Ramadhan

Rasionalisasi Masih Maraknya Kemaksiatan, Padahal Setan Dibelenggu Sepanjang Ramadhan

Sel, 19 Maret 2024 | 20:00 WIB

Rasionalisasi Masih Maraknya Kemaksiatan, Padahal Setan Dibelenggu Sepanjang Ramadhan

Ilustrasi rasionalisasi masih maraknya kemaksiatan padahal setan dibelenggu sepanjang Ramadhan.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia dan istimewa, bahkan kemuliaannya melebihi bulan-bulan yang lain. Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah dibelenggunya setan-setan, sehingga melakukan kebaikan dan ketaatan akan lebih mudah karena rayuan dan godaan semakin berkurang.
 

Ini sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
 

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
 

Artinya, “Ketika bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
 

Namun demikian, apakah dengan dibelenggunya setan akan menghilangkan segala kemaksiatan dan keburukan pada bulan Ramadhan? Faktanya, meski hadits Rasulullah menjelaskan setan dibelenggu, masih banyak kemaksiatan yang terjadi di mana-mana.
 

Berkaitan dengan hal ini, Imam As-Suyuthi (wafat 911 H) pernah menjelaskan kenapa masih ada kemaksiatan di bulan Ramadhan jika setan terbelenggu. Menurutnya, ada dua alasan yang melatarbelakangi alasan tersebut, yaitu:

  1. Dibelenggunya setan pada bulan Ramadhan hanya bagi orang-orang yang berpuasa, dan menjalankan semua syarat-syarat serta adab-adab puasa. Sedangkan orang yang tidak mengindahkan semua itu, maka setan tidak dibelenggu kepadanya. Artinya, setan masih leluasa untuk menggoda dan mengajaknya pada kemaksiatan.
     
  2. Terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran tidak hanya karena faktor godaan setan saja, namun juga ada faktor lain yang bisa menjerumuskannya, yaitu nafsu yang jelek, kebiasaan yang buruk dan setan yang berasal dari manusia.


Dua faktor di atas menurut Imam As-Suyuthi yang menjadi penyebab terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran pada bulan Ramadhan. Penjelasan di atas sebagaimana dicatat dalam salah satu karyanya, yaitu kitab Ad-Dibaj:
 

إِنَّمَا يُغَلُّ عَنِ الصَّائِمِيْنَ صَوْمًا حُوْفِظَ عَلىَ شُرُوْطِهِ وَرُوْعِيَتْ آدَابُهُ، أَمَّا مَا لَمْ يُحَافظْ عَلَيْهِ فَلاَ يُغَلُّ عَنْ فَاعِلِهِ الشَّيْطَانُ
 

Artinya, “Sesungguhnya setan itu dibelenggu dari orang-orang yang berpuasa yang dalam puasanya sudah menjaga pada syarat-syarat dan menjaga adab-adab puasa. Sedangkan orang yang tidak menjaganya, maka setan tidak dibelenggu dari orang tersebut.”
 

 لَوْ سَلِمَ أَنَّهَا مُصْفِدَةٌ عَنْ كُلِّ صَائِمٍ فَلاَ يَلْزَمُ أَلاَّ يَقَعَ شَرٌّ لِأَنَّ لِوُقُوْعِ الشَّرِّ أَسْبَابًا أُخْرَى غَيْر الشَّيَاطِيْنِ وَهِيَ النُّفُوْسُ الْخَبِيْثَةُ وَالْعَادَاتُ الرَّكِيْكَةُ وَالشَّيَاطِيْنُ الْإِنْسِيَّةُ
 

Artinya, “Andai benar bahwa setan-setan itu dibelenggu dari semua orang yang puasa, maka belum tentu tidak akan terjadi kemaksiatan, karena untuk terjadinya kemaksiatan itu ada faktor-faktor lain selain setan, yaitu nafsu yang jelek, kebiasaan yang buruk dan setan yang berasal dari manusia.” (As-Suyuthi, Ad-Dibaj ‘ala Syarhi Shahihi Muslim, [Daru Ibnu Affan], juz III, halaman 183).
 

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abul Hasan Al-Mubarakfuri (wafat 1414 H), dalam kitab Mir’atul Mafatih. Ia mengatakan bahwa terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan tidak semuanya disebabkan godaan setan, namun ada juga faktor lain yang mengajaknya, yaitu nafsu yang selalu mengajak pada kejelekan,
 

صُدُوْرُ الْمَعَاصِي فِي رَمَضَانَ لَيْسَ مِنْ أَثَرِ الشَّيْطَانِ بَلْ مِنْ أَثَرِ النَّفْسِ الْإَمَّارَةِ الَّتِي تَشَرَّبَتْ مِنْ أَثَرِ الشَّيْطَانِ فَي سَائِرِ السَّنَةِ
 

Artinya, “Terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan tidak (semuanya) berasal dari setan, tetapi (ada juga) disebabkan nafsu yang mengajak pada kejelekan, di mana ia telah menyerap pengaruh setan dalam setiap tahunnya.” (Al-Mubarakfuri, Mir’atul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih, [Idarah al-Buhuts al-Islamiyah, 1404], juz VI, halaman 401).
 

Sedangkan kitab dalam Fathul Bari dijelaskan, bisa jadi yang dimaksud dengan terbelenggunya setan pada bulan Ramadhan adalah sebuah perumpamaan dari sedikitnya kemaksiatan yang terjadi pada bulan mulia ini dibandingkan dengan kemaksiatan yang terjadi pada bulan-bulan yang lainnya:
 

اَلْمَقْصُوْدُ تَقْلِيْلُ الشُّرُوْرِ فِيْهِ وَهَذَا أَمْرٌ مَحْسُوْسٌ فَإِنَّ وُقُوْعَ ذَلِكَ فِيْهِ أَقَلُّ مِنْ غَيْرِهِ
 

Artinya, “Bisa jadi maksudnya (maksud terbelenggunya setan) adalah sedikitnya kemaksiatan di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang nyata, karena terjadinya kemaksiatan pada bulan Ramadhan lebih sedikit dari bulan yang lainnya.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah], juz IV, halaman 114).
 

Sementara  menurut Syekh Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H), maksud dari terbelenggunya setan pada bulan Ramadhan adalah bahwa orang yang puasa memiliki sedikit kemungkinan untuk mengikuti godaan setan. Mereka akan terputus dari bisikan-bisikan setan yang mengajak pada kemaksiatan. Dalam kitab Maqashidus Shaum ia mengatakan:
 

وَتَصْفِيْدُ الشَّيَاطِيْنِ عِبَارَةٌ عَنِ انْقِطَاعِ وَسْوَسَتِهِمْ عَنِ الصَّائِمِيْنَ لِأَنَّهُمْ لاَيَطْمَعُوْنَ فِي اِجَابَتِهِمْ اِلىَ الْمَعَاصِي
 

Artinya, “(Maksud) terbelenggunya setan hanyalah sebuah perumpamaan dari terputusnya orang-orang yang sedang puasa dari bisikan-bisikan setan, karena mereka tidak akan terlalu berambisi untuk mengikutinya dalam melakukan kemaksiatan.” (Al-Izz bin Abdissalam, Maqashidus Shaum, [Damaskus, Darul Fikr: 1992], halaman 12).

Dari beberapa penjelasan dapat disimpulkan, terbelenggunya setan di bulan Ramadhan tidak menjadi jaminan hilangnya kemaksiatan, sebab terjadinya kemaksiatan tidak hanya disebabkan rayuan dan godaan setan. Namun juga disebabkan faktor lain, seperti nafsu yang selalu mengajak pada kemaksiatan, kebiasaan yang buruk, bahkan bisa juga disebabkan setan-setan dari kalangan manusia.
 

Semoga ibadah puasa yang kita jalani di bulan Ramadhan ini menjadi ibadah yang bersih dan terselamatkan dari maksiat-maksiat, baik yang disebabkan godaan setan maupun yang lainnya. Amin. Wallahu a’lam bisshawab.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.