Bahtsul Masail

Kajian Lengkap Kriteria Miskin bagi Pekerja dalam Bab Zakat

Sel, 23 April 2024 | 07:00 WIB

Kajian Lengkap Kriteria Miskin bagi Pekerja dalam Bab Zakat

Kriteria Miskin bagi Pekerja dalam Bab Zakat

Dalam mendistribusikan zakat mal dan zakat fitrah, sangat penting bagi muzakki, amil maupun panitia zakat untuk memahami kriteria masing-masing dari delapan golongan yang berhak menerima zakat. Demikian ini agar zakat benar-benar tersampaikan kepada orang-orang yang berhak menerima sesuai dengan tuntunan syariat Islam. 
 

Salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat adalah orang miskin, yaitu orang yang hanya dapat memenuhi setengah atau lebih dari kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya, namun tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhan pokoknya.
 

2 Standar Miskin dalam Bab Zakat Perspektif Mazhab Syafi'i

Dalam fiqih Syafi’i, status miskin dan kaya seseorang ditentukan melalui dua sudut pandang. Pertama, melalui harta kekayaan. Jika seseorang memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan orang-orang wajib dinafkahinya, maka ia tergolong orang kaya; dan jika hartanya tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut, maka ia tergolong orang miskin. 
 

Kedua, melalui pekerjaan. Jika seseorang memiliki pekerjaan tetap yang hasilnya dapat mencukupi kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya, maka ia tergolong orang yang kaya; dan jika hasil dari pekerjaannya belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut, maka ia tergolong orang miskin. 
 

Dua sudut pandang ini juga dapat dihitung menjadi satu, yaitu manakala ada orang yang memiliki harta sekaligus memiliki pekerjaan tetap. Jika harta yang dimiliki ditambah hasil pekerjaannya dapat mencukupi kebutuhan pokoknya dan keluarga yang wajib dinafkahinya, maka ia tergolong orang kaya; dan jika belum dapat mencukupinya, maka ia tergolong orang miskin. 
 

4 Macam Profesi Orang Perspektif Imam Al-Mawardi dan Kaitannya dengan Zakat

Secara rinci, Al-Mawardi menjelaskan bahwa dilihat dari sisi kegiatan ekonomi, profesi manusia ada empat macam: pekerja, pedagang, pemilik harta benda, dan pemilik ternak:

  1. Pekerja seperti petani, pelaut, tukang kayu, dan tukang bangunan.
    Jika mereka mendapat penghasilan yang selalu mencukupi kebutuhan pokoknya dan orang-orang wajib dinafkahinya, maka haram baginya untuk menerima zakat, meskipun tidak mempunyai satu dinar maupun satu dirham (tidak punya uang); dan jika ia tidak selalu mendapatkan penghasilan yang cukup, maka ia boleh menerima zakat untuk memenuhi kekurangan dari penghasilannya. 
     
  2. Pedagang.
    Mereka mencari keuntungan dari harta dagangannya. Jika biasanya keuntungan dagang dapat mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya, maka ia termasuk orang kaya yang haram menerima zakat, meskipun dagangannya tidak ada satu nishab zakat; dan jika keuntungannya tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya, maka ia tergolong orang miskin meskipun nilai dagangannya mencapai lebih dari satu nishab. Ia dapat mengambil zakat untuk dijadikan tambahan modal dagangannya. 
     
  3. dan 4, yaitu pemilik harta dan hewan ternak.
    Jika hasil dari harta dan ternaknya dapat mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang wajib dinafkahinya, maka haram baginya menerima zakat; dan jika hasilnya tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya, maka ia boleh mengambil zakat untuk dibelikan pekarangan dan ternak agar dapat mencukupi kebutuhannya. (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1994], juz VIII, halaman 520).


Bagi pekerja, ada beberapa kriteria dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi penerima zakat atas nama fakir miskin. Berikut penjelasannya:
 

Standar Kebutuhan Pokok yang Harus Tercukupi

Kebutuhan pokok yang harus tercukupi adalah kebutuhan pribadi dan juga kebutuhan orang-orang yang wajib dinafkahi, seperti istri, anak-anak yang belum baligh, anak yang sudah baligh namun masih menuntut ilmu, dan juga kedua orang tua yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka. 
 

Sedangkan cakupan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal serta kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang dianggap perlu sesuai dengan keadaannya, tidak boros dan tidak terlalu irit, seperti obat-obatan yang menjadi kebutuhan pokoknya beserta keluarga sampai usia umumnya orang ('umrul ghalib) yaitu 60-62 tahun menurut mayoritas ulama. 
 

Standar 'Umrul Ghalib (Umur Umumnya Manusia) dan Aplikasinya dalam Bab Zakat

Contoh orang berusia 40 tahun, memiliki istri berusia 30 tahun, satu anak 10 tahun dan satu orang tua berusia 55 tahun.
 

Jika kita menggunakan standar 'umrul ghalib 60 tahun, ia dapat menerima zakat atas nama sebagai orang miskin jika memang tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya selama 20 tahun, istrinya selama 30 tahun, anaknya sampai baligh dan sudah tidak menuntut ilmu, dan kebutuhan orang tuanya selama 5 tahun. 
 

Dalam kitab Al-Ghurarul Bahiyah Syarhu Nazhmil Bahjatil Wardiyah, Syekh Zakariya Al-Anshari menjelaskan: 
 

وَالْمُعْتَبَرُ فِيمَا يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ حَاجَتِهِ الْمَطْعَمُ وَالْمَلْبَسُ وَالْمَسْكَنُ وَسَائِرُ مَا لَا بُدَّ مِنْهُ عَلَى مَا يَلِيقُ بِالْحَالِ مِنْ غَيْرِ إسْرَافٍ وَلَا تَقْتِيرٍ لِلشَّخْصِ وَلِمَنْ هُوَ فِي نَفَقَتِهِ وَالْعِبْرَةُ عِنْدَ الْجُمْهُورِ فِي عَدَمِ كِفَايَتِهِ بِالْعُمْرِ الْغَالِبِ 
 

Artinya, “Yang diperhitungkan dalam kebutuhan orang adalah makanan, sandang, papan, dan segala sesuatu yang diperlukan, sesuai dengan keadaannya, tanpa berlebih-lebihan atau terlalu berhemat untuk seseorang beserta orang-orang yang dalam tanggungan nafkahnya. Yang dipertimbangkan menurut mayoritas ulama adalah kekurangannya sampai usia sebagian besar orang.”
 

قَالَ ابْنُ الصَّبَّاغِ وَالْمَحَامِلِيُّ وَغَيْرُهُمَا فِي بَابِ كَفَّارَةِ الْيَمِينِ كُلُّ مَنْ لَا يَمْلِكُ كِفَايَتَهُ وَكِفَايَةَ مَنْ تَلْزَمُهُ كِفَايَتُهُ عَلَى الدَّوَامِ تَحِلُّ لَهُ الصَّدَقَةُ وَالْكَفَّارَةُ بِاسْمِ الْفَقْرِ وَقَالَ الْفُورَانِيُّ وَغَيْرُهُ: هُنَا كُلٌّ مِنْ الْفَقِيرِ وَالْمِسْكِينِ يَسْتَحِقُّ الصَّدَقَةَ بِالْحَاجَةِ وَشَرْطُهُ عِنْدَنَا أَنْ لَا يَفِيَ دَخْلُهُ بِخَرْجِهِ عَلَى الدَّوَامِ
 

Artinya, “Ibnus Shabagh, Al-Mahamili dan ulama lainnya berpendapat dalam bab kafaratul yamin, bahwa setiap orang yang tidak memiliki harta yang mencukupi untuknya dan orang-orang dalam tanggungan nafkahnya untuk seterusnya, ia boleh menerima zakat dan kafarah atas nama fakir. Al-Furani dan lainnya pendapat, di sini masing-masing orang fakir dan miskin berhak menerima zakat karena membutuhkan, dengan syarat pemasukannya tidak memenuhi pengeluarannya untuk seterusnya.” (Zakariya Al-Anshari, Al-Ghurarul Bahiyah fi Syarhil Bahjatil Wardiyah, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah] juz IV, halaman 71).
 

Standar Pekerjaan yang Menghalangi Penerimaan Zakat

Standar pekerjaan yang dapat membuat seseorang tidak boleh menerima zakat atas nama miskin ada tiga:

  1. pekerjaan layak,
  2. pekerjaan halal, dan
  3. pekerjaan yang dapat mecukupi kebutuhan.
     

Artinya, jika seseorang memiliki pekerjaan, namun pekerjaan itu tidak layak, tidak halal, atau tidak mencukupi, maka pekerjaan itu tidak dianggap cukup dan ia masih berhak menerima zakat.
 

Al-Bujairimi dalam Tuhfatul Habib menjelaskan:
 

قَوْلُهُ (مَنْ لَا مَالَ لَهُ) أَيْ عِنْدَهُ وَلَا كَسْبَ بِأَنْ لَا يَكُوْنَ لَهُ مَالٌ وَلَا كَسْبٌ أَصْلًا أَوْ كَانَ لَهُ كَسْبٌ لَا يَلِيْقُ أَوْ كَانَ لَهُ مَالٌ أَوْ كَسْبٌ يَلِيْقُ لَكِنْ لَا يَقَعَانِ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ فَكَلَامُهُ شَامِلٌ لِثَلَاثِ صُوَرٍ 
 

Artinya, “Ungkapan: "(Barangsiapa yang tidak mempunyai harta) dan tidak mempunyai pekerjaan", artinya ia tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali, atau ia mempunyai pekerjaan yang tidak pantas, atau ia mempunyai harta atau pekerjaan yang pantas, namun keduanya tidak dapat mencukupi kebutuhannya, maka ungkapan di atas mencakup tiga bentuk.” (Sulaiman Al-Bujairimi, Bujairimi ‘alal Khatib/Tuhfatul Habib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1996], juz III, halaman 79).
 

Sedangkan yang dikehendaki dengan pekerjaan yang mencukupi adalah pekerjaan dengan penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan seseorang dan orang-orang dalam tanggungan nafkahnya sampai 'umrul ghalib. Dengan demikian seseorang yang memiliki pekerjaan tidak tetap dengan hasil yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya sampai 'umrul ghalib, serta tidak ada pekerjaan lain yang dapat dilakukannya, maka ia masih tergolong orang miskin. 
 

Dalam Al-Fatawal Kubra, Ibnu Hajar menjelaskan:
 

وَمَنْ يَكْتَسِبُ وَقْتَ تَصْفِيَةِ الْحُبُوبِ دُونَ ما بَعْدَهَا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ صَنْعَةٌ أُخْرَى تَكْفِيه يَأْخُذْ مَا يَحْتَاجُهُ لِلْعُمْرِ الْغَالِبِ بِخِلَافِ مَا إذَا كَانَ لَهُ صَنْعَةٌ أُخْرَى تَكْفِيه فَإِنَّهُ لَا يُعْطَى شَيْئًا بِاسْمِ الْفَقْرِ أو الْمَسْكَنَةِ
 

Artinya, “Barangsiapa yang bekerja pada saat menyaring biji-bijian dan tidak bekerja sesudahnya, serta tidak mempunyai pekerjaan lain yang dapat mencukupinya, maka ia dapat mengambil (dari zakat) apa yang diperlukannya sampai batas usia sebagian besar orang (umrul ghalib), kecuali jika ia mempunyai pekerjaan lain yang dapat mencukupi, maka dia tidak diberi apa pun atas nama fakir miskin.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawil Fiqhiyah Al-Kubra, [Beirut, Darul Fikr], juz IV, halaman 81).
 

4 Ketentuan Pekerja yang Tidak Boleh Menerima Zakat

Yang dimaksud dengan pekerja dalam pembahasan zakat adalah orang yang punya kemampuan atau potensi untuk bekerja. Artinya orang yang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk bekerja dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Orang semacam ini tidak dapat disebut miskin meskipun tidak bekerja.
 

Orang yang mampu bekerja, meskipun belum memiliki pekerjaan apapun, tidak dapat menerima zakat atas nama fakir miskin dengan ketentuan:

  1. ada orang yang mau memperkerjakannya,
  2. ia mampu melakukan pekerjaan tersebut,
  3. pekerjaannya dianggap layak untuknya, dan
  4. pekerjaan itu halal dilakukan.
     

وَالْكَسُوبُ غَيْرُ فَقِيرٍ وَإِنْ لَمْ يَكْتَسِبْ إنْ وَجَدَ مَنْ يَسْتَعْمِلُهُ وَقَدَرَ عَلَيْهِ وَلَاقَ بِهِ حَلَّ لَهُ تَعَاطِيهِ ا هـ  م ر
 

Artinya, “Orang yang mampu bekerja itu bukan orang fakir, meskipun dia tidak bekerja, jika ada orang yang mau mempekerjakannya, dia mampu melakukannya, pekerjaan itu layak baginya, serta layak untuk dilakukan, demikian pernyataan Ar-Ramli.” (Al-Bujairimi, III/80).
 

Di antara yang menjadi pertimbangan pokok adalah pekerjaan harus layak. Jika orang berasal dari latar belakang keluarga yang tidak bekerja (karena cukup kaya), maka ia tidak layak untuk bekerja. Atau dari keluarga dengan pekerjaan tertentu yang terhormat, maka ia tidak layak untuk melakukan pekerjaan yang dinilai rendah dan tidak terhormat.  
 

وَكَسْبٌ لَا يَلِيقُ بِهِ شَرْعًا أَوْ عُرْفًا لِحُرْمَتِهِ أَوْ إخْلَالِهِ بِمُرُوءَتِهِ لِكَوْنِهِ كَالْعَدَمِ كَمَا لَوْ لَمْ يَجِدْ مَنْ يَسْتَعْمِلُهُ إلَّا مَنْ مَالُهُ حَرَامٌ : أَيْ أَوْ فِيهِ شُبْهَةٌ قَوِيَّةٌ فِيمَا يَظْهَرُ ، وَأَفْتَى الْغَزَالِيُّ بِأَنَّ أَرْبَابَ الْبُيُوتِ الَّذِينَ لَمْ تَجْرِ عَادَتُهُمْ بِالْكَسْبِ : أَيْ وَهُوَ يَخِلُّ بِمُرُوءَتِهِمْ لَهُمْ الْأَخْذُ
 

Artinya, “(Dan pekerjaan yang tidak layak) baginya menurut syara’ atau adat karena keharamannya atau karena merusak harga dirinya, karena pekerjaan itu dianggap tidak ada, seperti ketika tidak ada yang mempekerjakannya, kecuali orang yang hartanya diharamkan atau syubhat yang kuat seperti yang sudah jelas. Al-Ghazali mengeluarkan fatwa bahwa orang dari keluarga yang tidak terbiasa bekerja dalam arti dapat merusak harga diri, mereka dapat mengambil zakat.” (Muhammad Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Mesir, Mustafa Al-Babi Al-Halaby: 1967] juz VI, halaman 153).
 

Standar Penghasilan yang Menghalangi Penerimaan Zakat

Penghasilan dari pekerjaan yang menjadikan seseorang tidak boleh menerima zakat adalah penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok sampai 'umrul ghalib (60-62 tahun). Jika penghasilannya tidak dapat mencukupi, maka ia masih tergolong miskin. 
 

Tercukupinya kebutuhan pokok dapat terwujud dalam pekerjaan dengan penghasilan besar, atau penghasilan yang tidak besar namun pekerjaan itu dapat dilakukan terus-menerus dan tetap, sehingga dapat mencukupi, atau ia memiliki banyak pekerjaan, yang jika hasilnya dijadikan satu, maka dapat mencukupi. 
 

Pekerjaan yang menjadikan seseorang tidak dapat menerima zakat atas nama miskin dapat berupa:

  1. pekerjaan tetap dengan penghasilan harian yang cukup dan dapat dikerjakan sampai 'umrul ghalib,
  2. pekerjaan musiman, bulanan atau tahunan, dengan penghasilan yang cukup sampai waktu kerja berikutnya hingga 'umrul ghalib,
  3. pekerjaan sesaat dengan penghasilan besar yang dapat mencukupi sampai 'umrul ghalib,
  4. memiliki beberapa pekerjaan yang saling melengkapi untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok hingga 'umrul ghalib.
 

Simpulan

Demikian rincian kriteria miskin bagi pekerja, secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Standar kebutuhan pokok. 
    Kebutuhan pokok yang harus dipenuhi meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal serta kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang dianggap perlu sesuai dengan keadaannya, yang cukup untuk dia dan keluarganya sampai 'umrul ghalib.
     
  2. Standar Pekerjaan 
    Pekerjaan yang dapat membuat seseorang tidak boleh menerima zakat atas nama miskin adalah (1) pekerjaan yang layak, (2) pekerjaan yang halal, dan (3) pekerjaan yang dapat mecukupi kebutuhannya
     
  3. Standar Pekerja
    Yang dimaksud dengan pekerja atau orang yang bekerja adalah orang yang mampu bekerja, meskipun belum memiliki pekerjaan apapun, dengan ketentuan (1) ada orang yang mau memperkerjakannya, (2) dia mampu melakukan pekerjaan itu, (3) pekerjaannya dianggap layak untuk dia, (4) dan pekerjaan itu halal untuk dilakukan.
     
  4. Standar Penghasilan
    Penghasilan dari pekerjaan yang menjadikan seseorang tidak boleh menerima zakat adalah penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok sampai 'umrul ghalib (60-62 tahun). Jika penghasilannya tidak dapat mencukupi, maka ia masih tergolong miskin. Wallahu a’lam.


Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar