Ramadhan

Kultum Ramadhan: Kebahagiaan Allah atas Tobat Manusia

Sen, 27 Maret 2023 | 16:15 WIB

Kultum Ramadhan: Kebahagiaan Allah atas Tobat Manusia

Lafal jalalah, Allah. (Ilustrasi: NU Online)

Ini adalah kisah inspiratif tentang pertobatan manusia dari dosa-dosanya sehingga menjadikan Allah sangat "bahagia" atau ridha kepadanya. 


Suatu ketika ada orang yang kehilangan unta tunggangannya di padang luas yang sangat sepi, padahal di situ terdapat perbekalan makanan dan minumannya. Ia butuhkan perbekalan itu untuk makan minum, demikian pula ia butuhkan unta tunggangannya untuk menempuh perjalanan yang sangat jauh.


Setelah berusaha mencari-cari semaksimal mungkin, akhirnya ia putus asa karena tidak berhasil menemukannya. Di tengah kelelahan ia berjalan menuju pohon untuk berteduh tidur-tiduran di sana. Ia sudah pasrah. Matipun mau karena saking putus asanya. Ia sudah putus asa untuk mendapatkan lagi unta tunggangan sekaligus perbekalannya. 


Di tengah keputusasaannya, tiba-tiba unta tunggangannya itu mendatanginya. Tak menunggu lama, ia pegang segera tali kendalinya dengan kebahagiaan tak terkira. 


Saking senangnya mendapatkan unta tunggangan dan perbekalannya yang masih utuh, tanpa sadar ia berujar:


اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ


Artinya, "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu."


Ia tidak sadar bahwa ucapannya itu terbalik dan keliru. Seperti halnya orang yang sangat bahagia mendapatkan nikmat yang tidak disangka-sangka, terkadang orang lepas kendali diri dan melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang tanpa sadar.


Nah, gambaran kebahagiaan yang tidak terkira itu, sampai-sampai lepas kendali mengucapkan perkataan yang sangat keliru saking bahagianya, itu belum seberapa bila dibandingkan dengan keridhaan Allah terhadap hamba-Nya yang mau bertaubat dari dosa-dosanya.


Demikian kisah ini terekam dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim yang dikutip oleh Imam An-Nawawi dalam kitab kumpulan haditsnya, Riyadhus Shalihin halaman 11. Hadits kisah ini diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah saw. 


Secara substansial kisah ini juga terkonfirmasi dalam beberapa riwayat lainnya, sebagaimana dicantumkan Imam As-Suyuthi dalam Kitab Al-Jami'us Shaghir halaman 442. 


Di antaranya adalah hadits berikut:


لَلَّهُ أفْرَحُ بتوبةِ التَّائبِ مِنَ الظَّمآنِ الواردِ ومنَ العقيمِ الوالِدِ، ومنَ الضَّالِّ الواجدِ فمَن تابَ إلى اللَّهِ توبةً نصوحًا أنسى اللَّهُ حافِظَيهِ وجوارحَهُ وبقاعَ الأرضِ كُلِّها ، خطاياهُ وذنوبَهُ


Artinya, "Sungguh Allah lebih bahagia dengan pertobatan orang yang bertobat dari dosanya daripada kebahagiaan orang yang sangat kehausan yang menemukan air untuk diminum, lebih bahagia daripada kebahagiaan perempuan mandul yang akhirnya melahirkan anak, dan lebih bahagia daripada orang yang kehilangan unta tunggangan lalu menemukan. Karenanya siapa saja yang bertaubat kepada Allah dengan tobat nasuha (taubat yang sebenar-benarnya), maka Allah buat dua malaikat penjaga yang menjaganya, anggota-anggota tubuhnya, dan seluruh permukaan bumi, menjadi lupa terhadap berbagai kesalahan dan dosa-dosanya." 


Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Abbas bin Turkan Al-Hamdzani dalam Kitabut Taibin, dari Abul Jun dengan status sebagai hadit mursal. Imam As-Suyuthi menilainya sebagai hadits dha'if.


Maksud Allah lebih bahagia adalah Allah sangat ridha terhadap orang yang bertobat secara serius kepadanya.


Sebab, rasa bahagia mustahil ada pada Allah swt. Karena hakikat rasa bahagia sendiri adalah getaran atau guncangan yang dialami manusia pada dirinya saat mengalami kesuksesan mendapatkan sesuatu yang dapat menyempurnakan kekurangannya, yang dapat memenuhi kebutuhannya, atau menolak bahaya darinya. Sementara semua hal ini mustahil ada pada Allah yang Mahasempurna. Demikian dijelaskan oleh Ibnu 'Allan dalam kitabnya Dalilul Falihin juz I halaman 97.


Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa Allah menjadi sangat ridha kepada manusia yang mau bertaubat secara serius dengan tobat nasuha. Taubat secara serius disebut nasuha karena pelakunya benar-benar menasehati dirinya sendiri untuk berhenti dari dosa dan menyesalinya. 


Keridhaan Allah yang tak terkira muncul karena pertobatan hamba-Nya yang dilakukan secara serius.


Sebanyak, seberat dan separah apapun dosa yang dilakukan, kalau orang mau bertaubat kepada Allah maka tetap akan diterima dan diridhai oleh-Nya. Allah akan menggelar Rahmat atau kasih sayang-Nya seluas-luasnya kepada orang-orang yang mau bertobat, dan akan memuliakannya. 


Nah, bulan Ramadhan yang penuh kasih sayang dan ampunan, semestinya digunakan sebagai momentum pertobatan manusia dari segala dosanya. Yaitu dengan melakukan taubat nasuha, taubat yang sebenar-benarnya.


Dengan bertobat sebenar-benarnya di bulan Ramadhan, maka akan menjadikan Allah sangat ridha kepada kita.


Selain itu Allah juga mencintai orang-orang yang mau bertobat dari segala dosanya. Dalam hal ini Allah berfirman:


إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ البقرة: ٢٢٢


Artinya, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri." (QS Al-Baqarah: 222).


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda