Khutbah

Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban

NU Online  ·  Kamis, 29 Mei 2025 | 16:00 WIB

Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban

Ilustrasi Kabah dan hewan kurban. (Foto: NU Online)

Haji dan Kurban bukan hanya ibadah ritual namun juga sarana menguatkan keimanan, ketakwaan, memperkuat solidaritas sosial, dan menumbuhkan semangat pengorbanan. Haji mengajarkan kesetaraan, kesabaran, dan totalitas pengabdian kepada Allah, sementara kurban menjadi simbol keikhlasan dan kepedulian terhadap sesama. Memahami makna mendalam di balik dua ibadah ini, diharapkan kita semua mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Naskah khutbah Jumat berikut ini berjudul: "Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!

 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ ۝١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ۝٢ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ ۝٣

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan terus memperkuat amal ibadah kita sesuai dengan perintah-perintah-Nya sekaligus menjauhi segala yang dilarang-Nya. Di antara ibadah yang mampu menguatkan iman dan takwa kita adalah dua ibadah yang hanya bisa dilakukan di bulan Dzulhijjah yakni haji dan kurban.

 

Alhamdulillah, saat ini kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah. Bulan terakhir dari kalender Hijriah dan satu dari 4 bulan yang dimuliakan selain Dzulqa’dah, Muharam, dan Rajab. Allah berfirman dalam Al-Qur’an At-Taubah ayat 36:

 

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

 

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.” (QS At-Taubah: 36)

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Ada dua ibadah yang identik dan tidak bisa terpisahkan dari bulan Dzulhijjah karena memang hanya bisa dilakukan di bulan ini, yakni ibadah haji dan kurban. Selain sebagai syariat yang telah digariskan dalam agama Islam, dua ibadah ini memiliki hikmah yang mendalam untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan kita dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua ibadah ini mengandung nilai-nilai penghambaan total, pengorbanan, dan keikhlasan.

 

Dalam ibadah haji kita harus meninggalkan kenyamanan hidup, mengeluarkan biaya yang tak sedikit, menempuh perjalanan jauh, dan menjalankan serangkaian manasik dan amalan yang melatih kesabaran, disiplin, serta tunduk sepenuhnya pada perintah Allah. Dalam Kitab I‘anatut Thalibin juz II, halaman 310 sahabat Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa tidak ada satupun rangkaian manasik haji kecuali di dalamnya mengandung hikmah luar biasa, nikmat yang melimpah, dan rahasia yang tidak cukup diungkapkan oleh kata-kata.

 

Seperti saat kita harus memakai pakaian ihram, yakni dua lembar kain putih yang mirip dengan kondisi kita saat meninggalkan dunia ini dan berkumpul pada hari hisab. Dalam haji kita juga diwajibkan melaksanakan puncak ibadah haji yakni Wukuf di Arafah. Wukuf merupakan simbol yang mengingatkan kita pada saat esok akan dikumpulkan semua di Padang Mahsyar dan harus mempertanggungjawabkan amal perbuatan kita di dunia. Pada saat itu kita tidak bisa berbohong sebagaimana disebutkan dalam surat Yasin ayat 65:

 

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ۝٦٥

 

Artinya: “Pada hari ini Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada Kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

 

Rukun lain yang harus kita lakukan saat berhaji adalah melakukan Thawaf yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali yang merupakan simbol penyatuan diri kita kepada Allah pada satu titik dan orbit dengan menyingkirkan pusat ego masing-masing.

 

Selanjutnya ibadah Sa’i yakni berlari-lari kecil dari bukit Shafa dan Marwa juga memberikan gambaran hikmah bahwa Sa’i bukan sekadar berlari secara fisik. Ia adalah zikir yang berjalan, doa yang bergerak, dan cermin dari perjuangan manusia yang paling hakiki: mencari harapan ketika tak ada jalan yang terlihat dan pertolongan Allah kadang hadir dari arah yang tak disangka.

 

Ibadah haji ditutup dengan Tahalul yakni mencukur rambut sebagai simbol membersihkan diri dari kotoran dan dosa seraya berharap Allah mencatat semua ibadah sebagai pahala, melipatgandakan ganjaran, melindunginya dari neraka dan menjadikan setiap helai rambutnya yang dicukur sebagai cahaya, dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan.

 

Maka dari itu, Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Tidak berlebihan jika disebutkan bahwa haji adalah peradaban ibadah yang membentuk manusia menjadi makhluk yang ta’abbudī (hamba yang tunduk) dan ta’adubī (manusia yang beradab). Maka Rasulullah pun mengungkapkan pahala ibadah haji dalam haditsnya:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang berhaji lalu ia tidak berkata kotor dan tidak berbuat fasik, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi).

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Sementara ibadah kurban juga memiliki hikmah mendalam saat kita bisa melakukannya. Ibadah ini menuntut keikhlasan dalam memberikan sesuatu yang dicintai (hewan ternak terbaik) demi menjalankan perintah-Nya, meneladani keimanan Nabi Ibrahim dan ketaatan Nabi Ismail kepada Allah. Kurban menyadarkan kita akan hakikat kehidupan, memperkuat hubungan vertikal dengan Allah, dan menumbuhkan empati horizontal serta solidaritas sosial sebagai wujud keimanan yang sejati.

 

Dalam Kitab Tafsiru Ayatil Ahkam minal Qur’an juz I, halaman 504 disebutkan bahwa ibadah kurban juga merupakan bentuk syiar agama Allah. Kurban juga merupakan upaya kita mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih ampunan dan ridha-Nya. Pemotongan hewan kurban menjadi sarana kaffarah atau penebusan dosa serta kekhilafan yang kita lakukan. Kurban juga mengajarkan kepada kita untuk membiasakan diri ikhlas dalam ucapan dan amal perbuatan dengan mengeluarkan harta kita dan diberikan pada orang lain. Kurban mengajarkan kita untuk berkorban dengan harta yang pada hakikatnya bukanlah milik kita.

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Mudah-mudahan kita diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan dua ibadah ini di bulan Dzulhijjah. Semoga kita tergolong orang-orang yang dekat dengan Allah dan mampu mengambil hikmah mendalam dari ibadah haji dan kurban. Amin.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً. اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ ﷲ، اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ

 

إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ، يٰۤـاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيمًا

 

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

 

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

H Muhammad Faizin, Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung