Khutbah

Khutbah Jumat: 4 Bahaya Mengonsumsi Perkara yang Tak Halal

Kam, 6 Juni 2024 | 10:00 WIB

Khutbah Jumat: 4 Bahaya Mengonsumsi Perkara yang Tak Halal

Makanan haram. (Foto: NU Online/Freepik)

Berkat anugerah Allah, kita bisa menikmati berbagai macam makanan, minuman, dan karunia lainnya. Namun hanya yang halal dan baik saja yang diperkenankan Allah kepada kita. Ini artinya, ada beberapa makanan dan minuman yang dikecualikan dan tidak diizinkan dalam syariat Allah. Lantas mengapa Allah mengharamkannya dan apa bahayanya perkara haram bagi hamba-Nya?


Khutbah Jumat ini berjudul “Khutbah Jumat: 4 Bahaya Mengonsumsi Perkara yang Tak Halal”. Untuk mencetak khutbah ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!


Khutbah I 

 

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِن سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن،

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَقَالَ : يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ

 

Sidang Jumat yang dirahmati Allah

Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt. Dzat yang tiada hentinya melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, termasuk nikmat taufik, hidayah, dan nikmat berjamaah Jumat seperti sekarang ini.


Shalawat teriring salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Nabi Muhammad saw. Shalawat dan salam juga semoga terlimpah kepada para sahabat, para tabi'in dan tabiatnya, hingga kepada kita semua selaku umatnya.


Tak lupa, melalui mimbar ini, khatib sampaikan pesan takwa dan kebaikan, agar kita senantiasa bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga kita mendapat ridha dan rahmat-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 


Sidang Jumat rahimakumullah

Berkat anugerah Allah, kita bisa menikmati berbagai macam makanan dan minuman. Namun, perlu diingat, hanya perkara halal dan baik saja yang Allah perkenankan kepada kita, sebagaimana ayat Al-Quran:

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا

 

Berdasar ayat ini, kita tahu bahwa ada beberapa makanan dan minuman yang dikecualikan bahkan diharamkan oleh Allah sehingga tidak boleh bahan konsumsi kita.  


Sungguh tidak ada yang sia-sia dalam perkara yang telah ditetapkan Allah. Termasuk dalam larangan menggunakan atau mengonsumsi sesuatu yang haram atau tidak halal.


Namun, khusus kaitan dengan makanan atau minuman, khatib jelaskan bahwa yang haram atau yang tidak halal itu ada yang bersifat dzati, dan ada yang bersifat aridhi. Yang haram secara dzati adalah makanan atau minuman yang sudah tetapkan syariat perihal keharamannya. Sedangkan, makanan haram bersifat ‘aridhi adalah makanan atau minuman yang haram karena cara memperolehnya, seperti yang diperoleh dari usaha curang, menipu, mencuri, mengghasab, dan sebagainya.


Lantas mengapa Allah mengharamkannya? Apa juga bahayanya? Maka dalam khutbah singkat ini, khatib akan mengulas dampak dan bahaya perkara haram. Tentu yang dimaksud perkara haram tidak hanya mencakup makanan atau minuman haram dzati dan aridhi tadi, tetapi juga mencakup di luar makanan dan minuman, seperti pakaian  atau barang guna pakai lainnya yang secara ‘aridhi atau karena cara memperolehnya tidak sesuai dengan tuntunan syariat, bisa juga berstatus haram.


Hadirin rahimakumullah

Selain merupakan ujian bagi hamba-Nya, perkara haram juga membawa dampak serta bahaya tertentu bagi siapa pun yang mengonsumsinya.  Kaitan ini, para ulama telah merinci sedikitnya ada empat bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan perkara yang tak halal tersebut.      


Pertama, energi tubuh yang lahir dari perkara yang tidak halal cenderung mendorong kepada kemaksiatan. Sahabat Sahl ra. mengatakan: 

 

مَنْ أَكَلَ الْحَرَامَ عَصَتْ جَوَارِحُهُ شَاءَ أَمْ أَبَى   

 

Artinya, “Siapa saja yang makan makanan yang haram, maka bermaksiatlah anggota tubuhnya, mau tidak mau.”  (Lihat: al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid 2, hal. 91). 


Pantas Rasulullah saw. menyatakan, “Tidaklah yang baik itu mendatangkan sesuatu kecuali yang baik pula.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).   


Secara tidak langsung, hadits ini mengatakan, “Tidaklah yang buruk itu mendatangkan sesuatu kecuali yang buruk. Tidaklah yang haram itu mendatangkan sesuatu kecuali yang tidak baik.” 


Sidang Jumat rahimakumullah

Kedua,  terhalangnya doa dan tertolaknya amal-amalan. Hal itu berdasarkan pesan Rasulullah saw. kepada sahabat Sa‘d ra.  


Wahai Sa‘d, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi Dzat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang memasukkan satu suap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama empat puluh hari.”  (Lihat: Sulaiman ibn Ahmad, al-Mu‘jam al-Ausath, Jilid 6, hal. 310).


Berdasarkan hadits ini, para ulama sepakat mensyaratkan diterimanya suatu amal ditopang dengan sesuatu yang halal. Hal ini dikuatkan oleh hadits tentang sedekah, di mana sedekah tidak akan diterima kecuali yang berasal dari usaha bersih dan halal.

 

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَا يَقْبَلُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ

 

Artinya, “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu shalat tanpa bersuci dan tidak menerima suatu sedekah yang berasal dari ghulul (hasil curang).” (HR. Abu Dawud).


Ketiga, sulitnya menerima ilmu Allah. Ketahuilah ilmu itu adalah cahaya, sedangkan cahaya tidak akan diberikan kepada ahli maksiat.  Itu pula yang pernah dikeluhkan oleh Imam asy-Syafi‘i kepada gurunya Imam Waki‘, sebagaimana yang populer dalam sebuah syairnya: 

 

شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعِ سُوْءَ حِفْظِي * فَأَرْشَدَنِي إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَقَالَ اِعْلَمْ بَأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرً * وَنُوْرُ اللهِ لَا يُؤْتَاهُ لِلْعَاصِي

 

Aku mengeluhkan buruknya hapalanku kepada Imam Waki‘
Beliau menyarankan kepadaku untuk meninggalkan maksiat
Dan beliau berkata, ketahuilah ilmu ialah cahaya
Sedangkan cahaya Allah tak diberikan kepada ahli maksiat



Walau asy-Syafi‘i tidak menyebutkan sulitnya menerima ilmu akibat makan makanan yang tak halal, tetapi dapat dipahami bahwa melakukan sesuatu yang tak halal itu termasuk perbuatan maksiat. (Lihat: Muhammad ibn Khalifah, Thalibul ‘Ilmi bainal Amanah wat-Tahammul,  [Kuwait: Gharas]: 2002, Jilid 1, hal. 18).   


Selain itu, makan makanan tak halal, kemaksiatan, dan perbuatan dosa secara umum juga berdampak pada malasnya beribadah, sebagaimana yang pernah dirasakan oleh Imam Sufyan as-Tsauri, “Aku terhalang menunaikan qiyamullail selama lima bulan karena satu dosa yang telah aku perbuat.” (Lihat: Abu Nu‘aim, Hilyatul Auliya, [Beirut: Darl KItab], 1974, Jilid 7, hal. 17I).


Keempat, ancaman keras di akhirat. Bentuk ancamannya apalagi jika bukan siksa neraka. Ancaman ini jelas disampaikan Al-Quran, salah satunya dalam ayat yang artinya: 


Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka),” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 10). 


Demikian pula dalam hadits, seperti yang disabdakan Rasulullah saw.

 

كُلُّ لَحْمٍ وَدَمٍ نَبَتَا مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِمَا

 

Artinya, “Setiap daging dan darah yang tumbuh dari perkara haram, maka neraka lebih utama terhadap keduanya,” (HR. ath-Thabrani).


Maka marilah kita berusaha semaksimal mungkin menghindari perkara yang haram. Bahkan tidak hanya yang haram, yang syubhat atau yang tidak jelas kehalalannya pun mesti dihindari. Mengapa harus dihindari? Karena perkara syubhat merupakan pintu masuk kepada yang haram. Demikian pesan Rasulullah saw., “Siapa saja yang jatuh kepada yang syubhat, maka ia akan terjatuh kepada yang haram.” (HR. Muslim).


Makanya sahabat Abu Bakar ra. sangat hati-hati dalam menghindari yang syubhat.


Dikisahkan, pada suatu hari, ia dibawakan makanan oleh pelayannya. Beliau pun menyantapnya. Lantas ditanya oleh si pelayan, “Apakah engkau tahu makanan itu? Beliau balik bertanya, “Memangnya itu makanan dari mana? Dijawab oleh si pelayan, “Pada zaman Jahiliah aku biasa meramal untuk seseorang. Aku sendiri tak mumpuni soal ramalan, sehingga aku sering mengelabuinya. Saat itu pun orang tersebut datang dan menemuiku serta memberikan makanan itu kepadaku. Dan makanan itu pula yang aku bawakan kepadamu sekarang.”


Mendengar demikian, Abu Bakar langsung memasukkan jarinya ke mulut, dan memuntahkan semua yang sudah masuk ke dalam perutnya. (HR. Al-Bukhari).


Dari empat poin di atas, dapat dipahami bahwa betapa bahayanya makanan atau perkara yang tak halal bagi kita, seperti beratnya beramal, tertolaknya ibadah, terhalangnya doa, terhalangnya cahaya Allah, bahkan terancam siksa di akhirat.


Sidang Jumah yang dirahmati Allah

Untuk menghindari perkara haram, maka marilah kita meningkatkan pengetahuan akan bahaya perkara yang tak halal, serta meningkatkan pengamalannya.


Mari perbanyak mendekatkan diri kepada Allah. Namun kita tidak akan bisa mendekat diri kepada Allah selama diri kita masih kotor dan berlumur perkara yang tak halal.


Hindari pula usaha-usaha yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan syariat Allah. Bersikap wara’-lah dalam arti teliti akan sumber perkara atau makanan yang kita konsumsi. Jika dipastikan berasal dari sumber yang tidak halal atau tidak jelas, maka tinggalkanlah.


Tips agar kita terhindar dari perkara haram adalah mengetahui bahayanya dan selalu berhati-hati agar tidak terjerumus kepadanya. Sebab, banyak orang yang lalai atas perkara haram antara lain karena tidak mengetahui bahayanya, lemahnya keimanan, besarnya godaan, kuatnya desakan, lupa akan akibat siksanya di akhirat. 


Semoga kita senantiasa terpelihara dari perkara-perkara haram dan tidak halal, baik berupa ucapan, perbuatan, pakaian, maupun berupa makanan. Sebab, perkara yang tak halal sangat besar bahayanya.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ 

 

Khutbah II 

 

اَلْحَمْدُ  لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ 

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.  اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.