Bahtsul Masail

Menangkap Ikan dengan Potas dan Memakannya

Sen, 25 Mei 2015 | 05:33 WIB

Assalamu’alaikum wr. wb. Redaksi bahtsul masail yang kami hormati, bahwa di kampung kami terdapat sungai yang lumayan banyak ikannya. Biasanya penduduk daerah kami mencari ikan dengan cara menjala atau memancingnya. Tetapi ada juga yang mencari ikan dengan menggunakan potas agar cepet dapat banyak.<>

Yang ingin kami tanyakan bagaimana memakan hukum memotas ikan di sungai dan hukum memakan ikan yang dipotas. Sebab rasanya ikan yang dipotas itu kurang gurih dan beda dengan ikan yang didapatkan dengan cara menjala atau memancing? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb (Agus/Pemalang Selatan)

 

--

Assalamu’alaikum wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Banyak cara dilakukan oleh para pencari ikan agar bisa mendapatkan ikan yang banyak, seperti menjala atau memancingnya. Namun sering juga kita dapati sebagian dari mereka, karena ingin cepat mendapatkan ikan yang banyak, melakukan jalan pintas dengan memakai potasium cyanide atau dikenal dengan potas, yakni sejenis obat/cairan racun. Pemotasan ikan dianggap merupakan cara yang paling cepat untuk mendapatkan sebanyak-banyakanya ikan dalam waktu yang singkat.

Akibatnya, banyak ikan yang pingsan bahkan mati, baik yang sudah besar maupun yang masih kecil. Dampak lainnya adalah adanya pencemaran air sungai, merusak kehidupan hayati perairan, dan kelangkaan ikan sehingga menyebabkan orang-orang yang biasa mengantungkan hidupnya dengan menjala ikan di sungai mengalami kesulitan mencari ikan, antara energi yang dikeluarkan tidak seimbangn dengan apa yang didapatkan, bahkan tak jarang mereka pulang dengan tangan hampa.  

Dengan kata lain, tindakan pemotasan ikan di sungai merupakan salah satu bentuk aksi perusakan bumi. Padahal dalam al-Qur`an Allah swt melarang aksi perusakan di bumi. Allah swt berfirman;

وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا

“Jangalah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik” (Q.S. al-A’raf: 85)

Larangan untuk melakukan perusakan di muka adalah larangan yang mencakup semua jenis perusakan, seperti peruskan terhadap jiwa, harta benda, nasab, akal, dan agama. Hal ini sebagaimana dikemukakn oleh al-Alusi dalam kitab tafsirnya.   

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِى الْاَرْضِ نَهَى عَنْ سَائِرِ أَنْوَاعِ الْاِفْسَادِ كَإِفْسَادِ النُّفُوسِ وَالْأَمْوَالِ وَالْأَنْسَابِ وَالْعُقُولِ وَالْأَدْيَانِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

“(Janganlah kamu berbuat keruskan di bumi), Allah swt melarang semua bentuk aksi pengrusakan di bumi, seperti pengruskan jiwa, harta-benda, nasab, akal, dan agama setelah diciptakan dengan baik” (Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, Bairut-Daru Ihya` at-Turats al-‘Arabi, tt, juz, 8, h. 140)

Jika pemotasan ikan merupakan tindakan yang dilarang karena dapat merusak kehidupan hayati perairan, lantas bagaimana memakan ikan yang dihasilkan dengan cara memotas?

Menanggapi hal ini kami akan mengajukan pandangan imam Malik ra ketika ditanya mengenai ikan yang ada di dalam kolam yang sedikit airnya, kemudian ditaburkan ke dalamnya saikaran (sejenis tumbuhan) yang dapat menyebabkan ikan-ikan mabuk sehingga dapat dengan mudah ditangkap. Dalam kasus ini imam Malik cenderung melarang cara tersebut, dan memakruhkan untuk mengkonsumsi ikannya karena berpotensi membahayakan bagi sebagian orang yang mengkonsumsinya.     

وَسُئِلَ مَالِكٌ عَنْ حِيتَانٍ فِي بِرَكٍ يَقِلُّ مَاؤُهاَ فَيُطْرَحُ فِيهَا السَّيْكَرَانُ فَيُسْكِرُهَا ذَلِكَ فَتُؤْخَذُ أَفَتَرَى أَنْ تُؤْكَلَ ؟ قَالَ مَا يُعْجِبُنِي ذَلِكَ ، ثُمَّ قَالَ أَفَيَخَافُ عَلَى الَّذِينَ يَأْكُلُونَهَا ؟ فَقِيلَ لَهُ : لَا ، قَدْ جُرِّبَ ذَلِكَ وَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ ذَلِكَ ، قَالَ مَا يُعْجِبُنِي ذَلِكَ وَكَرِهَهُ ، وَقَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الْعَجَمِ

“Imam Malik ra pernah ditanya tentang ikan yang ada kolam-kolam yang sedikit airnya, kemudian ditabur di atas saikaran (sejenis tumbuhah) sehingga memabukkan ikan-ikan dan bisa diambil (dengan mudah). Lantas, bagaimana pendapat Anda apakah ikan-ikan tersebut boleh dimakan? Beliau pun menjawab, hal itu tidak membuatku tertarik, kemudian beliau bertanya, apakah hal tersebut menimbulkan kekhawatiran atas orang-orang yang memakannya? Lantas dikatakan kepadanya, tidak, sungguh hal itu telah dibuktikan secara empiris dan tidak membahayakan. Imam Malik pun kemudian berkata, hal itu tidak membuatku tertarik, dan nampak beliau tidak menyukainya. Lantas beliau pun berkata, ini adalah prilaku orang ajam”.  (lihat Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthubi, al-Bayan wa at-Tahshil, Bairut-Dar al-Gharb, cet ke-2, 1408 H/1988 M, juz, 3, h. 277)          

Imam Malik ra memakruhan untuk memakan ikan-ikan tersebut lebih karena adanya kekhawatiran bisa membahayakan orang-orang yang mengkonsumsinya. Seolah-olah beliau mengabaikan kesahahihan fakta empiris bahwa hal tersebut membahayakan bagi sebagian orang dan tidak bagi sebagian yang lain. Jadi kemakruhannya bukan dari sisi penyembelihan ikan-ikan tersebut karena ikan tidak perlu disembelih. Demikian sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthubi yaitu kakek dari Ibnu Rusyd.  

قَالَ مُحَمَّدُ بْنْ أَحْمَدَ: إِنَّمَا كَرِهَ أَكْلَهَا مِنْ نَاحِيَةِ الْخَوْفِ عَلَى مَنْ يَأْكُلُهَا؛ وَكَأَنَّهُ لَمْ يَرَ التَّجْرِبَةَ تَصِحُّ فِي ذَلِكَ؛ قَدْ يَضُرُّ بَعْضَ النَّاسِ وَلَا يَضُرُّ آخَرِينَ، لَا مِنْ نَاحِيَةِ أَنَّ ذَلِكَ مِمَّا يُؤَثِّرُ فِي ذَكَاةِ الْحِيتَانِ؛ لِأَنَّهَا لَا تَحْتَاجُ إِلَى ذَكَاةٍ

Muhammad bin Ahmad berkata, bahwa imam Malik ra memakruhkan memakan ikan-ikan tersebut karena adanya kekhawatiran (menimbulkan bahaya) atas orang yang memakannya, dan seolah-olah beliau mengabaikan kesahihan fakta empiris yang menyatakan bahwa kadang akan membahayakan bagi sabagian orang dan tidak bagi sebagain yang lain. Jadi, bukan dari aspek bahwa hal tersebut termasuk yang mempengaruhi penyembelihan ikan karena ikan tidak perlu disembelih” (Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthubi, al-Bayan wa at-Tahshil, 3, h. 277) 

Lantas bagaimana dengan mamakan ikan yang dipotas? Potas dan saikaran sama-sama memabukkan ikan, bahkan potas bukan hanya memabukkan tetapi juga bisa membunuh ikan itu sendiri. Jika pandangan imam Malik ra tersebut kita tarik ke dalam konteks pertanyaan di atas maka jawabannya adalah makruh memakan ikan yang dipotas karena berpotensi membahayakan kesehatan orang yang memakannya. Namun jika memang benar-benar membahayakan maka hukumnya adalah haram.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Bagi para pencari ikan, gunakan cara-cara yang wajar dan tidak merusak kehidupan hayati perairan. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu’alaikum wr. wb

Mahbub Ma’afi Ramdlan