Ramadhan

Hukum Ibadah Itikaf

Ahad, 2 Mei 2021 | 22:00 WIB

Hukum Ibadah Itikaf

Itikaf menjadi wajib bila dinazarkan.

Itikaf merupakan sebuah mulia. Ia merupakan ibadah yang sudah ada sejak umat terdahulu. Ulama memang berbeda pendapat perihal hukum itikaf. Meski demikian, secara umum ulama berpandangan bahwa ibadah itikaf dianjurkan.


Berikut ini kami kutip pandangan ulama dari mazhab syafi’i:


قوله والاعتكاف سنة مؤكدة وهي (مستحبة) أي مطلوبة في كل وقت في رمضان وغيره بالإجماع


Artinya, “Itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, suatu ibadah yang dianjurkan setiap waktu baik pada bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan berdasarkan ijma’ ulama,” (As-Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 247).


Ulama dari mazhab syafi’i dan hanbali berpendapat, itikaf merupakan ibadah sunnah. Ibadah itikaf dianjurkan setiap waktu. Ibadah itikaf menjadi wajib kalau dinazarkan sehingga nazar tersebut harus dipenuhi.


Kedua mazhab tersebut berpandangan bahwa Rasulullah SAW melakukan ibadah itikaf dan membiasakan itikaf sebagai bentuk taqarub kepada Allah. Sepeninggal Rasulullah, istri-istrinya melanjutkan tradisi itikaf.


Kalau seseorang bernazar untuk beritikaf, maka ia harus memenuhi nazarnya sesuai dengan sifat itikaf yang dinazarkan, apakah berurutan atau tidak berurutan sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari, “Siapa yang bernazar untuk berbuat taat kepada Allah, hendaklah ia menaati-Nya.”


Suatu hari Sahabat Umar bin Khattab RA berkata, “Wahai Rasulullah, aku bernazar itikaf semalam di masjidil haram?” “Kalau begitu, tunaikan nazarmu,” jawab Rasulullah SAW. (HR Bukhari dan Muslim).


Adapun mazhab maliki berpendapat, itikaf merupakan bentuk taqarub dan sala satu kebaikan tambahan yang dianjurkan dan disukai oleh syariat bagi laki-laki dan perempuan, terlebih pada 10 hari terakhir Ramadhan. Itikaf menjadi wajib bila dinazarkan.


Bagi mazhab hanafi, itikaf terdiri atas tiga hukum, yaitu wajib, sunnah muakkadah, dan anjuran/mustahabb. Itikaf menjadi wajib ketika dinazarkan seperti ucapan seseorang, “Aku bernazar itikaf seharian karena Allah,” atau lebih dari sehari.


Adapun sunnah muakkadah yang tergolong sunnah kifayah adalah itikaf sunnah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena Rasulullah SAW melakukan itikaf pada waktu tersebut yang kemudian dilanjutkan oleh istrinya sepeninggal beliau.


Adapun itikaf anjuran/mustahabb adalah itikaf sunnah (bukan itikaf yang dinazarkan) yang dilakukan pada selain bulan Ramadhan yang durasinya minimal hanya sejenak.


Bagi mazhab hanafi, puasa menjadi syarat sah itikaf yang dinazarkan. Sementara itikaf sunnah tidak disyaratkan pelaksanaannya dalam kondisi puasa. Itikaf nazar minimal berdurasi sehari semalam. Dengan demikian, jika seseorang bernazar itikaf semalaman saja, maka itu tidak sah.


Demikian sejumlah keterangan perihal ragam hukum itikaf yang diangkat oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaily dalam Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)