Khutbah

Khutbah Jumat: Jangan Lalai Membayar Utang

Kam, 27 Oktober 2022 | 12:00 WIB

Khutbah Jumat: Jangan Lalai Membayar Utang

Khutbah Jumat ini mengajak umat Islam agar segera membayar utang. (Foto: ilustrasi NU Online)

Khutbah kali ini mengingatkan kita untuk senantiasa menjadi pribadi yang bertanggungjawab atas utang yang kita miliki pada orang lain. Utang menjadi cara untuk memenuhi kebutuhan dan diperbolehkan dalam agama Islam. Namun ada ketentuan yang harus dipenuhi agar tidak menimbulkan masalah seperti kesiapan untuk membayarnya di kemudian hari. Allah swt dan Rasulullah saw telah mengingatkan agar jangan lalai membayar utang karena akan ada pertanggungjawaban dan ancaman sejak dunia, saat kematian, di alam kubur, hingga di akhirat kelak. 


Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul “Khutbah Jumat: Jangan Lalai Membayar Utang”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!


Khutbah I


الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ 


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Segala puji bagi Allah swt yang telah menganugerahkan banyak karunia dalam kehidupan kita. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw seraya berharap syafaatnya terus mengalir kepada kita di yaumil akhir. Selanjutnya, khatib berwasiat kepada hadirin semua, khususnya kepada diri khatib sendiri untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Wujud ketakwaan ini dilakukan dengan menjalankan segala perintah Allah swt dan meninggalkan larangan-Nya. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bertakwa dan senantiasa diberikan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan di dunia. Allah berfirman:


وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا 


Artinya: “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.:” (QS: At Thalaq 2-3)


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam mengarungi kehidupan dunia, setiap dari kita pasti pernah dan sering menghadapi berbagai macam permasalahan, baik bersifat pribadi maupun permasalahan yang melibatkan orang lain. Di antara permasalahan yang sering dihadapi setiap individu adalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, berbagai cara dilakukan seperti dengan bekerja dan tak jarang dengan cara meminjam atau berutang. 


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Berutang memang diperbolehkan dalam agama. Namun ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan ketika kita memutuskan akan berutang kepada orang lain. Rasulullah pun sudah mengingatkan setiap kita yang berutang untuk segera melunasinya. Karena jika kita tidak, maka kita termasuk dalam golongan orang-orang yang akan dirusak oleh Allah dan akan bertambah sulit hidupnya karena telah merusak orang lain. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:


مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ


Artinya: “Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niatan ingin melunasinya, Allah akan melunaskannya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya” (HR Bukhari: 2387).


Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah juga telah menjelaskan bagaimana beratnya dosa orang yang melalaikan utang. Walaupun orang tersebut mati syahid sebanyak tiga kali, jika ia memiliki tanggungan utang, maka ia tidak akan masuk surga sampai ia melunasi utangnya. Sampai-sampai dalam sebuah kisah, Rasulullah saw sempat tidak berkenan untuk menshalati jenazah orang yang memiliki utang hingga sahabat Ali Bin Abi Thalib kemudian melunasi utang mayit tersebut. Rasulullah mengingatkan bahwa orang yang tidak melunasi utang akan menyesali perbuatannya. Di dalam kuburnya mereka terbelenggu tangannya dan tidak dapat dilepaskan hingga utang-utangnya dilunasi.


Bukan hanya di alam kubur, di akhirat kelak, orang yang memiliki utang akan diambil kebaikan yang telah dilakukan di dunia dan diberikan kepada orang yang memberinya utang. Setelah kebaikan yang berhutang tidak ada, maka keburukan-keburukan orang yang menghutangi dilimpahkan kepada orang yang berhutang. Hukum kausalitas (sebab-akibat) ini selaras dengan firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Az-Zalzalah ayat 7-8:


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ 


Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya.”


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Untuk menghindari hal-hal ini, setiap individu harus memikirkan dengan matang keputusan untuk berutang. Kita juga harus memiliki etika dan memiliki niat untuk mengembalikannya dengan mengusahakan dari berbagai sumber yang sudah disiapkan. Al-Qur’an juga sudah memberikan panduan agar setiap orang yang berutang untuk dapat mencatat utangnya agar tidak lupa. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan ada hak orang lain dalam utang yang dipakainya. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ  


Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun.”


Terlebih saat utang-piutang yang berjumlah besar. Setiap individu harus melakukan transaksi dengan jelas, menghadirkan saksi, dan memiliki bukti hitam di atas putih dalam bentuk tulisan dan tanda tangan keterangan sebagai bukti ke dua belah pihak. Ketika sudah jatuh tempo dan memiliki anggaran untuk membayarnya, maka  harus segera membayarnya. Pasalnya, orang yang memiliki utang dan tidak membayarnya, maka termasuk orang yang telah berbuat dzalim kepada orang lain.


Kemudian orang yang memiliki utang juga harus menyadari, jika sudah jatuh tempo waktu pembayaran kemudian yang memberikan utang menagihnya, maka yang berutang tidak boleh menghindar atau malah marah-marah kepada yang menagih utang. Orang yang memiliki utang harus bertanggungjawab dengan sekuatnya membayar utang yang dimilikinya.


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari penjelasan ini, mari kita senantiasa menyadari dan memiliki niat baik untuk segera melunasi utang-utang yang kita miliki. Kita bisa melakukan usaha-usaha sebagai sebuah komitmen dalam membayar utang dan juga berdoa kepada Allah agar diberikan jalan untuk dapat melunasi utang. Rasulullah dalam sebuah riwayat telah memberikan sebuah doa untuk melunasi utang kepada Mu’adz bin Jabal ra yang tertulis dalam Kitab Fadhâ'ilul Qur’ân halaman 216 yakni:


 اَللَّهُمَّ فَارِجَ الْهَمِّ وَكَاشِفَ الْكَرْبِ مُجِيبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّ، رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا، اِرْحَمْنِي فِي قَضَاءِ دَيْنِي رَحْمَةً تُغْنِينِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ 


Artinya: “Ya Allah Zat yang membukakan (solusi) keprihatinan, yang membukakan (solusi) kesusahan, yang mengabulkan doa orang yang terdesak, Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang di dunia dan di akhirat, belaskasihilah aku dalam melunasi hutangku, dengan dengan belas kasih yang dengannya aku tidak membutuhkan belas kasih selain dari-Mu.” 


Selain berusaha dan berdoa, untuk menghindari banyak utang, kita juga harus benar-benar menata pola hidup kita dengan manajemen yang baik. Kita harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana yang hanya sebuah keinginan. Dahulukan kebutuhan dari keinginan agar kita tidak terjebak banyak utang.


Semoga Allah melindungi kita dari menzalimi orang lain dengan utang. Dan semoga Allah swt senantiasa memberikan jalan keluar dari berbagai permasalahan hidup yang kita hadapi di dunia. Amin.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II


الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.


 اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ .اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 


عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung