Hikmah Adanya Asyhurul Hurum atau Empat Bulan Mulia dalam Islam
Selasa, 14 Januari 2025 | 05:00 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Seperti yang telah jamak diketahui, Allah swt telah menghiasi dua belas bulan dalam satu tahun dengan adanya asyhurul hurum atau bulan-bulan yang dimuliakan, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab yang memiliki keistimewaan tersendiri. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 36:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةًۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah: 36)
Selain itu, saat haji wada, Nabi Muhammad dalam khutbahnya juga bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Artinya: “Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun ada dua belas bulan, diantaranya ada empat bulan yang mulia. Tiga darinya berturut-turut, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab yang biasa diagungkan Bani Mudlar yaitu antara Jumadil Tsani dan Sya'ban.” (HR. Bukhari)
Syekh Amin Al-Kurdi (w. 1332 H/1914 M) dalam kitabnya yang berjudul Dhau'us Siraj fi Fadhli Rajab wa Qishatil Mi'raj menyatakan bahwa dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW memberikan isyarat bahwa sejak Allah menciptakan langit dan bumi, malam dan siang, matahari, bulan, serta bintang, Allah juga telah menentukan kedua belas bulan berdasarkan hitungan hilal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam syariat, perhitungan tahun tidak didasarkan pada peredaran dan perpindahan matahari, melainkan pada peredaran bulan dan terbitnya hilal.
Adapun maksud Nabi Saw mengatakan demikian, lanjut Syekh Amin, adalah untuk menghapus perbuatan masyarakat Jahiliah yang pada waktu itu seringkali mengakhirkan kemuliaan bulan-bulan haram (asyhurul hurum) dan memindahkannya ke bulan-bulan lainnya. Perbuatan mereka ini dikenal dengan istilah an-nasi’.
Jika datang bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), dan kebetulan mereka sedang melakukan peperangan, maka mereka dengan beraninya menghalalkan peperangan mereka, dan menganggap haram pada bulan lainnya. Lebih parahnya lagi, mereka juga menentang keistimewaan bulan-bulan haram (asyhurul hurum) dan hanya menganggap itu semua hanya sekadar hitungan belaka.
Misalnya, ketika mereka kebetulan sedang berperang pada bulan Muharram, maka mereka menganggap hal itu halal dan hukum haram perang mereka akhirkan dan pindahkan pada bulan berikutnya, yakni bulan Shafar. Begitu seterusnya sampai berputarlah bulan-bulan tersebut selama setahun.
Dari hadits di atas, Nabi Muhammad saw ingin memberitahu bahwa waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Selain itu, Nabi juga memerintahkan agar menjaga waktu agar tidak diganti-ganti di kemudian hari. (Syekh Amin Al-Kurdi, Dhau’us Siraj fi Fadhli Rajab wa Qishatil Mi’raj, [Mesir: Mathba’ah As-Sa’adah, tt], hal. 11-12)
Hikmah Asyhurul Hurum
Lantas, mengapa Allah memilih empat bulan tersebut (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) sebagai bulan-bulan mulia (asyhurul hurum)? Hikmah apa yang ada di balik pemilihan empat bulan tersebut?
Syekh Amin Al-Kurdi mengutip pendapat Ka’ab Al-Ahbar, alasan pemilihan keempat bulan tersebut sebagai bulan haram adalah karena kalau bulan Dzulqa’dah itu adalah bulan di mana orang-orang yang berhaji mulai melakukan perjalanan ke Tanah Suci, sedangkan kalau bulan Dzulhijjah karena orang-orang yang berhaji sedang melaksanakan kewajibannya di bulan itu. Adapun bulan Muharram karena orang-orang yang berhaji mulai pulang ke tanah air masing-masing.
Sehingga, dipilihnya bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram sebagai bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) adalah agar para jamaah haji merasa aman mulai dari melakukan perjalanan ke tanah suci sampai pulang ke tanah air masing-masing.
Adapun alasan dipilihnya bulan Rajab sebagai bagian dari asyhurul hurum adalah karena biasanya orang-orang yang domisilinya dengan dengan Makkah melaksanakan umrah paruh tahun pada bulan Rajab tersebut.
Dari paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa alasan dari pemilihan empat bulan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) sebagai bulan-bulan yang dimuliakan (asyhurul hurum) adalah untuk memberikan rasa aman dan tentram bagi orang-orang yang akan beribadah haji dan umrah pada bulan-bulan tersebut.
Jaminan keamanan dalam beribadah ini tentunya sangat penting sekali, mengingat seseorang tidak akan bisa melaksanakan ibadah dengan maksimal kecuali dalam keadaan aman dan tentram dari ancaman musuh dan sebagainya.
Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
Pramoedya Ananta Toer, Ayahnya, dan NU Blora
2
Khutbah Jumat: Cara Meraih Ketenangan Hidup
3
Munas NU 2025 Putuskan 3 Hal tentang Penyembelihan dan Distribusi Dam Haji Tamattu
4
Gus Baha: Jangan Berkecil Hati Jadi Umat Islam Indonesia
5
Khutbah Jumat: Etika Saat Melihat Orang yang Terkena Musibah
6
Munas NU 2025: Hukum Kekerasan di Lembaga Pendidikan adalah Haram
Terkini
Lihat Semua