Bahtsul Masail

Hukum Transaksi dengan Bitcoin

Jum, 16 Februari 2018 | 04:01 WIB

Hukum Transaksi dengan Bitcoin

Bitcoin masih belum mendapatkan regulasi dari pemerintah sehingga sebagai alat transaksi ia berisiko tinggi dari segi keamanannya.

Assalaamu ’alaikum wr wb.
Semoga Allah memberikan rahmat kepada kita semua, amin. Ustadz, pada saat ini sedang fenomenal mata uang digital (Cryptocurreny), seperti Bitcoin, Ripple, Litcoin dan lain lain. Sebagian ada yang sepakat menyebutnya sebagai mata uang, ada juga yang berpendapat lain yaitu aset digital. Saya sebagai masyarakat sangat bingung dengan kontroversi dari kutipan para ulama di antaranya ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang (Haram).

Di awal tahun 2018 kemarin pergerakan nilai mata uang digital tersebut sangat naik siginifikan sehingga membuat saya tertarik untuk membeli beberapa koin yang nilainya masih rendah dengan harapan investasi dan pertimbangan hukum ada ulama yang membolehkan. Sedangkan sekarang banyak sekali fatwa ulama yang melarang dan mengharamkan karena dampak bahayanya. Hal itu dengan lapang saya terima dan pahami seiring rasa takut akan terjerumus pada perbuatan yang haram (dosa).

Pertanyaannya adalah apa yang harus saya lakukan? Bagaimana langkah saya untuk memperbaikinya? Saya berniat untuk menjual kembali semua koin yang sudah dibeli dengan tujuan takut dosa kalo sudah banyak fatwa ulama yang berfatwa haram. Apakah uang hasil penjualan koin tersebut akan haram? Bagaimana cara membersihkan uang saya dari unsur haram? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalaamu ’alaikum wr wb. (Muhammad Irfan Z)

Jawaban
Alaikum salam wr wb.
Saudara penanya yang budiman, semoga Allah SWT senantiasa merahmati kita semua dan membimbing di jalan-Nya. Terkait dengan mata uang virtual seperti bitcoin dan sejenisnya, berdasarkan Hasil Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur tanggal 10-11 Februari 2018 di Tuban, bitcoin dikelompokkan sebagai “harta virtual” sehingga boleh dijadikan sebagai alat transaksi dan dapat dijadikan sebagai investasi. Dengan demikian berlaku wajib zakat dengannya.

 

واختلف المتأخرون فى الورقة المعروفة بالنوط فعند الشيخ سالم بن سمير والحبيب عبد الله بن سميط أنها من قبيل الديون نظرا إلى ما تضمنته الورقة المذكورة من النقود المتعامل بها وعند الشيخ محمد الأنبابى والحبيب عبد الله بن أبى بكر أنها كالفلوس المضروبة والتعامل بها صحيح عند الكل وتجب زكاة ما تضمنته الأوراق من النقود عند الأولين زكاة عين وتجب زكاة التجارة عند الآخرين فى أعيانها إذا قصد بها التجارة


Artinya, “Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum uang elektronik. Menurut Syekh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith, uang elektronik adalah serupa dengan duyun (hutang-piutang), dengan mencermati isi kandungannya berupa nuqud yang bisa digunakan untuk muamalah. Menurut Syekh Muhammad Al-Unbaby dan Habib Abdullah bin Abu bakar, ia serupa dengan fulus yang dicetak sehingga hukum bermuamalah dengannya adalah sah secara total. (Dengan demikian) wajib membayar zakat dengan harta yang tersimpan di dalam kartu tersebut-menurut ulama-ulama yang disebut pertama-dengan zakat ‘ain, dan wajib membayar zakat tijarah-menurut ulama yang disebut terakhir-sebab kondisinya ketika dipakai untuk perdagangan,” (Lihat At-Tarmasy, [Al-Mathba’ah Al-‘Amirah As-Syarafiyyah bi Mishra Al-Mahmiyyah; juz IV], halaman 29-30).

Namun, karena saat ini bitcoin masih belum mendapatkan regulasi dari pemerintah sehingga kondisinya sebagai alat transaksi masuk kategori rawan dengan risiko tinggi dari segi keamanannya, maka diperlukan kearifan bagi orang yang berkecimpung dan bermuamalah dengannya.

Ketiadaan regulasi dari pemerintah tidak menghalangi sahnya bermuamalah dengannya selagi tidak ada catatan yang dilarang oleh syara’. Apabila di kemudian hari ada indikasi bahwa bermuamalah dengan harta virtual semacam ini ditetapkan sebagai yang dilarang oleh imam (pemerintah) karena pertimbangan faktor adanya kejahatan atau mafsadah yang besar, maka kita wajib mematuhi perintah dari pemerintah.

 

 

 

يجب امتثال أمر الإمام في كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر، فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه في مصارفه


Artinya, “Wajib hukumnya mematuhi perintah pemimpin di dalam segala hal yang menjadi wilayah kuasanya, seperti membayar zakat mal zhahir. Namun, untuk hal yang di luar kewenangan kekuasaan pemerintah, seperti melaksanakan hak-hak wajib atau sunah, maka boleh ia melaksanakannya dan bebas untuk bertasharruf di dalam kepentingannya,” [Lihat Abdurrahman, [Bughyatul Mustarsyidin: Darul Fikr], halaman 91).

Demikian jawaban singkat kami, semoga bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Wallahul muwaffiq ila aqwami thariq
Wassalamu alaikum wr wb.



(Muhammad Syamsudin)