Khutbah

Khutbah Jumat: Agama adalah Nasihat

Jum, 7 Januari 2022 | 04:00 WIB

Khutbah Jumat: Agama adalah Nasihat

Khutbah Jumat: Agama adalah Nasihat. (Foto: Ist)

Khutbah jumat ini berjudul "Khutbah Jumat: Agama adalah Nasihat". dalam khutbah ini disampaikan penjelasan bahwa jika seseorang melihat aib atau kekurangan pada saudaranya, maka ia harus bersegera memberikan nasihat kepadanya dalam rangka mencari ridla Allah. Di pihak lain, sahabat yang dinasihati juga tidak enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu sangat bermanfaat bagi dirinya. Inilah konsep bahwa agama adalah nasihat.


Khutbah I


الحَمْدُ للهِ ذِي الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، الَّذِي أَعَزَّنَا بِالْإِسْلَامِ، وَأَكْرَمَنَا بِالْإِيْمَانِ، وَنَوَّرَ قُلُوْبَنَا بِالْقُرْآنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الَّذِي عَلَا النُّجُوْمَ وَالْكَوَاكِبَ الْعِظَامَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، بُدُوْرِ التَّمَامِ وَشُمُوْسِ دِيْنِ الْإِسْلَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Hendaklah diketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala sah bersumpah dengan apapun yang Ia kehendaki di antara makhluk-Nya. Dalam surat al-‘Ashr, Allah ta’ala bersumpah dengan al ‘Ashr yang artinya masa sebagaimana ditafsirkan sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Jadi Allah bersumpah demi masa bahwa setiap manusia itu merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Inilah sifat para hamba Allah yang saleh yang mengamalkan pesan-pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melaksanakan perintah-perintahnya. Mereka giat mempelajari ilmu agama dan sungguh-sungguh dalam mengamalkannya. Terutama para sahabat yang awal-awal masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun) yang dipuji oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:


وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ (التوبة: 100)


Maknanya: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah” (QS. at-Taubah: 100)


Allah subhanahu wata’ala memberitahukan kepada kita bahwa Ia ridla kepada mereka, karena mereka telah percaya dan beriman, belajar dan beramal, memberi dan menerima nasihat. Oleh karenanya, sudah selayaknya kita meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sudah sepantasnya kita meneladani para sahabat yang mulia, yang saling menasihati karena Allah. Sahabat yang satu menjadi cermin bagi saudara Muslim lainnya. Ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya. Jika ia melihat aib atau kekurangan pada saudaranya, ia bersegera memberikan nasihat kepadanya dalam rangka mencari ridla Allah. Di pihak lain, sahabat yang dinasihati juga tidak enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu sangat bermanfaat bagi dirinya. Salah seorang ulama salaf berkata:


إِنْ رَأَيْتَ مَنْ يَدُلُّكَ عَلَى عُيُوْبِكَ فَتَمَسَّكْ بِأَذْيَالِهِ


Artinya: “Jika engkau mengetahui ada orang yang menunjukkan kepadamu aib-aib dan kekurangan-kekuranganmu, maka berpeganglah dengannya


Diriwayatkan bahwa Sayyidina ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:


رَحِمَ اللهُ امْرَءًا أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوْبِي


Artinya: “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan kepadaku aib-aib dan kekurangan-kekuranganku”.


Para sahabat yang mulia ketika salah seorang di antara mereka bertemu dengan yang lain, mereka berjabat tangan dengan muka yang ceria dan tersenyum. Lalu mereka membaca surat al-‘Ashr karena nilai-nilai agung nan mulia yang terkandung dalam surat ini: “Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS al-‘Ashr: 1-3)


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قُلْنَا لِمَنْ؟، قَالَ صلى الله عليه وسلم: للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)


Maknanya: “Agama memerintahkan nasihat (berbuat kebaikan),” ditanyakan kepada Nabi: Kepada siapa?, Nabi menjawab: “Kebaikan kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kepada kaum muslimin secara umum (yang bukan pemimpin)” (HR Muslim)


Al-Hafizh Abu ‘Amr ibn ash-Shalah memberikan penjelasan mengenai hadits ini sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab sebagai berikut:


“Nasihat adalah kata yang padat makna, mencakup tindakan penasihat terkait yang dinasihati dengan berbagai macam kebaikan, dalam kehendak dan perbuatan.


Nasihat terkait dengan Allah adalah dengan mentauhidkan-Nya, menyifati-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan yang layak bagi-Nya, menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak layak bagi-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat kepada-Nya, melakukan berbagai ketaatan kepada-Nya dan perkara-perkara yang Ia cintai dengan penuh keikhlasan, mencintai dan membenci karena-Nya, mengajak serta mendorong orang lain kepada ini semua.


Nasihat terkait dengan Kitab Allah adalah mengimaninya, mengagungkannya, menyucikannya, membacanya dengan benar, tunduk kepada perintah-perintah dan larangan-larangannya, memahami ilmu-ilmu dan hikmah-hikmahnya, merenungkan ayat-ayatnya, mengajak orang kepadanya, menjaganya dengan menolak upaya penyelewengan orang-orang yang ekstrem dan upaya penistaan orang-orang kafir atau ateis terhadapnya.


Nasihat terkait dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan beriman kepadanya dan ajaran yang dibawanya, memuliakan dan mengagungkannya, berpegang teguh dengan ketaatan kepadanya, menghidupkan dan menyebarkan sunnahnya, memusuhi orang yang memusuhinya dan memusuhi sunnahnya, mencintai dan berpihak kepada orang yang mencintainya dan mencintai sunnahnya, berakhlak dan beradab dengan akhlak dan adabnya, serta mencintai keluarga, keturunan dan para sahabatnya, dan semacamnya.


Nasihat terkait dengan para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka dan menaati mereka dalam kebenaran, memperingatkan dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut, tidak memberontak kepada mereka, mendoakan mereka agar diberi taufiq oleh Allah serta mengajak orang lain melakukan ini semua.


Nasihat terkait dengan kaum muslimin secara umum (yang bukan pemimpin) adalah membimbing mereka kepada hal-hal yang membawa kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama dan dunia, menutupi keburukan-keburukan mereka dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan mereka, membela dan melindungi mereka dari musuh, tidak dengki dan iri terhadap mereka, mencintai untuk mereka apa yang dicintai untuk diri sendiri dan membenci untuk mereka apa yang dibenci untuk diri sendiri, dan hal-hal semacamnya.”


Kaum Muslimin rahimakumullah,

Di antara contoh nasihat adalah apa yang dilakukan oleh Imam Syafi’i seperti yang diceritakan dalam Siyar A’lam an-Nubala’ dan lainnya berikut ini.


Imam Syafi’i menjadikan Muhammad bin ‘Abdul Hakam seperti layaknya saudaranya sendiri. Imam Syafi’i begitu mencintainya, dekat dengannya dan penuh perhatian terhadapnya. Muhammad ini juga mulazamah kepada Syafi’i, mendalami ilmu fiqh dan berbagai ilmu kepadanya, bermadzhab dengan madzhabnya dan banyak berbuat baik kepadanya. Melihat kesungguhan mahabbah dan persaudaraan antara keduanya, banyak orang mengira bahwa Imam Syafi’i akan menyerahkan halaqah ilmunya di Masjid Jami’ ‘Amr bin ‘Ash setelah ia wafat kepada Muhammad bin ‘Abdul Hakam.

 

Pada saat Imam Syafi’i sedang sakit menjelang wafatnya -dan waktu itu Muhammad bin ‘Abdul Hakam tengah berada di dekat kepala Imam Syafi’i sehingga mudah untuk menunjuknya-, dikatakan kepadanya: Kepada siapakah kami belajar setelah anda, wahai Abu ’Abdillah?. Imam Syafi’i rahimahullah menjawab: “Belajarlah kalian kepada Abu Ya’qub al-Buwaithi.” Al-Buwaithi adalah murid terbesar Imam Syafi’i dan dinilai oleh Imam Syafi’i lebih alim dan lebih utama. Karenanya, Imam Syafi’i melakukan nasihat dan berbuat baik terkait dengan Allah ‘azza wa jalla dan kaum muslimin, dan tidak melakukan mudahanah (melakukan kesalahan untuk menjaga hubungan dengan orang tertentu).

 

Imam Syafi’i tidak lebih mementingkan ridla makhluk daripada ridla Allah. Ia mengarahkan orang-orang untuk belajar kepada al-Buwaithi dan lebih memilihnya daripada Muhammad bin ‘Abdul Hakam. Hal itu dikarenakan dalam penilaian Imam Syafi’i, al Buwaithi lebih layak mengajar, lebih dekat kepada sikap zuhud dan wara’, cepat meneteskan air mata, kebanyakan hari-harinya diisi dengan dzikir dan mengajarkan ilmu, dan malamnya kebanyakan diisi dengan tahajjud dan membaca al-Qur’an. Imam Syafi’i juga mempercayai al-Buwaithi untuk berfatwa dan mengarahkan orang yang meminta fatwa kepadanya.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.


     أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Ustadz Nur Rohmad, Katib Syuriyah MWCNU Dawarblandong, Mojokerto dan Pengasuh Majelis Ta’lim Nurul Falah, Mojokerto


Baca juga naskah khutbah lainnya: