Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Kenikmatan duniawi terkadang membuat seseorang lupa daratan dan tidak ingat pada Sang Pemberi Nikmat, yaitu Allah SWT. Jika hal ini terjadi, kenikmatan tersebut dapat berubah menjadi malapetaka.
Hal ini sebagaimana terjadi pada hamba Allah yang dikisahkan oleh Syekh Ahmad Syihabudin Al-Qulyubi dalam kitab An-Nawadir fi Hikayatis Shalihin wa ‘Aja’ibil Mutaqaddimin (Kairo, Darul Afaq al-Arabiyah: 2010), halaman 28.
Dikisahkan seorang hamba yang bertahun-tahun lamanya tidak pernah lagi berzikir kepada Allah. Hal ini membuat malaikat heran sekaligus geram. Malaikat tersebut kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada Allah.
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya si Fulan sudah sekian lama tidak berzikir kepada-Mu,” kata Malaikat kepada Allah.
Allah kemudian berfirman:
“Dia tidak lagi berzikir mengingat-Ku karena larut dalam kenikmatan yang telah Aku berikan padanya. Jika Aku berikan penderitaan niscaya dia akan kembali mengingat-Ku.”
Baca Juga
Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras
Selanjutnya Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk memberi peringatan pada hamba tersebut dengan cara membuat setiap tetes keringat yang keluar dari badannya menjadi penyakit yang merusak kulitnya.
Benar saja, setelah hamba tersebut terbujur sakit dan tidak dapat lagi merasakan kenikmatan duniawi, akhirnya dia kembali ingat pada Allah.
“Wahai Tuhanku... Wahai Tuhanku....” keluh hamba tersebut merasakan sakit yang dideritanya.
Allah kemudian menjawab:
“Aku mendengar keluhanmu, wahai hamba-Ku. Ke mana saja kamu selama ini?”
Kisah pendek di atas dapat menjadi peringatan bagi para hamba Allah, termasuk kita. Ketika kesenangan melalaikan kita dari zikir kepada Allah, boleh jadi kesedihan dan penderitaan akan datang sebagai teguran untuk kembali mengingat-Nya.
Dzikrullah atau mengingat Allah merupakan perintah yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Hal ini sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 152:
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ
Artinya: “Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.”
Menurut Imam Qurthubi, makna dari ayat tersebut adalah: “Ingatlah Aku melalui ketaatan, maka Aku akan mengingatmu dengan memberikan pahala dan ampunan.”
Selain itu, Imam Qurthubi juga menyebut bahwa zikir adalah sebuah ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, siapa pun yang tidak taat kepada-Nya, maka ia tidak termasuk orang yang berzikir, meskipun mulutnya selalu membaca tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur'an. (Imam Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an [Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2006], jilid II, halaman 459).
Dengan demikian, kisah ini menjadi pelajaran penting agar umat Islam tidak terlena dengan kenikmatan duniawi, karena pada hakikatnya kenikmatan tersebut adalah anugerah dari Allah yang kapan saja dapat diambil kembali oleh-Nya.
Mengingat hal tersebut, kita perlu berupaya agar setiap waktu mampu berzikir dan melakukan amal saleh. Wallahu a‘lam.
Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah Subang Jawa Barat.
Terpopuler
1
Doa Qunut pada Witir Ramadhan, Lengkap dengan Latin dan Artinya
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
4
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
5
Menemukan Uang di Jalan: Boleh Dipakai atau Wajib Dikembalikan? Temukan Jawabannya!
6
Kultum Ramadhan: Nuzulul Qur'an, Momen Mengenal Keagungan Al-Qur'an
Terkini
Lihat Semua