Bahtsul Masail

Hukum Kesucian Air Berwarna dan Berbau

Selasa, 14 Januari 2025 | 08:45 WIB

Hukum Kesucian Air Berwarna dan Berbau

Air sumur berbau dan berwarna (freepik).

Assalamu'alaikum wr. wb. Saya mau bertanya mengenai air yang mutlak menyucikan. Saya tinggal di kos-kosan yang airnya berasal dari sumur. Air sumur ini dari asalnya memang sudah berbau, seringkali berubah dan berwarna saat dibiarkan selama dua hari.
 

Karena saya was-was, saya membeli alat penjernih air yang dipasang di atas keran. Saya juga menampung air yang sudah dijernihkan tersebut di bak yang berisi kurang dari 2 qullah karena pompa air sering kali mati.
 

Pertanyaan saya, apakah air tersebut masih bisa digunakan untuk bersuci atau menyucikan berbagai barang? Demikian pula apakah air yang ditampung pada bak tersebut masih bisa menyucikan?
 

Jawaban

Wa'alaikum salam wr wb. Penanya yang budiman, sebelumnya kami ucapkan banyak terimakasih atas kesediaan saudara berkenan bertanya kepada kami, NU Online. Semoga kita semua selalu dalam kesehatan dan limpahan rahmat-Nya. Amin. 
 

Penanya dan para pembaca, pada dasarnya air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh. Imam Abu Syuja' dalam kitabnya, Taqrib, menjelaskan: 
 

المياهُ التي يجوز التطهير بها سبعُ مِياه: ماءُ السماءِ وماء البحر وماءُ النهر وماء البئر، وماء العين، وماء الثلج، والبرد
 

Artinya, "Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam: air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata air, air salju dan air barad."
 

Imam Ibnu Qasim penulis Syarah Taqrib mengelompokkan dan menyederhanakan ketujuh air tersebut menjadi dua macam yaitu air yang turun dari langit dan bersumber dari bumi: 
 

ويجمع هذه السبعة قولك: ما نزل من السماء أو نبع من الأرض على أي صفة كان من أصل الخِلْقَة
 

Artinya, "Dan ucapanmu dapat mengumpulkan ketujuh macam air ini, yaitu: 'Apa saja yang turun dari langit atau bersumber dari bumi dalam sifat apapun sesuai dengan asal penciptaannya'.
 

Kemudian Syekh Ibrahim Al-Bajuri lebih mendetailkan menjelaskan maksud pernyataan Ibnu Qasim, "Dalam sifat apapun sesuai dengan asal penciptaannya", sebagaimana berikut:
 

قوله أي على صفة كانت أي حال كونه على أي صفة كانت من طعم ككونه حلواً أو ملحاً أو لون ككونه أبيض أو أسود أو أحمر أو ربح كأن يكون له رائحة طيبة. وقوله: من أصل الخلقة أي من أصل الوجود واحترز به عما يعرض له من تغيره بما اتصل به من مائع أو جامد على ما يأتي
 

Artinya, "Ungkapan Ibnu Qasim 'Dalam sifat apapun' maksudnya adalah dalam keadaan apapun sifatnya, baik dari segi rasa, seperti manis atau asin; atau dari segi warna, seperti putih, hitam, atau merah; atau dari segi aroma, seperti memiliki bau yang harum."
 

"Dan ungkapannya 'Dari asal penciptaan', maksudnya adalah dari asal keberadaannya. Dikecualikan apa yang mengalami perubahan karena bersentuhan dengan benda cair atau benda padat, sebagaimana akan dijelaskan nanti." (Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah:t.t], juz I, halaman 52).
 

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa mau bagaimanapun perubahan sifat-sifat air, baik warna, rasa atau baunya, jika memang terjadi secara asalnya atau alamiah, tidak sebab terkontaminasi dengan hal-hal lain semisal limbah dan semisalnya, maka hukumnya tetap suci- menyucikan. 
 

Dengan demikian apa yang dialami dan ditanyakan saudara penanya tentang perubahan warna dan bau pada air sumur secara asalnya tidak mempengaruhi hukum air tersebut. Artinya airnya tetap suci-menyucikan meskipun berwarna dan berbau. 
 

Pemasangan alat penjernih air adalah langkah yang tepat demi kenyamanan pengguna. Sebab meskipun airnya suci-menyucikan, akan tetapi akan lebih nyaman bila tidak berbau dan berwarna. 
 

Terkait dengan tampungan air yang kurang dari dua qullah– kurang lebih 270 literdapat digunakan untuk bersuci selama tidak terkena najis, meskipun airnya tidak berubah dan tidak terjadi perubahan yang banyak hingga menghilangkan kemutlakan air. Idealnya tampungan air itu lebih dari dua qullah sehingga aman dari hal-hal tersebut. 
 

Demikian yang dapat kami jelaskan semoga dapat dimengerti dan dipahami dengan baik. Wallahu a'lam. 
 

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo