Ilmu Hadits

Hadits Doa Bulan Rajab Lengkap dengan Analisis Sanad dan Matan

Sen, 23 Januari 2023 | 09:00 WIB

Hadits Doa Bulan Rajab Lengkap dengan Analisis Sanad dan Matan

Hadits menyebutkan doa Rasulullah ketika memasuki bulan Rajab. (Ilustrasi: NU Online)

Seiring masuknya bulan Rajab, umat Islam banyak berdoa dengan doa bulan Rajab yang sangat populer, yaitu “allahumma bariklana fi rajaba wa sya'bana wa ballighna ramadhana”. Ya Allah berkahilah kami di dalam bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan. Namun begitu ada sebagian orang yang masih enggan berdoa dengan doa populer bulan Rajab ini karena alasan status sanad haditsnya daif, tidak shahih, dan semisalnya.


Lalu bagaimana sebenarnya penjelasan ulama mengenai hadits doa bulan Rajab yang sangat populer ini?


Analisis Sanad Hadits Doa Bulan Rajab

Secara lengkap redaksi hadits doa bulan Rajab sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad Ahmad adalah sebagai berikut:


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ، عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ: اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ. وَكَانَ يَقُولُ: لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ غَرَّاءُ وَيَوْمُهَا أَزْهَرُ


Artinya, “Abdullah menceritakan kepadaku: “Ubaidillah bin Umar menceritakan kepadaku, dari Zaidah bin Abir Ruqad, dari Ziyad An-Numairi, dari Anas bin Malik, ia berkata: “Ketika masuk bulan Sya'ban Nabi saw sering berdoa: “Ya Allah, Ya Allah berkahilah kami di dalam bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” Beliau juga bersabda: “Malam Jumat adalah yang indah dan hari Jumat adalah hari yang cerah.” (HR Ahmad).


Selain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits ini juga diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam kitab Mu'jamul Ausath, Al-Bazzar dalam Musnad, Imam Al-Baihaqi dalam Sunan, Ibnu Asakir dalam Tarikh, dan Abu Naim dalam Hilyah. Adapun status sanadnya memang diperselisihkan. Ada yang mengatakan daif, dan adapula yang tidak mendaifkannya. Status daif sanadnya karena dalam terdapat perawi bernama Zaidah bin Abi Ruqad dan Ziyad An-Numairi.


Ziyad An-Numairi dinilai daif oleh banyak ulama, semisal Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqribut Tahdzib. Demikian pula Abu Hatim dan Abu Dawud, seperti dijelaskan oleh Al-Mizi dalam Tahdzibul Kamal. Namun demikian, Ibnu 'Adi tidak mempermasalahkan haditsnya asal yang meriwayatkan darinya adalah perawi tsiqah. Ibnu 'Adi mengatakan: “Menurutku, bila perawi yang meriwayatkan darinya adalah perawi tsiqah maka sanad haditsnya tidak masalah.” (Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Taqribut Tahdzib, [Suriyah, Darur Rasyid: 1976], juz I, halaman 220; Yusuf bin Az-Zaki Al-Mizi: 1980), juz IX, halaman 493; dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzibut Tahdzib, juz III, halaman 325).


Demikian pula dengan Zaidah bin Abir Ruqad. Dinilai daif oleh banyak ulama hadits seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqribut Tahdzib, namun ada pula ulama yang menilainya tidak masalah. Seperti Al-Qawariri yang mengatakan: “Ia adalah perawi yang tidak masalah. Aku menulis seluruh hadits darinya.” Demikian pula Al-Bazzar yang tidak mempermasalahkannya. (Al-Asqalani, Taqribut Tahdzib, juz I, halaman 213; dan Al-Asqalani, Tahdzibut Tahdzib, juz III, halaman 263).


Pandangan menarik datang dari Al-Haitsami. Saat mentakhrij hadits tentang malaikat pencari halaqah dzikir yang diriwayatkan Al-Bazzar dari jalur Zaidah bin Abir Ruqad dan Ziyad An-Numairi ia berkata:


رواه البزار من طريق زائدة بن أبي الرقاد عن زياد النميري وكلاهما وثق على ضعفه فعاد هذا إسناده حسن


Artinya, “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari jalur Zaidah bin Abir Ruqad dan Ziyad An-Numairi. Keduanya tsiqah atau dipercaya meriwayatkan hadits meskipun daif. Maka sanad hadits ini kembali menjadi hasan.” (Nurruddin bin Abi Bakar Al-Haitsami, Majma'uz Zawaid wa Manba'ul Fawaid, [Beirut, Darul Fikr: 1412 H], juz X, halaman 77).


Respek Al-Haitsami terhadap kedua perawi tampak pula saat ia men-takrij hadits doa bulan Sya'ban. Ia menegaskan:


رواه البزار والطبراني في الأوسط وفيه زائدة بن أبي الرقاد وفيه كلام وقد وثق


Artinya, “Hadits doa bulan Sya'ban ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan At-Thabarani dalam Al-Ausath. Dalam sanadnya terdapat Zaidah bin Abir Ruqad. Kredibilitasnya diperbincangkan. Ia dinilai tsiqah dalam meriwayatkan hadits.” (Al-Haitsami, Majma'uz Zawaid, juz III, halaman 340).


Dari uraian ini dapat dipahami, bahwa perawi hadits doa bulan Sya'ban yang bernama Zaidah bin Abi Ruqad dan Ziyad An-Numairi memang diperselisihkan kredibilitasnya. Pun demikian merujuk pendapat Nurrudin Al-Haitsami kredibilitas keduanya tidak menjadi masalah. Meskipun dinilai lemah, tapi mereka tetap dipercaya dalam meriwayatkan hadits, sehingga status sanad haditsnya naik menjadi hasan.


Penjelasan Matan Hadits Doa Bulan Rajab

Meskipun sanadnya diperselisihkan, sebenarnya ulama tidak mempermasalahkan hadits tersebut. Sebagaimana prinsip yang sudah sangat maklum, boleh mengamalkan hadits daif dalam fadhailul a'mal. Karenanya doa bulan Sya'ban tersebut tetap sunnah dibaca dan diamalkan. Dengan doa ini kita mengharap keberkahan di bulan Rajab dan Sya'ban, serta diberi kesempatan untuk menjumpai bulan Ramadhan. Maksudnya, dengan doa bulan Sya'ban itu kita memohon diberi taufiq atau kemudahan menjalankan ketaatan dan ibadah, serta kemudahan menghindarkan diri dari kejahatan dan dosa.


Lebih luas merujuk penjelasan Ibnu Rajab Al-Hanbali, dalam hadits tersebut juga terdapat dalil kesunahan berdoa agar tetap diberi kesempatan hidup sampai waktu-waktu yang mulia untuk melakukan berbagai amal shaleh di dalamnya.


Suatu ketika ada orang shaleh yang sakit sebelum bulan Rajab. Lalu ia berkata: “Sungguh aku memohon kepada Allah agar menunda kematianku sampai bulan Rajab, karena telah sampai riwayat kepadaku bahwa Allah mempunyai orang-orang yang dimerdekakan (dari api neraka: pen).”  


Kemudian Allah memenuhi harapan orang itu dan ia baru wafat di bulan Rajab.


Bulan Rajab adalah kunci bulan-bulan penuh berkah dan kebaikan yang datang setelahnya. Karenanya bulan Rajab menjadi bulan yang strategis untuk memulai berbagai amal shaleh dan seluruh kebaikan.


Abu Bakar Al-Warraq Al-Balkhi mengatakan: “Bulan Rajab ibarat angin, bulan Sya'ban ibarat mendung, sementara bulan Ramadhan ibarat hujan.”


Ulama lain berujar: “Tahun itu ibarat pohon. Bulan Rajab ibarat hari tumbuh dedaunannya, bulan Sya'ban ibarat hari tumbuh ranting-rantingnya, sementara bulan Ramadhan ibarat hari memanennya. Panen orang-orang beriman selayaknya seperti orang yang telah menghitamkan catatan amalnya dengan berbagai dosa, kemudian memutihkannya pada bulan Sya'ban ini. Demikian pula orang yang telah menyia-nyiakan umurnya dengan banyak menganggur, hendaknya memanfaatkan sisa umurnya sebaik mungkin.”(Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma'arif, halaman 130). Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online