Khutbah

Khutbah Jumat: Urgensi Menjaga Makanan Halal dan Baik bagi Anak

Kamis, 23 Januari 2025 | 19:00 WIB

Khutbah Jumat: Urgensi Menjaga Makanan Halal dan Baik bagi Anak

Ilustrasi anak sedang makan. (Foto: NU Online/Suwitno)

Bagi sebagian orang, makanan dianggap sebagai asupan penting untuk menjaga kesehatan tubuh, sehingga mereka akan memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan dalam memilih makanan untuk dirinya sendiri maupun keluarga. Di sisi lain, Islam tidak hanya memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan dalam memilih makanan, akan tetapi juga melihat aspek halalan thayyiban karena Islam melihat makanan bukan sekadar asupan tubuh, tetapi juga sebagai asupan jiwa.

 

Teks Khutbah berikut ini dengan judul “Khutbah Jumat: Urgensi Menjaga Makanan Halal dan Baik bagi Anak ". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!

 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. اَلْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ (البقرة: ١٦٨). وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

 

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Perilaku konsumsi anak-anak sering tak terkendali tanpa pengawasan orang tua, misalnya ketika berada di sekolah atau tempat umum lainnya. Hal ini juga didukung oleh perilaku sebagian penjual makanan yang sering tidak memperhatikan kepentingan konsumen karena lebih berorientasi pada keuntungan. Sebagian pedagang malah tidak memperhatikan aspek halalan thayyiban dalam memproduksi makanan, sehingga dibutuhkan perhatian masyarakat untuk memilih makanan yang halal dan baik untuk dirinya dan keluarga, termasuk anak.

 

Hal ini merupakan perintah Allah dalam surat Al-Baqarah, ayat 168:

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

 

Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”

 

Menurut imam Fakhruddin al-Razi dalam kitab al-Tafsir al-Kabir, juz 5, halaman 185, halal adalah sesuatu yang diperbolehkan yang telah dilepaskan tali larangan darinya, sedangkan thayyib adalah sesuatu yang dapat dirasakan kelezatannya dan dianggap baik bagi manusia untuk mengonsumsinya, sehingga thayyib juga mengandung sifat bersih karena sesuatu yang kotor tidak dianggap baik untuk dikonsumsi manusia.

 

Baik dan layak dikonsumsi memang bersifat subyektif karena setiap orang atau kelompok manusia memiliki standar yang berbeda dalam menilai hal tersebut, akan tetapi ada nilai universal yang dapat dijadikan indikator umum dalam menilai aspek thayyib sebuah makanan.

 

Prinsip makanan dalam Islam adalah tiga. Pertama, hukum asal makanan adalah boleh dikonsumsi, sampai ada dalil yang melarangnya. Kedua, hukum asal makanan yang bermanfaat adalah halal, sedangkan hukum makanan yang membahayakan adalah haram. Ketiga, sesuatu yang halal itu sudah jelas, sesuatu yang haram juga sudah jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia.

 

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Islam memandang makanan tidak sekadar sebagai kebutuhan jasmani manusia, tapi juga sebagai kebutuhan jiwa/rohani manusia karena makanan yang dikonsumsi oleh tubuh akan mempengaruhi jiwa dan hati manusia. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, juz 1, halaman 20:

 

الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ

 

Artinya: “Perkara yang halal itu sudah jelas, perkara yang haram itu sudah jelas, sedangkan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui kebanyakan manusia. Barang siapa yang menjaga dirinya dari perkara-perkara yang samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatan dirinya. Barang siapa yang terjatuh dalam perkara-perkara samar (Syubhat), maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram seperti seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang yang hampir saja dia masuk ke dalamnya. Ingatlah, bahwa setiap pemilik memiliki daerah terlarang, sedangkan daerah terlarang Allah adalah perkara-perkara yang diharamkan Allah. Ingatlah, bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ingatlah, ia adalah hati.”

 

Jika diperhatikan lebih dalam, hadits ini mengandung nilai yang sangat penting bagi pentingnya manusia memilih makanan yang halal. Nabi mengawali hadits ini dengan menjelaskan halal dan haram makanan dan segala sesuatu, kemudian Nabi mengakhiri hadits ini dengan menjelaskan hati. Dapat diambil kesimpulan bahwa makanan yang dikonsumsi manusia dapat mempengaruhi hati dan jiwa manusia. Jika makanan yang dikonsumsi halal, maka hati dan jiwa manusia akan baik. Jika makanan yang dikonsumsi haram, maka hati dan jiwa manusia akan buruk. Hal ini tersirat dari penjelasan imam Ibnu Daqiq al-‘Id dalam kitab Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah ketika menjelaskan hadits ini pada halaman 47:

 

أَنَّ مَنْ أَكْثَرَ مِنْ مَوَاقِعَةِ الشُّبُهَاتِ أَظْلَمَ عَلَيْهِ قَلْبُهُ لِفُقْدَانِ نُوْرِ العِلْمِ وَنُوْرِ الوَرَعِ فَيَقَعُ فِي الحَرَامِ وَهُوَ لَا يَشْعُرُ بِهِ

 

Artinya: “Sesungguhnya orang yang memperbanyak jatuh dalam perkara-perkara samar (syubhat), maka hatinya akan terasa gelap karena kehilangan cahaya ilmu dan cahaya Wara’ (kehati-hatian menghindari sesuatu yang syubhat), sehingga ia akan terjatuh pada perkara yang haram tanpa menyadarinya.”

 

Hal ini ditegaskan oleh penjelasan imam Al-Shan’ani dalam kitab Subul al-Salam, juz 2, halaman 643 dengan mengutip pendapat Imam al-Ghazali bahwa hati yang dimaksud dalam hadits ini bukan hati yang merupakan organ tubuh, melainkan jiwa atau ruh manusia.

 

وَفِي كَلَامِ الْغَزَالِيِّ أَنَّهُ لَا يُرَادُ بِالْقَلْبِ الْمُضْغَةُ إذْ هِيَ مَوْجُودَةٌ لِلْبَهَائِمِ مُدْرَكَةٌ بِحَاسَّةِ الْبَصَرِ بَلْ الْمُرَادُ بِالْقَلْبِ لَطِيفَةٌ رَبَّانِيَّةٌ رُوحَانِيَّةٌ لَهَا بِهَذَا الْقَلْبِ الْجُسْمَانِيِّ تَعَلُّقٌ

 

Artinya: “Menurut pendapat imam al-Ghazali, bahwa yang dimaksud hati dalam hadits ini bukan segumpal daging yang ada dalam tubuh manusia yang dapat dideteksi dengan indra penglihatan, akan tetapi yang dimaksud dengan hati dalam hadits ini adalah sesuatu yang lembut (tidak terdeteksi panca indra) yang memiliki unsur spiritual pengabdian kepada tuhan yang berupa ruh yang memiliki korelasi dengan hati yang merupakan organ tubuh manusia.”

 

Oleh karena itu, dalam rangka menjaga kesehatan tubuh dan kesalehan hati anak-anak, maka orang tua harus memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Halal dan thayyib (baik) adalah standar utama untuk membentuk kehidupan yang lebih sehat dan perilaku serta hati yang lebih saleh.

 

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Semoga Allah menjaga diri kita dan keluarga kita, khususnya anak-anak kita dari makanan yang diharamkan, sehingga kita dapat memastikan apa yang kita konsumsi adalah sesuatu yang halal dan baik. Semoga dengan usaha ini, Allah menjadikan kita hidup dalam kesehatan jasmani dan kesalehan rohani, serta menjadikan anak-anak kita menjadi generasi emas dan unggul di masa yang akan datang. Amin, ya Rabb al-‘Alamin.

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدِنِ بْنِ عَبْدِ الله وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسْلِمُونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوا إِنَّ اللّٰهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. قَالَ اللهُ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا فِي فَلِسْطِيْن وَلُبْنَان وَسَائِرِ العَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَتَنَا اِنْدُونِيْسِيَّا بَلْدَةً طَيِّبَةً وَمُبَارَكَةً وَمُزْدَهِرَةً. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

 

عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُم بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْاهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

Dr. Fatihunnada, Lc., M.A., Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah wal 'Arabiyyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta