Khutbah

Khutbah Jumat: Sya’ban, Bulan Penentuan yang Sering Terlupakan

Rab, 28 Februari 2024 | 16:00 WIB

Khutbah Jumat: Sya’ban, Bulan Penentuan yang Sering Terlupakan

Bulan Sya'ban. (Foto: NU Online/Freepik)

Dalam Islam, bulan Sya'ban adalah bulan yang penting karena di dalamnya terdapat malam Nisfu Sya'ban, yang diyakini memiliki keutamaan khusus. Pada bulan ini juga amalan manusia selama satu tahun diangkat ke sisi Allah swt. Bulan ini penting untuk diisi dengan berbagai amal ibadah agar catatan amal ditutup dengan kebaikan. Namun ada saja yang melupakan Sya’ban.


Naskah Khutbah Jumat ini berjudul: “Khutbah Jumat: Sya’ban, Bulan Penentuan yang Sering Terlupakan”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)



Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَحْشُرُنَا فِي الْمَحْشَرِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْجَبَّارُ وَأَشْهَدُ اَنَّ حَبِيْبَنَا وَ نَبِيَّنّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ


Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, 

Momentum bulan Sya’ban merupakan momen yang terus terjadi setiap tahun bagi setiap muslim. Namun biasanya kita sedikit tidak terlalu memperhatikan keutamaannya sehingga melewatkannya begitu saja. Secara terminologi, Makna Sya'ban adalah kondisi yang terpisah-pisah. Hal ini arena konon orang-orang Arab di masa sebelum Nabi menjadikan bulan Sya’ban ini sebagai bulan untuk mencari sumber air.


Dan di padang pasir, kabilah yang menguasai sumber air dipastikan akan menjadi kabilah yang kuat. Karenanya mereka saling berperang demi mendapatkan sumber air. Lalu, Nabi Saw mencoba menarik aktivitas bulan Sya’ban ini, meskipun tetap tidak dikategorikan sebagai bulan haram, namun Nabi mencontohkannya dengan mentradisikan untuk memperbanyak ibadah-ibadah sunnah. 


Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, 

Seorang sahabat Nabi saw, bernama Usamah bin Zayd, seperti disebutkan diantaranya dalam Sunan al-Nasā’ī dan Musnad Aḥmad, pernah menceritakan pertanyaan kepada Rasulullah kenapa di bulan Sya’ban, Rasulullah amat sering melaksanakan puasa. Usamah sampai bertanya, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah engkau berpuasa begitu sering berpuasa seperti di bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya.” Kemudian oleh Rasulullah saw dijawab:


ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ


Artinya: “(Sya’ban) Itu adalah bulan yang orang-orang banyak melupakan (keutamannya). Bulan Sya’ban adalah bulan diangkat amal ibadah ke sisi Allah. Maka, aku suka jika amalku diangkat (ke sisi Allah) amalku diangkat dan aku dalam keadaan berpuasa.”


Demikian pernyataan Rasulullah saw terkait apa motivasi beliau memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban. Dalam hadits-hadits lain, kerap digambarkan bagaimana para sahabat salah mengira apakah Rasulullah saw sedang berpuasa atau tidak. Salah satu contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhārī dan Shahih Muslim:


كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ حتَّى نَقُولَ: لا يُفْطِرُ، ويُفْطِرُ حتَّى نَقُولَ: لا يَصُومُ، فَما رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلَّا رَمَضَانَ، وما رَأَيْتُهُ أكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَ


Artinya: "Rasulullah saw kerap berpuasa sampai kami berkata: “Rasulullah masih berpuasa.” Dan Rasulullah kerap tetap tidak berpuasa sampai kami berkata, “Rasulullah sedang tidak puasa.” Kami tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa di seluruh hari di satu bulan kecuali di bulan Ramadan. Dan saya melihat Rasulullah paling banyak berpuasa (sunnah, tapi tidak seluruhnya) di bulan Sya’ban."


Dari kedua hadits terkait dengan berpuasa di bulan Sya’ban, kita bisa mendapatkan kesan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan yang akan mengantarkan kita kepada bulan Ramadan dengan berbagai keutamaan. Esensi keutamaan tersebut diwujudkan dalam praktik Rasulullah sendiri, melalui pernyataan beliau bahwa bulan Sya’ban adalah bulan di mana amal ibadah manusia oleh para Malaikat dihadapkan di sisi Allah swt. Dan karena amal diangkat ke sisi Tuhan pada bulan Sya’ban, maka Rasulullah menginginkan agar momen diangkatnya amal ibadah tersebut dalam kondisi beliau sedang mengerjakan kebaikan (tathawwu’), maka beliau mengisinya dengan berpuasa. 


Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, 

Kita tentu boleh bertanya sebagai muslim, tentu Rasulullah adalah Nabi yang sepanjang hidupnya tentu tidak ada maksiat dalam aktivitasnya. Lalu mengapa Rasulullah masih memperbanyak amalan sunnah seperti puasa di bulan Sya’ban, padahal beliau bahkan disebutkan sebagai sosok yang ma’shum?


Pertanyaan kedua adalah, soal momen diangkatnya amalan di bulan tertentu, dalam hal ini bulan Sya’ban. Sebagaimana ada pada hadits lain, disebutkan amal kita diangkat oleh Malaikat setiap hari Senin dan Kamis, juga di waktu menjelang fajar. Pertanyaannya, mengapa ada harus ada momen-momen khusus ini?


Mungkin yang bisa menjadi jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah, Rasulullah sedang mencontohkan atau menegaskan kepada setiap Muslim untuk memperbanyak aktivitas amalan yang baik dalam segi apapun. Para ulama juga menggambarkan, bahwa ditunjukkannya amal di sisi Allah pada waktu-waktu tertentu hakikatnya justru kembali kepada diri kita sendiri. Hal ini dijadikan momen agar manusia banyak bersiap atau menghiasi aktivitas dengan memperbanyak kebaikan, apalagi jika nanti sudah memasuki bulan Ramadan.


Kebaikan seperti memperbanyak puasa sunnah ini pun, oleh Nabi diletakkan secara proporsional. Ini dikarenakan di masa Nabi, banyak sahabat yang semangat melakukan kesalehan seperti berpuasa sepanjang tahun, tapi tubuhnya menjadi lemah. Rasulullah saw kemudian menggambarkan kalau sesuatu itu ada hak dan proporsinya. Allah Berfirman:
 

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا 


Artinya: "Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya." (QS Al-Baqarah: 286)


Akhirnya, marilah kita menjadikan bulan Sya’ban ini sebagai wahana kita memperbanyak kebaikan dan amal ibadah sesuai dengan proporsi. Bulan Sya’ban disebutkan amal kita akan diangkat ke sisi Allah swt namun bulan Ramadan nanti disebutkan jika Allah sendiri yang akan membalas seberapa besar ganjaran dari berpuasa. Ini semua adalah momen manusia untuk diingatkan kembali, bahwa tugas utama diciptakannya di muka bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Semoga menjadi pengingat selalu untuk al-faqir maupun untuk kita semua.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
 


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ

أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ  وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Ustadz Masrur Irsyadi, Pengajar di Ma'had Ali UIN Jakarta