan kebenaran.


Selain itu, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan juga saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran. Mereka saling menasihati untuk selalu berada di jalan yang benar, baik dalam ilmu maupun amal. Mereka juga saling menasihati untuk bersabar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat