Kisah Istri yang Diganggu Pria Lain karena Sikap Genit Suaminya
NU Online · Selasa, 22 April 2025 | 17:00 WIB
Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Menjaga kepercayaan dan perasaan antara suami dan istri merupakan salah satu bagian penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Ketika hal ini diabaikan tidak menutup kemungkinan akan terjadi perselisihan yang menimbulkan salah paham dan menyebabkan keretakan hubungan keduanya.
Di sisi lain, pasangan suami istri terkadang memiliki firasat dan daya sensitivitas yang cukup tinggi karena adanya ikatan emosional. Ketika seorang suami bersikap genit pada wanita lain misalnya, seorang istri bisa merasakannya meskipun tidak melihat secara langsung. Salah satu contohnya sebagaimana dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab At-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk, (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah, 1409 H) hal. 127-128.
Al-Ghazali mengisahkan, di kota Bukhara hidup seorang lelaki sederhana yang bekerja sebagai pembawa air yang sudah ia tekuni selama 30 tahun. Selama puluhan tahun tersebut, tukang air ini dikenal lelaki yang saleh, jujur, dan tidak pernah sekali pun membuat masalah dengan para konsumennya.
Salah satu pelanggannya adalah pemilik rumah seorang tukang emas yang memiliki seorang istri cantik, salehah, dan mampu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Wanita ini selalu menjaga jarak dan aurat ketika berinteraksi dengan lawan jenis.
Namun suatu hari ada suatu peristiwa yang terjadi di luar dugaan. Tukang air ini datang seperti biasanya sambil membawa air dan menuangkannya ke dalam gentong rumah si tukang emas. Usai menyelesaikan pekerjaannya, tiba-tiba tukang air ini mendekati istri tukang emas lalu memegang dan menggenggam tangannya. Tidak lama kemudian, pria tukang air ini langsung pergi begitu saja.
Wanita salehah itu mulai diliputi rasa takut dan gelisah seolah ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Setelah merenung cukup lama, firasatnya semakin kuat dan merasakan ada sesuatu yang terjadi pada suaminya. Kegelisahannya ia pendam sampai suaminya datang untuk meminta penjelasan.
Saat suaminya pulang, wanita salehah itu menyambutnya seperti biasa. Keduanya menikmati hidangan bersama, bercakap ringan seolah tak ada yang berubah. Namun, setelah suasana terasa cukup santai, wanita ini mulai mengajukan pertanyaan yang mengusik pikirannya.
“Jujurlah padaku, apakah hari ini kamu melakukan perbuatan yang tidak diridhai Allah saat di pasar?” tanya sang istri.
Pertanyaan menohok tersebut tentu saja membuat sang suami kaget. Dia pun mencoba menutupi peristiwa yang terjadi di pasar.
“Aku tidak melakukan apa-apa,” jawabnya.
“Kalau kamu tidak jujur dan tidak mau mengaku, aku tidak ingin tinggal bersamamu lagi. Jangan harap kamu bisa melihatku lagi!” ujar sang istri sedikit mengancam.
Mendengar keseriusan sang istri, suaminya pun akhirnya mengakui perbuatannya. Ia bercerita bahwa pada hari itu, seorang wanita datang ke tokonya dan meminta dibuatkan gelang emas. Ketika wanita itu menyodorkan tangannya, ia terkesima oleh keindahan tangannya.
“Tanpa sadar, aku memegang dan menggenggam tangannya,” kata sang suami yang disusul penyesalan.
“Masya Allah, jadi ini penyebab tukang air itu memegang dan menggenggam tanganku, padahal selama 30 tahun dia tidak pernah berkhianat kepada kita,” imbuh sang istri.
Sesaat kemudian, sang suami langsung meminta maaf dan menyesali perbuatan serta berjanji tidak akan mengulangi lagi.
“Wahai istriku, maafkan dan ampunilah aku atas kekhilafan dan kesalahanku ini,”
“Aku memohon kepada Allah, semoga akhir dari urusan kita ini berujung pada kebaikan,”
Kisah ini mengajarkan kepada umat Islam agar selalu menjaga diri dari perbuatan dosa di setiap waktu dan tempat. Setiap perbuatan baik atau buruk pasti akan ada balasannya, entah di dunia apalagi kelak di akhirat. Hal ini tergambar pada peristiwa tukang emas yang memegang tangan wanita lain, lalu berimbas pada tukang air yang tiba-tiba berbuat serupa terhadap istri tukang emas itu.
Kisah ini juga mengingatkan kepada pasangan suami istri agar senantiasa menjaga kesetiaan dan kejujuran kepada pasangannya masing-masing. Interaksi yang terjalin setiap hari dapat membentuk karakter serta memperkuat ikatan emosional di antara keduanya. Ikatan yang kuat ini mampu menumbuhkan kepekaan atau firasat, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak wajar, pasangan bisa merasakannya.
Ustadz Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah Subang, Jawa Barat.
Terpopuler
1
Rais 'Aam PBNU Ajak Pengurus Mewarisi Dakwah Wali Songo yang Santun dan Menyejukkan
2
Gus Yahya: Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja, Tak Boleh Buat Mazhab Sendiri
3
Kisah Levina, Jamaah Haji Termuda Pengganti Sang Ibunda yang Telah Berpulang
4
Hal Negatif yang Dialami Jamaah Haji di Tanah Suci Bukan Azab
5
Diundang Hadiri Konferensi Naqsyabandiyah, Mudir ‘Ali JATMAN Siapkan Beasiswa bagi Calon Mursyid
6
Kemenhaj Saudi dan 8 Syarikah Setujui Penggabungan Jamaah Terpisah, PPIH Terbitkan Surat Edaran
Terkini
Lihat Semua