Kajian Hadits: Jin Qarin yang Selalu Menyertai Manusia

Pasca ramai fenomena cek khadam di media sosial, sebagian orang bertanya apakah khadam memiliki kaitan dengan qarin. Artikel ini akan memaparkan bahwa setiap manusia memiliki qarin sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits Nabi saw.
 

Jika kita menelisik riwayat mengenai qarin, terdapat beberapa hadits yang berbeda-beda lafalnya. Kendati demikian, perbedaan tersebut tidak begitu kontras sehingga substansinya dapat disebut memiliki keserupaan. Misalnya dalam riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Mu’jam Al-Kabir:
 

عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: ليس منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الشياطين. قالوا: وأنت يارسول الله؟ قال: نعم ولكن الله أعانني عليه فأسلم
 

Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: 'Rasulullah saw bersabda, ‘Tidak seorang pun dari kalian kecuali telah disertakan baginya seorang qarin (teman) dari kalangan setan’. Mereka bertanya, ‘Apakah juga engkau, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Ya, tetapi Allah telah menolongku sehingga ia masuk Islam/aku selamat’.” (HR Al-Baihaqi dalam Al-Mu’jam Al-Kabir).
 

Demikian pula dalam riwayat Shahih Muslim:
 

عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: ما منكم من أحد إِلا وقد وُكِّلَ به قرينُه من الجنِّ وقرينُه من الملائكة، قالوا: وإِيّاك يا رسول الله؟ قال: وإِيايَ، إِلا أَنَّ الله أعانني عليه فأَسْلَمَ، فلا يأمرني إِلا بخير. أخرجه مسلم
 

Artinya, “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, 'Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali telah disertakan baginya seorang qarin (teman) dari kalangan jin dan seorang qarin dari kalangan malaikat.” Mereka bertanya, “Apakah juga engkau, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, termasuk aku, tetapi Allah telah menolongku sehingga aku selamat/ia masuk Islam, maka ia tidak memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan.” (HR Muslim).
 

Berdasarkan hadits di atas, terdapat kesimpulan bahwa qarin tidak hanya berasal dari bangsa jin, akan tetapi ada pula yang berasal dari bangsa malaikat. Tampak bahwa qarin yang dimaksud dalam hadits serupa dengan asal maknanya dalam bahasa Arab, yaitu ‘sesuatu yang menyertai’, ‘teman’, ‘pasangan’ dan makna lain yang semacamnya. (Ibrahim Mushtafa, dkk, Al-Mu’jamul Wasith, [Kairo: Majma’ Lughah al-‘Arabiyyah, t.t.], jilid II, halaman 231). 
 

Kedua hadits di atas dapat disepakati keshahihannya karena terdapat dalam Shahih Muslim. Adapun terkait pemaknaan hadits qarin yang menyertai Nabi saw apakah masuk Islam atau tidak, para ulama sebenarnya memiliki ragam pendapat. 
 

Al-Khithabi mengomentari makna yang benar adalah qarin Nabi Muhammad saw tidak memengaruhi beliau kepada hal-hal yang buruk dan tercela, sehingga Nabi saw selamat dari qarinnya. Sedangkan Qadhi ‘Iyadh menyebut ada pendapat yang mengatakan, makna yang benar adalah qarin Nabi saw adalah muslim, sehingga tidak mempengaruhinya kecuali kepada kebaikan saja. 
 

Berdasarkan hadits ini juga menurut Qadhi ‘Iyadh, muncul kesepakatan umat Islam terhadap ‘ishmah atau terjaganya Nabi saw dari qorin yang ada di dalam tubuh, pikiran, dan lisannya (Ibnul Jarud, Al-Muntaqa minas Sunan Al-Musnadah, [Beirut: Muassasatul Kitab At-Tsaqafiyyah, 1988], jilid IV, halaman 2167).
 

Selain itu, dapat disimpulkan pula dari hadits di atas bahwa setiap manusia memiliki dua qarin. Satu dari bangsa jin dan satu lagi dari bangsa malaikat. Dua qarin inilah yang dinilai mempengaruhi perbuatan manusia, baik pada kebaikan atau kejahatan. Ad-Dahlawi menyebutkan:
 

بكل أحد من بني آدم مصاحب من الملك ومصاحب من الشيطان، وهو القرين، فقرينه من الملائكة يأمره بالخير، وقرينه من الشيطان يأمر بالشر، وقد ورد في بعض الروايات أنه لا يولد لبني آدم ولد إلا يولد لإبليس مثله ويوكل به
 

Artinya, “Setiap anak Adam memiliki teman dari malaikat dan teman dari setan, yang disebut 'qorin'. Qarin dari malaikat memerintahkan manusia untuk berbuat baik, sementara qarin dari setan memerintahkannya untuk berbuat jahat. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa setiap kali lahir seorang anak Adam, maka lahir pula seorang setan yang ditugaskan untuk mengawalnya." (‘Abdul Haqq ad-Dahlawi, Lam’atut Tanqih fi Syarh Misykatil Mashabih, [Damaskus: Darun Nawadir, 2014], jilid I, halaman 321).
 

Dalam hadits di atas juga terdapat isyarat untuk waspada terhadap fitnah dan bahaya yang berasal dari bisikan qarin yang dapat menyesatkan atau memberi sugesti seseorang pada keburukan. (Ibnul Jarud, IV/2167).
 

Terdapat keterangan tambahan dari Ibnu Katsir, malaikat yang ditugaskan sebagai qarin bukanlah malaikat yang bertugas menjaga manusia sebagaimana disebut dalam surat Ar-Ra’d ayat 11.
 

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِۗ 
 

Artinya, “Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah.” (QS Ar-Ra’d [13]: 11). (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-‘Arabi: 1408], jilid I, halaman 55):
 

Kesimpulannya, hadits yang dibahas menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki dua qarin: satu dari bangsa jin dan satu dari bangsa malaikat. Kedua qarin ini mempengaruhi perilaku manusia, baik menuju kebaikan maupun kejahatan. Selain itu, hadits tersebut menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap bisikan qarin dari kalangan jin yang mengarah pada perilaku yang buruk. 
 

Yang terpenting, meskipun kita tahu bahwa qarin dari kalangan jin dapat membisiki perbuatan buruk, kita tetap harus membangun karakter diri sendiri menjadi pribadi yang baik supaya kecenderungan terhadap perilaku buruk tergantikan oleh perbuatan-perbuatan baik. Wallahu a’lam.
 

 

Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Darussunnah Jakarta