Khutbah

Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian

NU Online  ·  Kamis, 26 Juni 2025 | 16:00 WIB

Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian

Ilustrasi persatuan. (Foto: NU Online/Freepik)

Eskalasi Iran-Israel memicu perdebatan di ruang media sosial terkait mendukung atau tidak pada Iran. Hal ini mengingat Iran sebagai negara dengan penduduk berhaluan Syi'ah, sehingga terkesan tidak perlu mendukungnya dalam perlawanannya terhadap Israel. 

 

Naskah Khutbah Jumat dengan judul, “Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian.” Untuk mencetak, silakan klik fitur download berwarna merah di desktop pada bagian atas naskah khutbah ini. Semoga bermanfaat!

 

Khutbah I

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِعَفْوِهِ تُغْفَرُ الذُّنُوْبُ وَالسَّيِّئَاتُ، وَبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ الْعَطَايَا وَالْعِبَادَاتُ. الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةٌ لِّلْعَالَمِيْنَ، الْمُرْسَلِ إِلَى كَافَّةِ الْمَخْلُوْقِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَتِهِ الْأَطْهَارِ، وَصَحَابَتِهِ الْأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْاِبْتِعَادِ مِنَ الْأَشْرَارِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، فَمَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى وَاتَّقَى فَقَدْ أَفْلَحَ وَفَازَ، إِنَّ اللهَ لَايُخْلِفُ الْمِيْعَادَ، قَالَ تَعَالَى: وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita bersyukur atas anugerah Allah yang dilimpahkan kepada kita, terutama anugerah iman dan sehat sehingga kita dapat menjalankan kewajiban shalat Jumat dengan penuh semangat dan kemudahan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya yang telah memperjuangkan agama ini agar tetap tegak sampai kiamat nanti.

 

Selain itu, khatib juga berwasiat agar kita selalu semangat dalam meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Setidaknya kita bertekad untuk menjadikan keberagamaan kita lebih baik dari hari kemarin. Semakin bertambah hari dan usia kita harus mempunyai keinginan agar penghambaan kepada-Nya tidak stagnan dan flat begitu saja.

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam sejarah Islam, perpecahan umat Islam yang begitu kentara terlihat sejak kepemimpinan Sayyiduna Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah. Ketika beliau diangkat sebagai khalifah, ada sekelompok umat Islam yang lain yang dikomando oleh sesama sahabat nabi juga, yaitu Sayyiduna Mua'wiyah bin Abi Sufyan.

 

Sejak saat itu umat Islam mulai terbelah dua: pengikut Ali dan Mu'awiyah. Beberapa tahun berikutnya muncul kelompok baru dalam Islam yang dikenal dengan Khawarij. Kelahiran kelompok ini menjadikan pengikut Sayyiduna Ali menamai dirinya sebagai Syi'ah. Setelah itu pula semakin banyak kelompok-kelompok Islam bermunculan.

 

Seiring perjalanan waktu hingga hari ini, umat ini secara umum terbagi menjadi dua arus utama, yaitu Sunni dan Syiah. Hal ini disebabkan beberapa perbedaan prinsip antara keduanya sehingga terjadilah dua fraksi besar. Namun tentu saja kita tidak melupakan sekaligus tidak menafikan kelompok-kelompok Islam lain yang berada di bawah dua arus utama ini.

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Dikotomi semacam ini yang membuat sebagian orang-orang sunni maju mundur untuk mendukung Iran dalam melawan Israel. Akibatnya, mereka berharap kedua negara ini sama-sama hancur sehingga tidak ada yang tersisa dari keduanya, terutama peralatan militernya yang begitu canggih dan luar biasa.

 

Selain faktor sektarian di atas, sejarah masa lalu yang dilakukan Iran terhadap orang-orang Sunni juga turut mempengaruhi sikap hari ini. Tentu saja kita tidak melupakan itu, namun untuk konteks hari ini rasanya perlu ditinjau kembali. Alasannya adalah penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina sudah melampaui batas. Perbuatan mereka mau dilihat dari perspektif mana pun tidak akan ada yang membenarkannya. Maka membela Palestina pada sejatinya bukan hanya karena unsur agama tapi dari sisi kemanusiaan.

 

Begitu juga ketika Israel menyerang Iran, maka selayaknya Iran pantas mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk umat Islam yang berhaluan Sunni seperti kita. Perbuatan keji yang dilakukan Israel, yang dalam Islam disebut kafir harbi, sangat pantas untuk dilawan, terlebih pihak yang melawan merupakan sesama umat Nabi Muhammad.

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal pernah mengatakan bahwa Syiah secara umum terbagi menjadi tiga: (1) Syiah kafir atau keluar dari Islam karena meyakini malaikat Jibril salah menyampaikan wahyu, (2) Syiah fasiq karena berpandangan Abu Bakar mengambil hak Ali sebagai khalifah pertama, (3) Syiah yang bukan dua-duanya, artinya hanya mencintai Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat paling mulia dibandingkan sahabat Nabi yang lain.

 

Hari ini, semua ragam Syiah tersebut bisa ditemukan di Iran sehingga tidak tepat juga bila digeneralisir untuk tidak mendukung Iran hanya karena persoalan Syiahnya. Kita juga tidak tahu detail pasukan militer Iran yang melawan Israel itu berpaham Syiah mana? 

 

Maka daripada sibuk dengan hal-hal yang mengarah pada kontra produktif semacam itu lebih baik fokus pada satu kesepakatan yang sama: bahwa Israel itu salah sehingga pantas dihukum dan dilawan sebagaimana dilakukan oleh Iran. Kesepakatan ini juga harus membuat kita satu suara dan satu barisan. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 103:

 

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًا

 

Artinya: “Kalian semua hendaklah berpegang teguh pada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah anugerah Allah kepada kalian ketika kalian dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103)

 

Bila mencermati ayat ini, maka kita akan menyadari bahwa ini adalah kalimat perintah. Dengan kata lain, Allah memerintahkan umat Islam untuk tidak tercerai-berai dan tidak merasa benar sendiri sehingga orang lain yang sesama muslim, yang hanya berbeda pemahaman agama, langsung dijauhi bahkan dimusuhi.

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Imam al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya, al-Jami' li Ahkam al-Quran juz 4 h. 159 mengatakan bahwa melalui ayat ini Islam menyuruh umatnya untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Sebab perpecahan itu mendatangkan kebinasaan, sedangkan persatuan menghasilkan kesuksesan. 

 

Masih dalam kitab yang sama, Imam al-Qurthubi juga mengutip pendapat Ibnu Mubarak yang mengatakan bahwa jamaah (persatuan) itu merupakan tali Allah sehingga patut dipegang erat. Tujuannya agar tidak terpecah belah seperti yang menimpa pada kaum Yahudi dan Nasrani. 

 

Selain itu, Nabi Muhammad sendiri juga telah menyontohkan banyak riwayat bahwa persatuan dan solidaritas umat Islam lebih diprioritaskan ketimbang menyalahkan satu orang atau golongan sehingga mengakibatkan perpecahan, kebencian dan permusuhan.

 

Di antara contohnya adalah ketika Nabi di tengah perjalanan pulang setelah perang berpesan kepada sekelompok sahabatnya agar tidak usah shalat Asar sampai tiba di Bani Quraidzah. Namun ada sebagian sahabat yang tetap shalat Asar meskipun belum sampai Bani Quraidzah, karena menurutnya waktu shalat akan segera habis.

 

Ketika tiba di Bani Quraidzah, sahabat yang tidak shalat Asar melaporkan apa yang terjadi di antara mereka, dan ternyata Nabi tidak menyalahkan siapa pun. Abdullah bin Umar selaku perawi hadits yang diriwayatkan al-Bukhari di dalam Shahih-nya mengatakan:

 

فَلَمْ يُعَنِّفْ واحِدًا مِنْهُمْ

 

Artinya: “Nabi tidak mencela satu pun di antara mereka.” (HR. al-Bukhari)

 

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Lihatlah bagaimana sikap Nabi yang menginginkan umatnya selalu akur dan solid dalam hal apa pun, termasuk dalam perbedaan pemahaman. Maka kita selaku pengikut Nabi Muhammad sudah seyogyanya meniru apa yang telah dicontohkan Nabi tersebut.

 

Maka ketika melihat apa yang terjadi hari ini mestinya kita tidak perlu lagi melestarikan warisan masa lalu, yaitu terlalu fokus dengan sekte dan kelompoknya masing-masing sehingga umat sangat mudah terpecah belah. Topik-topik keagamaan yang telah melahirkan jurang pemisah tampaknya tidak perlu lagi dibahas panjang lebar demi meminimalisir bahkan menutup jurang tersebut. 

 

Maka sudah saatnya umat Muhammad ini bersatu dan saling bergandengan satu sama lain untuk berlomba-lomba dalam memberikan yang terbaik untuk umat manusia. Begitu juga melakukan kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan manusia, dengan tanpa mempedulikan latar mazhab atau kelompoknya.

 

Termasuk juga ketika ada sekelompok umat manusia yang melakukan pelanggaran berat terhadap manusia yang lain, apalagi korbannya sesama muslim, maka kita patut mendukung siapa saja yang bisa menghukum dan melawannya, bahkan meskipun berbeda agama.

 

Sentimen sektarian antar umat Islam hari ini sudah usang. Kita harus menyadari bahwa selama ini kita disibukkan bertikai sesama umat Islam sehingga menyebabkan kita terbelakang dari yang lain. Produktifitas kita terhadap peradaban dunia menjadi tersendat akibat hal-hal yang bersifat furu'iyyah.

 

Semoga kita dianugerahi kebesaran hati untuk menerima perbedaan demi memprioritaskan persatuan dan kesatuan di bawah bendera Islam.

 

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ، فَيَاعِبَادَ ﷲ، اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ، وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ. إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا

 

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ،  اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ،   اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ،  عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat.