Sirah Nabawiyah

Sejarah Bulan Haram Sebelum Masa Islam

Rabu, 3 Agustus 2022 | 19:00 WIB

Sejarah Bulan Haram Sebelum Masa Islam

Dalam bulan haram nyaris seluruh pertikaian dan peperangan berhenti. Bahkan mereka pun menghentikan aktivitas berburu hewan karena bagaimana pun hal itu mengalirkan darah atau menghilangkan nyawa seperti halnya peperangan.

Dalam Islam dikenal 4 bulan haram atau bulan mulia dalam Islam. Yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijah, Muharram dan Rajab. Namun sebenarnya bagaimana awal mula 4 bulan haram itu dimuliakan?


Jauh sebelum Islam datang, masyarakat Arab khususnya kota Makkah telah memuliakan 4 bulan haram. Di tengah berbagai peperangan dan permusuhan yang menjangkiti masyarakat Arab karena fanatisme kesukuan akut, mereka sepakat menghentikan peperangan itu ketika 4 bulan haram tiba. Mereka sangat memuliakannya dan bulan-bulan haram menjadi bulan perdamaian yang berlaku secara menyeluruh.


Dalam bulan haram nyaris seluruh pertikaian dan peperangan berhenti. Bahkan mereka pun menghentikan aktivitas berburu hewan karena bagaimana pun hal itu mengalirkan darah atau menghilangkan nyawa seperti halnya peperangan.


Empat bulan haram menjadi kesempatan besar bagi masyarakat Arab utamanya di tanah Hijaz untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi demi memenuhi kebutuhan hidupnya. 4 bulan haram menjadi sangat penting untuk dimuliakan, terlebih tidak ada pemimpin yang benar-benar disegani untuk mengelola konflik sosial yang terus berkelanjutan seiring fanatisme kesukuan yang sangat kuat di sana.


Empat bulan haram menjadi kesempatan besar bagi para pedagang untuk melangsungkan bisnisnya. Bagi para petani untuk menjual hasil-hasil pertaniannya. Bagi para peternak untuk menjual hewan, bulu wol dan hasil ternak lainnya.

Bisa dibayangkan bagaimana repotnya bila tidak ada jeda bulan haram, bulan perdamaian. Kapan orang-orang Arab dapat melakukan aktifitas ekonomi secara aman dan tenang tanpa was-was dari gangguan keselamatan? (Ahmad Ibrahim Syarif, Makkah Madinah fil Jahiliyah wa ‘Ahdir Rasul, juz I, halaman 163-165).


Begitu pentingnya bulan haram bagi masyarakat Arab sehingga dalam Al-Qur’an diungkapkan:


جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلَائِدَ، ذَلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، وَأَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ


Artinya,”Allah telah menjadikan Kakbah rumah suci tempat manusia berkumpul, menjadikan bulan-bulan haram sebagai waktu yang aman dari peperangan, hewan hadyu sebagai penyempurna kekurangan ibadah haji dan qala'id sebagai jaminan keamanan ketika mereka keluar dari Makkah. Yang demikian itu agar kamu mengetahui, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Maidah: 97)


Karena latar belakang sosio-kultural semacam itulah masyarakat Arab sangat mengagungkan bulan-bulan haram dan menyakralkannya. Mereka berkeyakinan, bahwa merusak keagungan dan kesakralan bulan-bulan haram akan mendatangkan petaka dan kesialan.


Oleh karena itu, masyarakat Arab Jahiliyah secara luas akan mentang siapapun dan apapun yang merusak kedamaian di bulan-bulan haram, yang telah menjadi bagian kehidupan, bagian dari eksistesi ekonomi, sosial, kepercayaan atau keyakinan dan peradaban mereka. Wallahu a’alam. (Ibrahim Syarif : I/163-165).


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online