Ilmu Hadits

Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah

Ahad, 19 Januari 2025 | 17:00 WIB

Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah

Ilustrasi pendidikan. Sumber: Canva/NU Online.

Sebuah keluarga adalah institusi pertama dan utama bagi seorang anak untuk belajar, berinteraksi, serta mengeksplorasi tumbuh kembangnya. Keluarga menjadi tempat awal pendidikan bagi anak sebelum ia memasuki jenjang pendidikan formal. Idealnya, perkembangan anak di usia dini harus dioptimalkan oleh kedua orang tua sebagai fondasi yang kokoh untuk masa depan mereka.


Pengalaman seorang anak di masa dewasa pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan pendidikan yang diterima di keluarga. Meskipun bukan satu-satunya faktor, pendidikan dalam keluarga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas kehidupan anak ketika ia tumbuh dewasa.


Secara eksplisit, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Namun, agama atau keyakinan yang dianut seorang anak sering kali ditentukan oleh pengaruh pola pikir dan pandangan orang tuanya.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تُنَاتَجُ الإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ؟ " قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ؟ قَالَ: اللهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ


Artinya, “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: 'Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian atau tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana unta melahirkan anaknya yang sempurna. Adakah kamu melihat ada cacat pada anak unta tersebut?' Para sahabat bertanya: 'Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak kecil yang meninggal sebelum dewasa?' Rasulullah menjawab: 'Allah lebih mengetahui apa yang akan mereka perbuat'." (HR. Ibnu Hibban)


Imam Al-Ghazali menggambarkan kondisi batin seorang anak seperti permata yang bersih, murni, dan belum terpahat. Anak cenderung menerima dan terpengaruh oleh apa pun yang diajarkan kepadanya. Oleh sebab itu, anak merupakan amanah besar yang harus dijaga dan dibimbing oleh kedua orang tuanya. (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, [Beirut, Darul Ma’rifah:1982], Juz III, hlm. 72).


Menyadari pentingnya pola asuh dalam membentuk karakter dan kepribadian anak, orang tua perlu memahami prinsip-prinsip utama pengasuhan anak (parenting) yang ditekankan oleh Nabi Muhammad. Berikut adalah tiga poin panduan dalam mendidik anak serta hal-hal yang perlu dihindari menurut hadits.


1. Mengenalkan Aqidah Sejak Dini

Pendidikan yang paling utama yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak adalah pendidikan aqidah. Sejak dini, anak perlu dididik dengan pemahaman aqidah yang benar sebagai landasan keimanan. Terlebih di era modern ini, dengan arus informasi yang begitu masif, anak-anak rentan terpengaruh oleh berbagai pandangan yang dapat memengaruhi pemahaman aqidah mereka.


Orang tua memiliki peran penting dalam membangun fondasi aqidah yang kokoh bagi anak. Fondasi ini akan menjadi pegangan sepanjang hidup mereka, sehingga anak tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang menyesatkan. Hal ini sejalan dengan penekanan Rasulullah terhadap pentingnya pendidikan aqidah yang benar dalam kehidupan seorang muslim.


يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ


Artinya, “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah (perintah) Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan bisa mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR.  At-Tirmidzi)


Nabi memberikan pemahaman aqidah yang cukup sederhana. Bahwa segala urusan yang ada di dunia semuanya hak kuasa dari Allah. Belakangan, setelah berkembangnya ilmu aqidah, kita mengenalnya dengan sifat jaiz dari Allah atau hak prerogatif Allah.


2. Membimbing Peribadatan

Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan segala peribadatan sedari mukallaf sampai tutup usia. Ada-ada beberapa faktor (udzur syar'i) yang membolehkannya tidak melaksanakan peribadatan-peribadatan. Namun dalam keadaan normal, peribadatan menjadi tanggungan bagi individu ('ain) maupun kolektif (kifayah).


Tentu, dalam melaksanakan ibadah secara repetitif sepanjang hayat memungkinkan timbul rasa jenuh, bosan bahkan malas. Untuk menanggulangi kebosanan pelaksanaan ibadah, seseorang harus dituntun beribadah sejak dini. Terlebih lagi shalat.


Untuk menumbuhkan kebiasaan beribadah, anak harus dididik supaya rajin beribadah. Segala sesuatu yang sudah tertanam sejak awal, akan menjadi sistem dengan sendirinya. Maka, seorang anak akan memiliki sistem dalam dirinya untuk terus melaksanakan ibadah.


Akan tetapi, masa mendidik seorang anak dalam melaksanakan shalat bukan berarti pada masa bermain mereka yakni kisaran tiga sampai delapan tahun. Syariat menyatakan anak baru memiliki tanggungan shalat ketika berumur sembilan tahun. Karena di masa tersebut anak sudah mulai matang dalam berpikir dan menentukan mana yang baik dan salah.


مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِينَ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ، وَإِذَا أَنْكَحَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ، فَلَا يَنْظُرَنَّ إِلَى شَيْءٍ مِنْ عَوْرَتِهِ، فَإِنَّ مَا أَسْفَلَ مِنْ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مِنْ عَوْرَتِهِ


Artinya, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika meninggalkan sholat) ketika berusia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan). Jika salah seorang dari kalian menikahkan budaknya atau pekerjanya, maka janganlah ia melihat bagian auratnya. Sesungguhnya bagian aurat itu adalah apa yang ada di bawah pusar hingga lututnya.” (HR. Imam Ahmad)


3. Menanamkan Cara Bersikap atau Etika Yang Baik 


Pengajaran yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan etika yang baik kepada anak. Etika atau sikap yang baik tidak bisa dibentuk hanya dalam waktu satu atau dua tahun. Orang tua memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menumbuhkan karakter anak yang sesuai dengan nilai-nilai agama, moral, dan sosial.


Dalam membimbing anak untuk memiliki perilaku yang beretika, pengajaran tidak cukup hanya melalui perkataan. Anak belajar lebih efektif dari tindakan dan teladan yang diberikan oleh orang tua.

 

Oleh karena itu, salah satu cara terbaik untuk menanamkan sikap dan etika yang baik adalah dengan menjadi suri teladan yang nyata bagi anak. Ketika orang tua memperlihatkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari, anak secara alami akan meniru dan menjadikannya bagian dari karakternya.


مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ نُحْلًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ


Artinya, “Tidak pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih utama daripada adab yang baik.” (HR. Imam Ahmad)


Pengajaran dengan prinsip-prinsip akhlak terhadap seorang anak memiliki tujuan pembiasaan serta tumbuh di atasnya. Dengan begitu, anak akan lebih mudah menerima akhlak tersebut ketika beranjak dewasa, karena telah terbiasa dengan prinsip-prinsipnya sejak kecil. 


Sebab, berkembangnya seseorang sejak kecil dalam suatu hal akan menjadikannya sebagai kebiasaan (habit). (Al-Mawardi, Adabud Dunya wad Din [Beirut, Darul Maktabah Al-Hayah: 1986], hal, 233)


Hal yang Harus Dijauhkan Oleh Orang Tua

Selain memahami beberapa hal yang harus orang tua ajarkan, pun orang tua harus mengerti apa yang penting untuk dijauhkan. Hal tersebut adalah menjauhkan anak dari kekerasan dalam rumah tanggah.


KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang menimpa seorang anak akan menghambat perkembangannya. Lebih dari itu, kekerasan akan memicu trauma psikologis, kemunduran kecerdasan, dan rendahnya harapan hidup.


Karena memang begitu berbahayanya kekerasan yang menimpa anak, Nabi sangat menjauhinya. Salah satu dari sahabat bernama Anas bersaksi, dalam masa pengabdiannya selama sembilan tahun (sejak umur sepuluh tahun) Nabi tidak pernah satu kali pun menuntut dengan pertanyaan-pertanyaan yang sensitif, apalagi melakukan tindakan kekerasan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Anas:


وَاللهِ لَقَدْ خَدَمْتُهُ تِسْعَ سِنِينَ، مَا عَلِمْتُهُ قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا، أَوْ لِشَيْءٍ تَرَكْتُهُ هَلَّا فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا 


Artinya, “Demi Allah, aku telah melayani beliau selama sembilan tahun. Aku tidak pernah mengetahui beliau berkata kepada sesuatu yang aku lakukan, 'Mengapa engkau melakukannya?' dan tidak pula kepada sesuatu yang aku tidak lakukan, 'Mengapa engkau tidak melakukannya?.


Demikianlah poin-poin pola pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Semoga para orang tua dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip parenting ala Nabi dalam mendidik anak-anak mereka, sehingga tercipta generasi yang berakhlak mulia, berilmu, dan berkualitas. Wallahu a'lam.


Ustadz Shofi Mustajibullah, Mahasiswa Pascasarjana UNISMA dan Pengajar Pesantren Kampus Ainul Yaqin.