Tasawuf/Akhlak

Ini Dosa Sebar Berita Hoaks Kematian Seseorang

Ahad, 28 Agustus 2022 | 12:00 WIB

Ini Dosa Sebar Berita Hoaks Kematian Seseorang

Penyebaran hoaks atau berita bohong termasuk perbuatan tercela dalam Islam, termasuk menyebarkan kabar bohong kematian seseorang.

Pembaca yang budiman, seringkali kita menerima berita tentang kematian seseorang yang kemudian terkonfirmasi bahwa berita tersebut hanyalah hoaks belaka. Terlebih lagi di kalangan selebritis.


Acap kali beberapa dari mereka yang sudah jarang terlihat di layar kaca kemudian dikabarkan telah meninggal dunia padahal masih hidup oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai macam alasan. Di antaranya ialah alasan click bait, agar orang tertarik untuk menyimak berita tersebut.


Dari kalangan di luar selebritis, sering juga kita dapatkan pesan berantai mengabarkan tentang kematian seseorang yang kita kenal namun ujung-ujungnya ternyata hanya prank.


Dalam tinjauan hukum Islam, kita sama mengetahui bahwa hukum berbohong itu adalah haram. Begitu bahayanya kebohongan ini sampai-sampai Allah menyamakan mereka yang suka berbohong dengan orang yang tak beriman. Simak Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 105:


إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ


Artinya: “Sungguh yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”.


Tidak sebatas itu saja, bahkan Sahabat Umar bin Khattab ra pernah menyatakan bahwa orang yang suka share tanpa konfirmasi atau tabayyun pun bisa dikatakan sebagai pembohong:


بِحَسْبِ الْمَرْءِ مِنَ الْكَذِبِ أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ


Artinya: “Cukuplah seseorang itu termasuk dalam pendusta, ketika dia menceritakan semua (berita) yang dia dengar.”


Pernyataan Sahabat Umar di atas selayaknya kita jadikan sebagai peringatan agar kita tidak sembarangan share berita apapun terutama jika itu terkait kematian.


Sebagaimana kita ketahui, kematian adalah hak mutlak milik Allah swt dan tidak ada sesiapapun yang tahu kapan seseorang akan meninggal dunia, dan menjadi hak prerogatif Allah dalam memutuskan perihal kematian seseorang:


كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَكُنتُمْ أَمْوَٰتًا فَأَحْيَٰكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”


Ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 28 di atas tegas menyatakan bahwa hidup dan mati kita semata-mata tergantung pada keputusan Allah swt. Jika kita mengabarkan kematian seseorang padahal itu tidak sesuai dengan kenyataannya, atau menyebarkan berita tersebut tanpa tabayyun terlebih dahulu, dikhawatirkan kita akan masuk pada perangkap “mendahului takdir Allah” yang sangat dilarang:


أَتَىٰٓ أَمْرُ ٱللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ


Artinya: “Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan”.


Terlebih lagi, menyebarkan berita bohong tentang kematian seseorang tentunya akan sangat menyakitkan hati orang tersebut. Meskipun kemudian berita tersebut disusul dengan untaian doa agar tenang di alam kubur bagi yang bersangkutan, namun tetap saja hal tersebut menyakitkan.


Padahal kita sama-sama tahu bahwa kualitas keislaman seseorang akan dinilai baik jika muslim yang lain selamat dari ucapan lisan dan perbuatan tangannya. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes