Doa

Doa ‘Menjinakkan’ Gunung dan Kidung Kacer Mbah Marijan

Ahad, 4 November 2018 | 18:39 WIB

Doa ‘Menjinakkan’ Gunung dan Kidung Kacer Mbah Marijan

Ilustrasi (Instragram @nubackpacker)

Banyak dari warga Indonesia yang tinggal di lereng gunung. Juga tren wisata pendakian ke gunung semakin meningkat seiring masifnya publikasi foto-foto yang instagrammable dengan spot gunung.
 
Sebagaimana kita tahu juga, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki gunung terbayak dan teraktif di dunia. Sesekali, gunung itu kadang batuk, erupsi, memuntahkan laharnya. Fakta ini kadang membuat kita khawatir, selain hal-hal lain soal gunung, tentang mistik, misalnya.
 
KH Achmad Chalwani, Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi, sekaligus Mursyid tarekat Qadiriyyah/Naqsyabandiyyah Berjan Purworejo, dalam bukunya Risalah Doa dan Shalawat yang diterbitkan oleh KESAPP (2017), pada hal. 34 memuat "Doa Menjinakkan Gunung". Berikut doanya:
 
لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ 
 
Lau anzalnâ hâdzal qur’âna 'alâ jabalin lara-aitahû khâsyi‘an mutashaddi'an min khasy-yatillâh, watilkal amtsâlu nadlribuhâ lin nâsi la’allahum yatafakkarûn
 
Artinya, “Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” (QS. Al-Hasyr: 21).
 
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 
 
Wa idz nataqnal jabala fauqahum ka-annahu dhullatun wa dhannû wâqi'un bihim. Khudzû mâ âtainâkum biquwwatin wadzkurû mâ fîhi la'allakum tattaqûn.
 
Artinya, “Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa" (QS. Al-A'raf:171).
 
Dalam bukunya, Kiai Chalwani tidak memberikan keterangan lebih lanjut berapa kali dan kapan dibaca. Hal ini—hemat penulis—bisa diartikan penting dibaca sesering mungkin bagi yang tinggal di lereng gunung, atau ketika gunung erupsi. Bagi pendaki, seperti penulis yang kadang mendaki bersama sobat NU Backpacker, misalnya, dibaca ketika hendak dan atau sewaktu melakukan pendakian.
 
Sebagai tambahan, KH Ahmad Muwafiq (Gus Muwafiq) pernah bercerita dalam suatu ceramahnya pada Haul Syekh Subakir di lereng Gunung Tidar beberapa bulan lalu, bahwa ia penasaran dengan Si Pawang Gunung Merapi, almarhum Mbah Marijan, perihal apa yang ia lakukan ketika Gunung Merapi erupsi.
 
Usut-punya usut, kiai gondrong dari Yogyakarta itu menemukan fakta yang agak mencengangkan: Mbah Marijan (ketika dulu masih hidup) mengambil kendang kemudian merapalkan Kidung Kacer. Setelah disimak dengan seksama, arti dari Kidung Kacer tersebut ternyata terjemah Jawa dari Surat al-Hasyr: 21 di atas.
 
"Karena lidah orang Jawa dulu sulit melafalkan Al-Hasyr, maka jadilah Kacer," jelas mantan asisten Gus Dur tersebut. Wallahu A'lam.
 
 
(Ahmad Naufa)