Ilmu Hadits

Kajian Hadits Makan Sahur saat Azan Subuh

Sab, 16 Maret 2024 | 02:30 WIB

Kajian Hadits Makan Sahur saat Azan Subuh

Ilustrasi kajian hadits tentang makan sahur saat azan subuh.

Bulan Ramadhan sangat tepat disebut sebagai bulan penuh berkah, rahmat, pahala, dan segala kebaikan-kebaikan ukhrawi. Karena banyaknya ladang pahala yang Allah swt sediakan pada bulan tersebut, baik yang bersifat wajib maupun sunah. Salah satunya adalah makan sahur. Makan dan minum setelah lewat tengah malam sebagai penunjang energi agar lebih kuat dalam menjalankan ibadah puasa ini juga bernilai pahala.
 

Sahur merupakan salah satu kesunahan dalam bulan Ramadhan. Bahkan, andai seseorang mampu berpuasa tanpa sahur pun, ia tak seyogianya meninggalkan santap sahur. Sabda Rasulullah saw dalam Musnad Ahmad:
 

السَّحورُ أُكْلةُ بَرَكةٍ، فلا تَدَعوه، ولو أنْ يَجرَعَ أَحَدُكم جُرْعةً من ماءٍ؛ فإنَّ اللهَ وملائكتَه يُصلُّونَ على المُتَسَحِّرينَ
 

Artinya, "Sahur adalah makanan penuh berkah, maka jangan tinggalkan sahur. Walaupun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah merahmati dan malaikat mendoakan orang-orang yang melaksanakan sahur." (HR Ahmad). (Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad [Beirut: Mu'assasatur Risalah, 2001], juz XVII, halaman 150).
 

Mengenai waktunya, sahur bisa dimulai setelah lewat tengah malam, namun lebih baik dilaksanakan menjelang fajar terbit, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Anas ra bercerita dalam Shahihul Bukhari:
 

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ قال: قَدْرَ خَمْسِينَ آيَة
 

Artinya, "Dari Zaid bin Tsabit ra, ia bercerita: "Aku sahur bersama Rasulullah saw lalu setelah sahur beliau shalat subuh. Aku (Anas ra) bertanya: "Berapa lama jarak antara selesai sahur dan melaksanakan shalat?" Zaid menjawab: "Kira-kira waktu yang cukup untuk membaca 50 ayat'." (HR Al-Bukhari). (Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 1993], juz II, halaman 678).
 

Dalam hadits sangat jelas terlihat, Rasulullah saw memberi jarak antara menyelesaikan sahur dan melaksanakan shalat subuh. Sebelum fajar terbit beliau sudah menyelesaikan sahurnya.
 

Inilah hikmah adanya waktu imsak sebelum masuk waktu subuh. Selain berfungsi sebagai alarm waktu sahur tinggal sedikit, juga sebagai patokan untuk mengikuti Rasulullah saw dalam hal mengakhirkan sahur.
 

Waktu sahur sendiri berakhir bersamaan dengan waktu dimulainya puasa sekaligus masuknya waktu shalat subuh, yakni terbitnya fajar. Maka, ketika azan subuh berkumandang, pertanda fajar sudah terbit, waktu sahur sudah selesai. Puasa sudah harus dimulai, maka makan dan minum saat azan subuh berkumandang berarti membatalkan puasa. 
 

Adapun pendapat yang mengatakan boleh meneruskan makan ketika azan subuh berkumandang, jelas keliru. Barangkali pemahaman ini berangkat dari pemahaman yang sepotong-sepotong terhadap hadits riwayat Imam Al-Bukhari di bawah ini:
 

لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُم
 

Artinya, "Jangan sampai azan yang dikumandangkan Bilal mencegah kalian dari sahur. Sesungguhnya dia azan pada waktu malam untuk memberitahu orang yang qiyamullail agar beristirahat, dan (ia azan) untuk membangunkan orang yang masih tertidur." (HR. Al-Bukhari). (Al-Bukhari, I/224).
 

Hadits ini memang menunjukkan bahwa ketika azan sudah berkumandang, masih boleh melaksanakan sahur. Namun perlu diperhatikan bahwa azan Bilal ra dikumandangkan pada saat hari masih malam. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut, hadits di atas perlu dikorelasikan dengan hadits lain yang juga riwayat Imam Al-Bukhari seperti hadits di bawah ini:
 

أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا  حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ
 

Artinya, "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan di waktu malam, lalu Rasulullah bersabda: Makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan. Karena dia tidak mengumandangkannya kecuali setelah fajar terbit." (HR. Al-Bukhari). (Al-Bukhari, II/677).
 

Berkaitan hadits tersebut Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari memberi penjelasan sebagai berikut:
 

وَأَقْرَبُ مَا يُقَالُ فِيهِ إِنَّ أَذَانَهُ جُعِلَ عَلَامَةً لِتَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، وَكَأَنَّهُ كَانَ لَهُ مَنْ يُرَاعِي الْوَقْتَ بِحَيْثُ يَكُونُ أَذَانُهُ مُقَارِنًا لِابْتِدَاءِ طُلُوعِ الْفَجْرِ 
 

Artinya, "Penjelasan paling mendekati kebenaran adalah bahwa azan Ibnu Ummi Maktum dijadikan sebagai tanda haramnya makan dan minum. Sepertinya Ibnu Ummi Maktum punya orang yang bertugas memeriksa waktu shalat agar azannya bersamaan dengan awal terbitnya fajar." (Ahmad bin Hajar Al-'Asqalani, Fathul Bari, [Mesir: Maktabah Salafiyyah, 1970], juz II, halaman 100).
 

Ibnu Ummi Maktum ra membutuhkan orang lain untuk mengetahui waktu masuknya shalat karena beliau sendiri tunanetra, sehingga tidak dapat melihat terbitnya fajar. Dari sini dapat dipahami bahwa azan yang dikumandangkan Ibnu Ummi Maktum adalah azan subuh, karena dikumandangkan ketika fajar terbit. Sehingga dapat disimpulkan ketika azan subuh telah dikumandangkan, kegiatan sahur harus dihentikan saat itu juga. Wallahu a'lam.


Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo