Tasawuf/Akhlak

3 Kelompok Jahil yang Tak Perlu Digubris menurut al-Ghazali

Jum, 28 Januari 2022 | 19:30 WIB

3 Kelompok Jahil yang Tak Perlu Digubris menurut al-Ghazali

3 Kelompok Jahil yang Tak Perlu Digubris menurut al-Ghazali

Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan orang lain untuk saling berinteraksi satu sama lain. Di antara interaksi tersebut adalah tanya jawab dan diskusi. Mengenai hal ini, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad menyebutkan ada 4 (empat) kelompok yang terinfeksi penyakit jahil (orang bodoh) yang bisa dikaitkan dengan aktivitas tanya jawab atau diskusi.


Satu dari empat kelompok jahil tersebut bisa diajak bicara untuk menjawab pertanyaan atau menyampaikan ilmu. Adapun kepada tiga sisanya, lebih baik tidak perlu memberi respons apa pun pada setiap pertanyaan yang mereka ajukan, sebab menyampaikan ilmu atau diskusi dengan mereka hanya akan menghabiskan waktu dan energi yang bisa berujung pada debat kusir.
 


Pertama, orang jahil yang menyimpan dengki dan benci dalam hatinya. Menurut Imam al-Ghazali, ketika orang seperti ini mengajukan pertanyaan kemudian dijawab dengan baik dan benar, jawaban tersebut akan dianggap salah bahkan justru dengan jawaban itu akan menambah kebencian, kedengkian, dan permusuhan kepada orang yang menjawab pertanyaannya. Bagi orang yang hatinya sudah tertanam benci, benar dan salah akan dianggap sama: semuanya salah. Bahkan, kelompok ini bisa menjadi pihak yang mengadu domba antara ulama satu dengan ulama lainnya.


Kedua, orang jahil nan ngeyel. Dia punya setetes ilmu kemudian menyepelekan kapasitas keilmuan orang alim yang sudah menghabiskan waktunya untuk belajar dan mengaji dalam waktu yang cukup lama. Jika orang jahil semacam ini mengajukan pertanyaan, kiranya tidak perlu dijawab sebab sejak awal si jahil ini sudah membangun persepsi bahwa orang lain juga sama dengan dirinya sehingga tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Imam al-Ghazali menyebut kelompok ini dengan hamaqah (dungu).


Ketiga, jahil yang sulit diberikan penjelasan. Jawaban atau penjelasan apa pun tidak dapat diterima karena keterbatasan daya tangkap. Jahil jenis ketiga ini punya kesulitan dalam menangkap atau menerima ilmu yang disampaikan. Imam al-Ghazali menganjurkan untuk tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, “Kami, para nabi, diperintahkan untuk berbicara kepada manusia menurut kemampuan akal pikiran mereka.”
 


Keempat, jahil yang punya kemampuan menangkap ilmu dan hatinya pun bersih tidak terkontaminasi oleh hasut, dengki, amarah, mampu mengendalikan syahwat serta punya keinginan untuk menghilangkan kebodohannya. Menurut Imam al-Ghazali, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kelompok jahil ini harus dijawab sampai tuntas agar bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan.

 

Muhammad Aiz Luthfi, Redaktur NU Online