Ramadhan

Rukyatul Hilal sebagai Metode Penentuan Awal Ramadhan

Jum, 8 Maret 2024 | 19:15 WIB

Rukyatul Hilal sebagai Metode Penentuan Awal Ramadhan

Ilustrasi: rukyat hilal sebagai metode penentuan awal Ramadhan (bmkg.go.id).

Rukyatul hilal terdiri dari dua kata, yaitu rukyat yang berarti melihat dengan mata dan hilal yang berarti bulan sabit. Rukyatul hilal adalah proses mengamati hilal (bulan sabit) untuk menentukan awal bulan Qamariyah, termasuk di dalamnya penentuan awal Ramadhan.
 

Proses rukyatul hilal ditandai dengan munculnya visibilitas bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru konjungsi atau ijtima. Pada fase ini bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Berikut ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan rukyatul hilal.


Rukyatul Hilal Sebagai Metode Penentu Awal Ramadhan

Ibadah puasa merupakan perintah Allah yang rangkaian aturannya mengikuti petunjuk Allah melalui Rasulullah saw. Salah satu syarat sah puasa Ramadhan adalah dilaksanakannya pada bulan Ramadhan. Untuk memastikan waktu masuknya Ramadhan, Rasulullah memerintahkan rukyatul hilal. Hal ini sesuai sabdanya:


صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعبانَ ثلاثينَ


Artinya, “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (bulan sabit) dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) 30 hari." (HR Al-Bukhari dan Muslim).


Hadits ini menunjukan bahwa penentuan awal Ramadhan dengan rukyatul hilal yang dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban. Jika pada tanggal 29 Sya’ban petang hilal telah terlihat, 1 Ramadhan jatuh pada esok harinya.
 

Namun jika hilal tidak terlihat karena seumpama mendung, maka perhitungan bulan Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari (istikmal). 
 

Istikmal (Penyempurnaan) 30 Hari Jika Tidak Terlihat Hilal

Berkaitan dengan redaksi hadits sebelumnya, penentuan awal bulan Qamariyah jika hilal tidak terlihat didasarkan pada metode istikmal.
 

Metode istikmal adalah menggenapkan hitungan 1 bulan Qamariyah menjadi 30 hari karena hilal tidak terlihat pada tanggal 29 petang.
 

Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi dalam Bughyah:


لاَ يَثْبُتُ رَمَضَانُ كَغَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ إِلاَّ بِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ أَوْ إِكْمَالِ الْعِدَّةِ ثَلاَثِيْنَ بِلاَ فَارِقٍ


Artinya, “Bulan Ramadhan sama seperti bulan lainnya tidak tetap kecuali dengan melihat hilal, atau menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi 30 hari, tanpa perbedaan”. (Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi, Bughyatul Musytarsyidin, [Beirut, Darul Kutub Al-’Ilmiyah: 2017], halaman 108).


Penentuan Awal Ramadhan dengan Penetapan Umum (Itsbatul ‘Aam) oleh Pemerintah

Pemerintah (qadhi) menentukan masuknya Ramadhan secara umum melalui proses rukyat, yang dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban.
 

Penetapan umum ini oleh ulama fiqih disebut itsbatul ‘aam yang hasilnya berlaku secara umum pada masyarakat muslim di suatu negara. Adapun penentuannya berdasarkan rukyatul hilal dilakukan oleh minimal satu orang laki-laki yang adil. Jika hilal tidak terlihat saat itu, Sya’ban akan disempurnakan 30 hari.
 

Sayyid Ahmad bin Umar As-Syatiri dalam ta'liq kitab Yaqutun Nafis menjelaskan:


أي صوم رمضان. ويثبت دخوله على العموم بأحد أمرين: استكمال شعبان ثلاثين يوما، وثبوته عند حاكم برؤية عدل  الهلال
 

Artinya, “Penetapan masuknya Ramadhan secara umum adalah dengan dua perkara: Pertama, dengan menyempurnakan Sya’ban 30 hari. Kedua, dengan ketetapan pemerintah (qadhi) atas rukyatul hilal satu laki-laki yang adil.” (Ahmad bin Umar As-Syatiri, Ta'liq kitab Yaqutun Nafis, [Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], halaman 57).


Dilansir dari NU Online dalam artikel berjudu "Keputusan-Keputusan Penting dalam Sejarah Munas Alim Ulama NU", penentuan masuknya Ramadhan dengan rukyatul hilal sesuai dengan pendapat Jumhurus Salaf, sesuai Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun 1404 H/1983 M, dan Keputusan Muktamar NU ke-27 tahun 1405 H/1984 M. 


Sebagai masyarakat, hendaknya kita mengikuti keputusan pemerintah tentang penetapan awal Ramadhan berdasarkan rukyat hilal. Wallahu a’lam.


 

Ustadz Abdul Kadir Jailani, Pengajar di Pondok Pesantren Darussalam Bermi dan Guru di SMAN 1 Gerung Lombok Barat