Ilmu Al-Qur'an

Kesejahteraan Sosial dalam Al-Qur'an

Kam, 10 Maret 2022 | 13:00 WIB

Kesejahteraan Sosial dalam Al-Qur'an

ika setiap individu dapat memperbaiki pola pikir (mindset), dan membangun semangat dalam dirinya untuk berbuat baik serta berusaha, maka niscaya kesejahteraan dalam skala besar pun dapat diwujudkan

Tak diragukan lagi, bahwa hidup bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan bagi setiap manusia. Diciptakan sebagai makhluk interdependensi atau makhluk sosial, membuat setiap manusia saling bergantung dengan manusia lainnya. Hakikatnya, setiap manusia membutuhkan partner atau orang lain untuk pemenuhan kebutuhan hidup, walaupun ada kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi sendiri. 


Realitas di atas senada dengan teori yang telah disampaikan oleh Ibnu Khaldun, bapak sosiologi dunia, dalam magnum opusnya al-Muqaddimah, ia menyampaikan bahwasanya, "al-insanu madaniyyun bi al-thab'i", yang berarti setiap manusia membutuhkan manusia yang lain. 


Saling ketergantungan antarsesama manusia pun menjadi bukti bahwa tidak semua manusia memiliki keberfungsian sosial dalam memenuhi kebutuhannya. Faktanya, kita dapat menemukan individu atau kelompok masyarakat yang menyandang masalah sosial. Sehingga, bukan suatu kebetulan jika Allah Swt. menciptakan manusia berpasang-pasangan, terdiri atas laki-laki dan perempuan, hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, melainkan agar mereka saling mengenal, saling melengkapi satu sama lain, dan bahu membahu dalam membangun kehidupan yang sejahtera di bumi. 


Dalam bahasa al-Qur'an, masyarakat penyandang masalah sosial disebutkan dengan beberapa istilah, seperti faqir, miskin, riqab, dan lain-lain. Tentu, al-Quran bukan hanya menyebutkan istilahnya, tetapi juga menyampaikan bahwa Allah Swt telah memberi pemenuhan kebutuhan untuk melayani setiap manusia yang sejatinya memiliki kebutuhan-kebutuhan. 


Permasalahan sosial dan kebutuhan yang dihadapi oleh manusia sangat banyak dan beragam. Bukan hanya kebutuhan yang berkaitan dengan aspek fisik atau jasmani saja seperti makan, minum, sandang, papan (tempat tinggal), tetapi juga aspek sosial-budaya seperti pergaulan, pendidikan, bekerja, serta aspek spiritual seperti hubungan dengan Allah Swt. 


Sebagai respons terhadap permasalahan dan kesenjangan sosial yang dengan niscaya dihadapi oleh setiap manusia, sejak belasan abad lalu Al-Qur’an telah menyampaikan petunjuk agar suatu kesenjangan dapat berubah menjadi kesejahteraan. Dalam waktu yang sama, solusi untuk menghadapi kesenjangan sosial itu juga telah Allah hadirkan melalui kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai panduan untuk meraih hidup yang sejahtera. 


Selain menjadi misi utama Nabi Muhammad Saw, membangun masyarakat yang sejahtera pun nyatanya merupakan cita-cita al-Qur'an. Sebagaimana yang telah Allah tegaskan, "Sungguh bagi Kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun’.” (Surat Saba ayat 15).


Ayat ini mengungkapkan bahwa cita-cita al-Qur'an dalam membangun kesejahteraan masyarakat tidak hanya secara material, tetapi juga secara spiritual. Mendapatkan kesejahteraan di bumi dan juga meraih kesejahteraan melalui ampunan Allah Swt di akhirat. 


Firman Allah di atas juga menegaskan betapa besarnya kasih sayang Allah Swt kepada makhluknya. Suburnya tumbuh-tumbuhan, hijaunya alam, dan segarnya buah-buahan senantiasa menemani perjalanan kehidupan manusia di bumi.


Akan tetapi, terdapat pendidikan juga yang dihadirkan oleh ayat tersebut, yaitu setiap manusia harus menjaga kenikmatan yang telah Allah berikan dengan mensyukurinya. Menjaga alam yang indah dengan tidak merusaknya, menanam tumbuh-tumbuhan yang memberi manfaat bagi generasi selanjutnya, dan menjaga kerukunan antar sesama manusia untuk mencapai keselarasan antara kebaikan alam dan kebaikan penduduknya sehingga kesejahteraan yang menjadi dambaan semua orang pun dapat tercapai. 


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa "sejahtera" berarti "aman, sentosa, dan makmur; selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya". Dengan demikian, kesejahteraan sosial adalah keadaan masyarakat yang aman secara sosial dan terpenuhi segala kebutuhannya. 


Sementara di dalam al-Qur'an, terdapat istilah yang memiliki makna yang "relatif" dekat dengan kesejahteraan sosial, yaitu "maslahah". Kata maslahah berasal dari kata "shaluha" yang berarti "bermanfaat dan sesuai", juga merupakan lawan dari kata "fasada" (rusak). Sehingga, dapat dimaknai bahwa "maslahah" merupakan suatu pekerjaan yang apabila dilakukan akan memperoleh manfaat serta dapat menjauhkan dari kerusakan. Maka, kesejahteraan sosial adalah segala usaha yang mendorong terciptanya kebermanfaatan bagi masyarakat. 


Menyambut berbagai kebutuhan yang dihadapi oleh manusia, sebagai wujud dalam membangun kemaslahatan dan kesejahteraan, al-Qur'an telah banyak mengungkapkan ayat-ayat yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia oleh Allah Swt. Maka dari itu, dengan tulisan ini saya akan menyampaikan dua kebutuhan utama yang melanda masyarakat dunia, berikut pemenuhan kebutuhan yang telah Al-Qur'an sampaikan dalam menghadapinya. 


Pertama, kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis ini menjadi kebutuhan utama masyarakat. Pasalnya, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, yaitu makan dan minum. Nyatanya, makan dan minum senantiasa menjadi kebutuhan dasar manusia. Jika tidak terpenuhi, kekurangan makanan yang mengakibatkan krisis kelaparan pun akan terjadi dan menjadi masalah utama. 


Global Hunger Index (GHI) 2021 menunjukkan situasi kelaparan yang mengerikan di dunia saat menghadapi banyak krisis. Dunia secara keseluruhan akan gagal mencapai tingkat kelaparan yang rendah pada tahun 2030. Konflik, perubahan iklim dan pandemi Covid-19 merupakan tiga kekuatan paling berpengaruh yang mendorong kelaparan. 


Melihat realita ini, al-Qur'an sendiri telah memberikan isyarat bahwasanya semua manusia akan Allah uji dengan kelaparan atau kekurangan makanan dan minuman. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah, ayat 155, "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar". Akan tetapi, bukan hanya menyampaikan ujian, al-Qur'an pun telah menyampaikan pemenuhan  kebutuhan yang telah Allah berikan atas ujian di atas.  


Allah swt berfirman, "Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Bila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku," (Surat Asy-Syu'ara' ayat 79-80). Ayat ini merupakan pemenuhan kebutuhan yang telah Allah sampaikan kepada manusia  sebagai wujud kasih sayang kepada makhluknya. Ungkapan dalam ayat ini juga memberikan pelajaran agar kita sebagai manusia senantiasa optimis dalam menghadapi krisis kelaparan, seraya melakukan ikhtiar yang sejatinya menjadi kewajiban manusia. 


Kedua, kebutuhan akan rasa aman. Yang termasuk dalam kebutuhan ini antara lain adalah keamanan dan perlindungan. Suatu keniscayaan bahwa setiap manusia menginginkan kehidupan yang damai, tenang, dan nyaman. 


Untuk memenuhi kebutuhan ini, agar kita dapat meraih kehidupan yang damai dan aman, Al-Qur’an telah memberikan penawar melalui firman Allah Swt. dalam Surat al-Hujurat ayat 12, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang". 


Ayat ini menjadi pijakan bagi seluruh umat manusia dalam pemenuhan kebutuhan untuk meraih rasa aman dan nyaman dalam menjalani kehidupan. Panduan untuk meraihnya adalah dengan tidak berprasangka buruk dan menjaga hati serta pikiran agar tetap bersih dan jernih dari hal-hal yang negatif.  


Akan tetapi, dewasa ini khususnya di Indonesia, perselisihan antarindividu maupun kelompok kerap terjadi. Permulaan yang membuat pertikaian itu terjadi biasanya karena kedua belah pihak saling melontarkan narasi kebencian. Terlebih di era media sosial seperti sekarang, walaupun terhalang oleh jauhnya jarak, hanya dengan saling memberikan komentar atau salah dalam berkomunikasi pun dapat dengan mudah melahirkan pertengkaran. 


Tidak sedikit kasus kematian mengerikan yang dipicu oleh media sosial. Melalui media sosial juga, tindak kejahatan seperti penipuan, fitnah, dan adu domba semakin mudah terjadi. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim seyogianya kita harus hati-hati dalam bertindak. Pastikan kita senantiasa menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam jurang perselisihan untuk menggapai kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera.


Dua kebutuhan utama manusia yang saya sampaikan di atas adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk meraih kehidupan yang sejahtera. Walaupun tentunya masih banyak kebutuhan lain yang manusia butuhkan. Pemenuhan kebutuhan yang al-Quran sampaikan di atas pun tidak cukup dibaca dan direnungkan saja. Setiap manusia harus menyambutnya dengan usaha-usaha yang mesti direalisasikan secara profesional. 


Artinya, walaupun Allah Swt telah menjamin rezeki bagi setiap makhluknya, bukan berarti kita tidak mesti bekerja dan berusaha. Kebutuhan fisik seperti makan dan kebutuhan meraih kedamaian dalam hidup bukan sesuatu yang dapat diperoleh secara gratis. Untuk memenuhi kebutuhan di atas, setiap manusia dituntut agar melangkahkan kaki untuk meraihnya. Pun dalam meraih kedamaian hidup yang didambakan, setiap manusia harus berperan aktif dalam menjaga keharmonisan, tidak saling membenci, dan membangun kasih sayang antar sesama. 


Allah Swt berfirman, "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain," (Surat Al-Insyirah ayat 7). Ayat ini menjadi pengingat bagi kita sebagai manusia agar tetap bekerja dengan baik dalam memenuhi setiap kebutuhan.  


Maka, tak heran jika Ibn 'Asyur, Tokoh Pembaharu Kontemporer dari Tunisia dalam kitabnya Ushul al-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam, ia menyampaikan bahwa hal pertama dan utama yang harus diperbaiki dalam membangun masyarakat yang sejahtera adalah dimulai dari islahul ifrad atau memperbaiki individunya terlebih dahulu. Jika setiap individu dapat memperbaiki pola pikir (mindset), dan membangun semangat dalam dirinya untuk berbuat baik serta berusaha, maka niscaya kesejahteraan dalam skala besar pun dapat diwujudkan. 


Melalui tulisan ini, kita semua telah mengetahui bahwa kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia yang harus dipenuhi. Baik kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan. Maka, memahami konsep dasar kesejahteraan dan langkah dalam meraihnya sangat lah penting bagi setiap manusia, khususnya mengenai konsep Al-Qur'an dalam mewujudkan kesejahteraan yang dicita-citakan ini. 


Indonesia, sebagai negeri Gemah Ripah Loh Jinawi atau negeri yang kaya akan sumber daya alam, subur makmur, cukup sandang dan pangan harus memanfaatkan kenikmatan ini dengan sebaik-baiknya. Masyarakat dan para pemangku kebijakan di Indonesia sepatutnya menjaga dan mengelola kekayaan ini dengan sungguh-sungguh. Sehingga, kedaulatan pangan, ketentraman, keadilan, dan kemakmuran pun dapat tercapai untuk menjadi bangsa dan negara yang sejahtera. 


Terakhir, selain membangun sikap optimis untuk menyongsong masa depan kehidupan yang sejahtera, kita sebagai makhluk sosial harus menyadari, peduli, melihat lingkungan sekitar dan peka terhadap hal-hal apa saja yang harus diperbaiki, ditanam, serta dipulihkan. 


Selain itu, sebagai sesama makhluk di bumi, setiap kita harus saling mengulurkan tangan, membantu saudara-saudara yang membutuhkan, berempati, serta menciptakan kehidupan yang harmonis. Sehingga, untuk mewujudkan dan menghidupkan cita-cita al-Quran dalam menggapai kesejahteraan yang didambakan oleh seluruh manusia di muka bumi ini pun dapat ditunaikan dan ditegakkan dengan baik.


Nata Sutisna, Mahasiswa Universitas al-Zaitunah, Tunisia