Tasawuf/Akhlak AL-HIKAM

Ini Kekhawatiran Orang-orang Saleh Menurut Ibnu Athaillah

Sen, 25 September 2017 | 02:03 WIB

Kelompok khawash (hamba-hamba pilihan Allah) selalu waspada dalam menjaga diri. Mereka selalu berusaha menjauh dari larangan-larangan Allah lahir dan batin. Di samping itu, mereka juga memohon perlindungan Allah agar tidak terperosok dalam kubangan larangan-Nya.

Hal ini yang benar-benar diperhatikan oleh kalangan khawash sebagai disinggung oleh Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut ini.

والخاصة يطلبون من الله الستر عنها خشية سقوطهم من نظر الملك الحق

Artinya, “Kelompok khawas (hamba-hamba pilihan setingkat di atas kalangan awam) meminta Allah agar menjauhi mereka dari maksiat karena takut martabat mereka di mata Allah SWT.”

Mereka tidak peduli pada pandangan manusia. Mereka hanya memerhatikan pandangan Allah SWT. Mereka khawatir kehilangan harga diri di hadapan-Nya karena mereka yakin bahwa Allah mengetahui segala perilaku mereka baik di depan umum maupun di belakang publik sebagai tercantum pada ayat berikut ini.

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Artinya, “Dia (Allah) mengetahui pandangan mata khianat dan apa yang tersembunyi di dalam dada,” (Surat Ghafir ayat 19).

Berbeda dari kalangan awam yang selalu menjaga diri agar tidak kehilangan muka di hadapan manusia, kalangan khawash lebih tertarik pada pandangan Allah. Mereka tidak peduli pada pandangan umum. Bagi mereka, pandangan Allah itu segalanya. Mereka khawatir kehilangan harga diri di hadapan Allah.

Sifat kalangan awam sendiri sudah dibahas. Silakan baca artikel pada link ini:

Ini Wajah Kaum Awam di Muka Umum Menurut Ibnu Athaillah

والخاصة) لتحققهم بحقائق الإيمان برآء من الوصف الذميم لا يلتفتون الى الخلق مدحا ولا ذما ولا يتوقعون منهم نفعا ولا ضرا ولا يعتمدون عليهم ولا يسكنون اليهم وحالهم انما هو القناعة بنظر الله اليهم

Artinya, “Kelompok khawash (menuntut demikian) karena mereka menghayati hakikat keimanan di mana mereka terlepas dari sifat tercela. Mereka tak memandang pujian dan celaan manusia. Mereka juga tak mengharapkan datangnya manfaat dan pencegahan mudharat dari orang lain. Mereka tak bersandar dan bertopang kepada makhluk. Mereka menjadi seperti itu karena merasa cukup dengan pandangan Allah atas diri mereka,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Semarang, Maktabah Al-Munawwir, juz I, halaman 99).

Adapun kalangan khawashul khawash (hamba-hamba Allah di atas kelompok khawash) lebih memilih pasrah pada ketentuan Allah sebagai qudrah atau kuasa Ilahi. Mereka tidak berdoa agar Allah menutupi pandangan manusia dari maksiat dan kekurangan mereka. Mereka juga tidak meminta Allah menjauhi diri mereka dari maksiat itu sendiri. Bagi mereka, hidup itu mengalir saja mengikuti ke mana gerak kuasa Ilahi mengarahkan mereka tentu dengan menjaga adab di hadapan Allah sesuai tuntunan syariat Nabi Muhammad SAW.

وأما خاصة الخاصة فلا يطلبون شيئا ولا يخافون من شئ صارت الأشياء عندهم شيئاً واحداً واستغنوا بشهود واحد عن كل واحد فهم ينظرون ما يبرز من عنصر القدرة فيتلقونه بالقبول والرضي فإن كان طاعة شهدوا فيها المنة وإن كان معصية شهدوا فيها القهرية وتأدبوا مع الله فيها بالتوبة والانكسار قياماً بأدب شريعة النبي المختار صلى الله عليه وسلم وقد وردت أحاديث في المقامات الثلاثة تعليماً للامة فقد دعا عليه السلام بالستر على المساوى ومنها وهي العصمة والحفظ وطلب مقام الرضا والتسليم لأحكام الله القهرية كل ذلك منشور في كتب الأحاديث فلا نطيل به ثم إذا ستر الحق تعالى مساويك وذنوبك ثم توجه الناس إليك بالتعظيم والمجد والتكريم فاعرف منة الله عليك وانظر من الممدوح في الحقيقة هل أنت أو من ستر مساويك

Artinya, “Sedangkan kalangan khawashul khawash (hamba-hamba pilihan di atas kelompok khawash) tidak menuntut dan tidak takut pada apapun. Bagi mereka, semua itu sama saja. Tercukupi oleh pandangan Allah, mereka tidak perlu pandangan  lainnya. Mereka memandang unsur qudrah Allah yang tampak, lalu menerimanya dengan tulus dan ridha. Jika qudrah itu berupa ketaatan, mereka memandangnya sebagai karunia dari Allah. Jika qudrah itu berupa maksiat, mereka memandangnya sebagai kuasa Allah di mana mereka menjalani adab kepada-Nya dalam bentuk pertobatan dan kerendahan hati demi menjalankan syariat Nabi Muhammad SAW. Banyak hadits menyebutkan tiga maqam manusia sebagai pelajaran bagi umat Islam. Rasulullah SAW pernah berdoa agar Allah menutupi kesalahannya. Rasul juga pernah berdoa agar Allah menjauhinya dari maksiat; ini yang disebut maqam makshum dan mahfuzh. Tetapi Rasul juga meminta maqam ridha dan pasrah pada kuasa ketentuan-Nya. Semua itu sudah tersebar di kitab-kitab hadits. Kami tidak perlu mengulang penyebutannya. Jadi, ketika Allah menutupi kekurangan dan dosamu, dan manusia memandangmu dengan hormat, takzim, dan agung, maka sadarilah bahwa fenomena itu adalah karunia Allah dan perhatikanlah yang dipuji hakikatnya itu siapa; kamu atau Allah yang menutupi dosamu dari pandangan manusia?” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam, Beirut, Darul Fikr, juz II, halaman 194-195).

Dibandingkan kalangan khawash, jumlah kalangan khawashul khawash lebih sedikit. Sudah barang tentu jumlah kedua kalangan ini tidak lebih banyak dibandingkan kalangan awam yang lebih senang menyembunyikan dosa dan kekurangannya dari pandangan manusia. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)