Ramadhan

Cara Sahabat Nabi Mendidik Anak Berpuasa

Ahad, 17 Maret 2024 | 03:30 WIB

Cara Sahabat Nabi Mendidik Anak Berpuasa

Ilustrasi cara sahabat Rasulullah ajari anak puasa.

Puasa adalah pondasi agama Islam. Dalam menjalani puasa, umat Islam tidak hanya diperintah menahan makan, minum, dan berhubungan badan, akan tetapi juga diperintah menjauhi ucapan-ucapan kotor, dusta, memusuhi orang lain, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan melatih dan menempa fisik, serta jiwa agar taat kepada aturan syariat.  
 

Puasa disyariatkan pada tahun kedua hijriah. Kewajibannya dinash dalam Al-Qur’an ayat 183 surat Al-Baqarah. Allah Ta’ala berfirman:
 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ 
 

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183).
 

Dalam praktiknya, Islam tidak langsung mewajibkan melaksanakan puasa untuk dilakukan secara simultan dari mulai anak-anak. Karenanya, di antara syarat puasa ialah mencapai usia baligh.
 

Namun, untuk membiasakan beribadah, Islam memberikan arahan kepada orang tua agar melatih anak-anaknya untuk belajar melaksanakan ibadah. Salah satunya ialah melatih untuk beribadah puasa.
 

Sebagaimana shalat, puasa juga hendaknya dilatih dilakukan sejak dini. Fungsinya agar menjadikan anak-anak terbiasa melakukan ibadah mulai dari sejak kecil. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in menjelaskan:
 

ويضرب) ضربا غير مبرح - وجوبا - ممن ذكر (عليها) أي على تركها - ولو قضاء - أو ترك شرط من شروطها (لعشر) أي بعد استكمالها، للحديث الصحيح: مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين، وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها (كصوم أطاقه) فإنه ‌يؤمر به لسبع ويضرب عليه لعشر كالصلاة. وحكمة ذلك التمرين على العبادة ليتعودها فلا يتركها
 

Artinyaو “Wajib memukul dengan pukulan mendidik yang tidak melukai bagi orang tua apabila anak-anaknya meninggalkan shalat, meski qadha, atau meninggalkan syarat dari syarat-syarat shalat ketika anak-anak sempurna berusia 10 tahun. Sebab terdapat hadits shahih: “Perintahlah anak-anak untuk shalat apabila ia berumur ttujuh tahun, an jika berumur 10 tahun maka pukullah ia dengan (pukulan mendidik)."
 

Juga ibadah puasa yang ia kuat melaksanakan. Anak-anak sebaiknya dibiasakan untuk melaksanakannya saat umur tujuh tahun dan dipukul saat berumur 10 tahun sebagaimana shalat. Hikmah dari hal itu ialah melatih untuk beribadah agar terbiasa melaksanakannya dan tidak meninggalkannya.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin, [Dar Ibnu Hazm], halalan 38).
 

Maksud dari kata “wajib memukul” pada penjelasan Syekh Zainuddin yang berdasarkan riwayat hadits diperintahkan memukul, bukan berarti perintah mendidik dengan kekerasan. Melainkan merupakan salah satu cara mendidik anak dan orang tua bebas melakukan cara masing-masing dalam mendidik anaknya.
 

Cara Para Sahabat Nabi Mendidik Anak Berpuasa

Pendidikan dan pelatihan puasa sejak dini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. Para sahabat memiliki metode untuk mendidik anak-anaknya berlatih untuk melaksanakan puasa. Salah satu cara yang dilakukan oleh para sahabat ialah dengan mengalihkan perhatian anak-anak dengan memberi rekreasi berupa memberikan mainan yang terbuat dari kapas.
Simak hadits riwayat Imam Bukhari di bawah ini:
 

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ المُفَضَّلِ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَانَ، عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ، قَالَتْ: أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَليَصُمْ، قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ
 

Artinya, “Menceritakan kepadaku Musaddad, menceritakan kepadaku Bisyr bin Mufaddal, menceritakan kepadaku Khalid bin Dzakwan, dari Rubayyi’ binti Muawwidz berkata: "Nabi Muhammad saw memberi arahan pada pagi hari Asyura kepada masyarakat Anshar:
 

“Barangsiapa telah makan atau minum maka hendaknya ia sempurnakan sisa harinya (dengan menahan) dan barangsiapa yang masih berpuasa maka teruskanlah”. 
 

Rubayyi’ berkata: “Saat itu kami semua berpuasa, dan melatih anak-anak kami berpuasa. Kami membuat mainan dari kapas. Jika salah satu dari mereka menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu hingga datang waktu buka puasa”. (HR Al-Bukhari).
 

Hadits di atas menjelaskan bagaimana para sahabat dalam mendidik dan melatih anaknya berpuasa.
 

Dalam konteks kekinian, hal serupa bisa dilakukan dengan memberikan anak-anak kesibukan yang bermanfaat hingga ia lupa sedang berpuasa. Dengan melakukannya, diniatkan agar anak-anak terbiasa beribadah kepada Allah swt.
 

Terkait hadits di atas, Syekh Ahmad Al-Qasthalani dalam kitabnya Irsyadus Sari memberi komentar. Ia berkata:
 

زاد مسلم الصغار ونذهب بهم إلى المسجد وهذا تمرين للصبيان على الطاعات وتعويدهم العبادات
 

Artinya: “Imam Muslim menambahkan kata “anak-anak yang kecil, kami membawa mereka ke masjid dan ini merupakan latihan bagi anak-anak untuk taat dan membiasakan beribadah”. (Al-Qashtalani, Irsyadus Sari, cet 7, [Mesir: Al-Mathbaah al-Kubra al-Amiriyyah], juz III, halaman 395).
 

Kesimpulannya, pendidikan anak sejak dini untuk membiasakan beribadah termasuk di antaranya puasa telah dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw. Mereka memberikan sesuatu yang dapat mengalihkan rasa lapar dalam berpuasa. Hal itu juga bisa dilakukan di zaman sekarang dengan menyibukkan anak-anak dengan melakukan kegiatan yang positif seperti, membaca, menulis dan mengaji. Wallahu a’lam.


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Saiidussiddiqiyah Jakarta