Bahtsul Masail

Bolehkan Menjual Daging Kurban?

Sab, 4 Oktober 2014 | 22:04 WIB

Assalamu’alaikum warahamtullah wabarakatuh.

Pak Ustadz, saya mau bertanya: Sebagaimana yang sering terjadi dalam kepanitiaan kurban, menjelang siang hari waktu penyembelihan, mereka (panitia) menggunakan sebagian daging untuk dimasak dan dimakan bersama-sama, atau ada yang menjual sebagian daging kurban untuk membeli bumbu dalam rangka untuk makan siang panitia.

Pertanyaan saya bolehkah hal itu dilakukan?dan apa hukum memakan masakan panitia tersebut? Terima kasih. (Bagya, Jakarta Pusat)


Jawaban

Wa’alaikumsalam warahamatullah wabarakatuh.

Saudara penanya yang dimuliakan Allah SWT. Pada dasarnya ibadah kurban dianjurkan kepada orang yang mampu melaksanaknnya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan yakni para faqir dan orang-orang yang sengsara.

Hal ini sebagaimana disinyalir dalam firman Allah swt dalam surat al-Hajj ayat 28;

 فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Artinya: maka makanlah sebagaian darinya (hewan kurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang yang sengsara dan fakir.

Dari ayat ini kemudian para ulama terutama madzhab Syafi’iyah membuat rambu-rambu bahwa seorang yang berkurban (selain kurban nadzar) dianjurkan untuk memakan sebagian daging kurban yang telah disembelih sekedarnya saja, dan yang lain dibagikan kepada yang membutuhkan.

Disamping itu orang yang berkurban tidak diperkenankan untuk menjual daging maupun kulit hewan yang disembelihnya meskipun untuk biaya penyembelihan (ongkos tukang jagal dan sebagainya).

Bapak Bagya yang kami hormati. Mengingat panitia kurban yang dibentuk selama ini merupakan kepanjangan tangan dari pihak yang berkurban (wakil), maka hukum yang sama juga diberlakukan kepadanya, artinya daging kurban boleh dipergunakan untuk makan siang dan panitia tidak diperbolehkan menjual daging sembelihan meskipun hanya untuk membeli bumbu.

Oleh karena itu, guna menyiasati masalah seperti ini, banyak kepanitian yang membuat kebijakan untuk menerima hewan kurban disertai biaya yang dibebankan kepada orang yang berkurban mulai dari perawatan serta biaya-biaya operasinal lainnya. Hal ini guna menghindari terjadinya penjualan daging kurban serta pembagian daging yang lebih meluas.

Inisiatif seperti ini tentu dibenarkan dalam kacamata fiqih madzhab Syafi’i. Solusi yang lain adalah diantara panitia, selain ada yang menjadi wakil, disiapkan pula panitia yang menyediakan dirinya untuk menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima) daging kurban agar ia mempunyai keleluasaan untuk memanfaatkannya. Ia boleh memasaknya dan juga boleh menjualnya.

Alternatif berikutnya adalah dengan mengikuti madzhab Hanafi yang memperbolehkan penjualan daging kurban oleh pelakunya (orang yang berkurban) sesuai dengan manfaat yang diperlukan baik dalam penyelenggaraan penyembelihan maupun pembagiannya kepada masyarakat.

Rujukan yang kami gunakan adalah kitab Kifayatul-Ahyar karya Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini:

 وَاعْلَم أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا ...وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ

Artinya: “Dan ketahuilah bahwa fungsi hewan kurban adalah untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan menjualnya, tidak diperbolehkan pula menjual kulitnya dan juga tidak boleh menjadikan hasil penjualan untuk upah tukang jagal meskipun kurban sunnat (bukan kurban nadzar) dst… Menurut Abi Hanifah, menjual daging kurban dan menyedekahkan uang hasil penjualannya hukumnya boleh.”

Seperti telah disampaikan di atas, kami menyarankan, panitia kurban menyiapkan biaya khusus yang dibebankan kepada orang yang berkurban atau keluarganya untuk biaya perawatan serta biaya-biaya operasinal lainnya. Itu pun jika diperlukan biaya, agar tidak perlu menjual daging kurban. Wallahu a’lam.

Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. (Maftuhan)