Hikmah

Kisah Dzun Nun al-Mishri, Kalajengking, dan Pemabuk

Jum, 27 Desember 2013 | 02:02 WIB

Dzun Nun al-Mishri pernah dibuat khawatir oleh seekor kalajengking. Binatang berbisa tersebut menghadangnya saat ia hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Dzun Nun al-Mishri melihat kalajegking itu bertubuh lumayan besar. Racunnya mengancam nyawa siapa saja yang ia sengat.
<>
Kecemasan Dzun Nun al-Mishri berujung pasrah. Perlindungan Tuhan adalah harapan dia satu-satunya. Beruntung, kalajengking yang tengah mendekat itu tiba-tiba berbelok arah dan kian menjauh dari tempat Dzun Nun al-Mishri berada. Artinya, doa tokoh sufi ini terkabul.

Tetapi, si kalajengking ternyata menuju sebuah pohon yang tetap saja membuat Dzunnun al-Mishri cemas. Di bawah pohon besar dan rindang itu terlentang seorang pemuda yang sedang mabuk. Perasaan gundah kembali menyergap. Dzunnun al-Mishri betul-betul takut, keganasan racun kalajengking akan mengakhiri hidup pemuda tak berdaya itu.

Belum tuntas perasaannya diaduk-aduk oleh aksi kalajengking, dia menyaksikan seeokor ular besar sudah siap lebih dulu mematuk tubuh pemuda mabuk tersebut. Tentu bisa ular sama mematikannya dengan bisa kalajengking.

Kalajengking mendekat. Begitu pun ular. Dan... “Syeeeess...!”

Tak ada luka sama sekali di tubuh pemuda itu. Karena memang yang terjadi justru pertarungan antara kalajengking dan ular. Singkatnya, kalajengking berhasil menusuk kepala ular hingga tak bergerak. Setelah membunuh ular tersebut, kalajengking ini mengeloyor begitu saja meninggalkan si pemuda.

“Kalejengking itu menyelamatkan nyawa manusia!” batin Dzun Nun al-Mishri. Dia takjub, binatang yang semula ia anggap sebagai pembunuh manusia justru telah berjasa menyelamatkan manusia dari maut. Bahkan untuk seorang pemabuk.

Dzun Nun al-Mishri melantunkan syair dan menceritakan kepada pemuda tentang peristiwa yang baru saja menimpa diriya selama tak sadarkan diri. Syair dan penjelasan Dzun Nun al-Mishri pelan-pelan mencairkan hati si pemabuk.

Tragedi yang mengancam hidupnya itu membuat pemuda tersebut insaf, betapa mahaluas kasih sayang Allah kepada makhluk. Sifat rahman-Nya di dunia ini meluber kepada apa saja dan siapa saja, termasuk kepada pembangkang seperti dirinya. (Mahbib)