Khutbah

Khutbah Jumat: Meneladani Nabi dalam Merawat Kebhinekaan

Kamis, 28 September 2023 | 08:00 WIB

Khutbah Jumat: Meneladani Nabi dalam Merawat Kebhinekaan

Ilustrasi nama Muhammad. (Foto: NU Online/Freepik)

Materi khutbah ini mengajak kepada umat Islam untuk meneladani Rasulullah saw dalam merawat keragaman dalam kehidupan bersama orang lain. Teladan ini telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad selama berada di Madinah yang merupakan Darussalam (daerah yang penuh dengan keselamatan) bukan  hanya bagi umat Islam saja, namun bagi pemeluk agama dan etnis lain di Kota Nabi ini.


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul: “Meneladani Nabi dalam Merawat Kebhinekaan”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!


Khutbah I

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,


Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan keragaman dalam kehidupan ini sebagai bukti kebesaran-Nya. Kita bersyukur kepada Allah atas nikmat kebhinekaan yang telah dianugerahkan kepada kita sekaligus menyadari bahwa keragaman dalam kehidupan adalah sunnatullah dan sebuah keniscayaan. 


Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah memberi contoh bagaimana cara merawat kebhinekaan agama, suku, dan budaya. Beliau adalah teladan utama dalam menghormati perbedaan dan mempromosikan toleransi antar umat beragama demi terwujudnya peradaban yang damai dan sejahtera. Beliau adalah sosok yang selalu memperlakukan semua orang dengan adil, tanpa memandang agama, suku, atau budaya mereka. Beliau memberikan contoh konkret bagaimana kita seharusnya berinteraksi dengan sesama manusia yang berasal dari latar belakang yang beragam.


Pada momentum khutbah Jumat ini, khatib juga mengajak kepada seluruh jamaah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, kita dapat menjadi individu yang lebih baik dan mampu menjaga keharmonisan dalam masyarakat yang penuh warna. Perlu kita ketahui bahwa keragaman dan ketakwaan disebutkan dalam satu ayat Al-Qur’an yang termaktub dalam surat Al-Hujurat ayat 13:


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,


Sesuai dengan ayat 13 surat Al-Hujurat ini, pada khutbah kali ini, khatib akan mengangkat materi khutbah berjudul “Meneladani Nabi dalam Merawat Kebhinekaan”. Hal ini penting kita lakukan, terlebih pada momentum bulan Rabiul Awal yang menjadi tonggak sejarah hadirnya Islam di muka bumi ini dengan lahirnya sosok mulia yang mengajarkan kita bagaimana menghormati dan menjaga keragaman yakni Baginda Nabi Besar Muhammad saw. Dalam perjalanan mengemban risalah ‘rahmatan lil alamin’ di muka bumi ini, banyak sejarah yang menggambarkan komitmen Nabi dalam menghadapi perbedaan, keragaman, atau kebhinekaan.


Terlebih saat beliau berada di Kota Madinah yang merupakan daerah heterogen dengan berbagai macam agama dan suku yang ada. Berdasarkan data dari kitab al-Atlas al-Tārikh li Sīrah ar-Rasul disebutkan bahwa jumlah dari keseluruhan jumlah penduduk Madinah kala itu terdiri dari umat Islam berjumlah 15%, penduduk non-Muslim berjumlah 45% dan Kaum Yahudi berjumlah 40%.


Dari populasi tersebut, penduduk Madinah juga tidak semuanya berasal dari satu suku dan tradisi. Mereka berasal dari berbagai kabilah di Arab yang semuanya memiliki perbedaan sifat, sikap, dan tradisi. Sehingga untuk menjaga keharmonisan, Nabi Muhammad mengawalinya dengan mengurangi fanatisme kesukuan (ashabiyyah qabaliyah). Nabi Muhammad menjadi agent of change, pioner perubahan untuk menguatkan ukhuwah antara Kaum Muhajirin yang berasal dari Suku Quraisy Makkah dan Kaum Ansor dari Suku al Khazraj dan Aus dari Madinah. 


Dalam mewujudkan perdamaian, Nabi Muhammad mengeluarkan konsep ikatan bersama dan kesepakatan yang menjadi pegangan hidup dalam kebhinekaan, dan dipedomani oleh seluruh agama dan suku di Madinah. Kesepakatan tersebut dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam Madinah memuat beberapa hal di antaranya komitmen bersama untuk menjamin kebebasan beragama, menjaga keamanan, saling membantu dan menjaga Kota Madinah. Dengan adanya Piagam Madinah ini, Rasulullah telah mengajarkan sejak dini bagaimana menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, demokrasi, toleransi, dan menebarkan nilai keadilan bagi setiap penduduk Madinah dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, agama dan sebagainya. 


Dari sejarah ini, maka terbuktilah bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw menjadi Rasul Allah bukan hanya sebagai rahmat bagi umat Islam semata namun Nabi diutus ke muka bumi yang penuh dengan keragaman ini sebagai rahmat bagi seluruh umat dan alam semesta. Hal ini jelas termaktub dalam firman Allah swt surat Al-Anbiya ayat 107:
 

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
 

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”


Penegasan bahwa Rasulullah diutus bukan hanya untuk umat Islam saja ini juga ditegaskan dalam firman Allah surat Saba’ ayat 28:


وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ


Artinya: “Tidaklah Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

 
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


Nabi Muhammad sebagai rahmat di muka bumi ini juga dirasakan bukan hanya di Jazirah Arab saja. Buktinya saat ini, kita yang tinggal di Indonesia juga sudah merasakan rahmat kehadirannya. Walaupun memiliki jarak yang sangat jauh dari Arab Saudi dan terpaut waktu berabad-abad dari masa kehidupan Nabi Muhammad, namun kita ditakdirkan bisa menikmati rahmat berupa manisnya menjadi umat Islam dan hidup di negara yang damai di tengah keragaman. 


Dalam konteks ke-Indonesiaan yang dihuni oleh ragam agama, suku, dan budaya ini, konsensus kebangsaan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad melalui Piagam Madinah juga menginspirasi para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan dan menyusun sebuah kesepakatan bersama sebagai dasar negara. Hasilnya, kini kita bisa hidup bersama dalam keragaman dengan memegang teguh kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang terwujud dalam falsafah negara bernama: Pancasila. 


Walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai Darul Islam (negara Islam). Para pendiri bangsa sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai Darussalam (negara penuh keselamatan) bagi semua manusia dari berbagai latar belakang agama, suku, dan budaya. Hal ini bisa terwujud dengan ‘Piagam Madinah’-nya Indonesia yakni Pancasila. Maka kita sebagai penerus kehidupan berbangsa di Indonesia, harus memegang teguh kesepakatan dan perjanjian ini guna terwujud kedamaian yang selama ini bisa kita rasakan.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,


Dari paparan khutbah Jumat ini kita bisa melihat bahwa Rasulullah saw benar-benar menjadi inspirasi dalam merawat kebhinekaan yang sudah kita rasakan manfaat besarnya dalam kehidupan kita di Indonesia. Wujud mensyukuri semua ini adalah menguatkan komitmen untuk menjaga warisan luhur para pendiri bangsa dan senantiasa menebarkan kasih sayang kepada sesama. Untuk menutup khutbah ini, perlu kita ingat pesan Rasulullah saw dalan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:


الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ، الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ


Artinya: “Orang-orang yang memiliki sifat kasih sayang akan disayang oleh Allah yang Maha Penyayang, sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu. Kasih sayang itu bagian dari rahmat Allah, barangsiapa menyayangi, Allah akan menyayanginya. Siapa memutuskannya, Allah juga akan memutuskannya.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ


Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ


اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ  رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


*H Muhammad Faizin, Sekretaris MUI Provinsi Lampung