Sirah Nabawiyah

4 Pemuda di Sekitar Nabi Muhammad saat Periode Makkah

Sab, 28 Oktober 2023 | 05:00 WIB

4 Pemuda di Sekitar Nabi Muhammad saat Periode Makkah

Ilustrasi sahabat Nabi Muhammad. (Foto: NU Online)

Sahabat merupakan tokoh penting dalam dakwah Islam. Perkembangan agama Islam mulai dari dakwah secara diam-diam hingga terang-terangan dan tersebar ke berbagai wilayah, tidak lain adalah karena adanya jasa dan peran serta para sahabat. Bahkan, praktik keagamaan yang kita lakukan saat ini, dengan segala bentuk ragamnya, tidak lepas dari pengaruh para Sahabat Nabi.

 

Sahabat Nabi itu unik dan memiliki karakter yang beragam. Ada yang lemah lembut seperti Abu Bakar, ada yang tegas dan ditakuti seperti ‘Umar, ada yang gemar makan seperti Shuhaib bin Sinan, ada yang sangat lembut seperti Utsman, bahkan ada yang memiliki banyak hutang ketika wafat seperti Zubair bin al-‘Awwam dan masih banyak lagi ragam keunikannya.

 

Ketika Islam mulai didakwahkan oleh Nabi di Makkah, banyak orang-orang biasa yang tergabung dalam ajaran yang dibawa Nabi. Masuknya mereka ke dalam Islam disebabkan ajaran Nabi yang bersifat inklusif tanpa adanya diskriminasi antar satu individu dengan individu lainnya, sebagaimana penuturan Fuad Jabali dalam bukunya. (Fuad Jabali, Sahabat Nabi, [Jakarta: Mizan, 2010], hal. Xiiii).

 

Di sisi lain, gerakan dakwah Islam di awal kemunculannya tidak lepas dari peran Sahabat Nabi dari kalangan pemuda. Kiranya usia mereka kala itu berkisar antara 10 hingga 30 tahun. Di antaranya adalah ‘Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin ‘Umair, Zubair bin al-‘Awwam, dan Muhammad bin Abu Bakar.

 

1. ‘Ali bin Abi Thalib
‘Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan remaja, bahkan kala itu umurnya baru mencapai 10 tahun, sebagaimana riwayat Jabir, Mujahid dan Ibnu Ishaq. Kala itu ‘Ali melihat Nabi dan Khadijah melaksanakan shalat dan penasaran hingga menanyakannya.

 

Nabi pun menjelaskan bahwa ia diutus oleh Allah untuk menyebarkan agama yang pondasinya adalah tauhid dan mengesakan Allah. Takjub mendengarnya, ‘Ali pun menyatakan keislamannya dan hendak mengabarkan ayahnya, namun Nabi mencegahnya dan memerintahkan ‘Ali untuk berislam secara diam-diam sebagaimana Sahabat lainnya. (‘Ali bin Muhammad al-Shalabi, Asnal Mathalib, [Maktabah al-Shahabah, 2004], jilid I, hal. 44).

 

Perjuangan ‘Ali dalam membela risalah yang dibawa Nabi begitu besar, salah satunya adalah ketika ia melindungi Nabi dari rencana pembunuhan suku Quraisy. ‘Ali berani mempertaruhkan nyawanya saat berbaring di tempat tidur Nabi. Ketika orang-orang Quraisy mengepung tempat tidur Nabi dan hendak membunuh sosok di balik selimut yang sedang tidur, ternyata ia adalah ‘Ali.  Rencana mereka akhirnya gagal karena Nabi berhasil hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar. (Abu Syahbah, al-Sirah al-Nabawiyah, [Damaskus: Dar al-Qalam], jilid I, hal. 475)

 

2. Mush’ab bin ‘Umair
Mush’ab bin ‘Umair merupakan salah seorang sahabat muda di awal dakwah Islam yang terkenal dengan penguasaannya terhadap apa yang diajarkan Nabi. Ia masuk Islam dengan mendatangi Nabi ketika dakwah secara diam-diam di Baitul Arqam.

 

Keislaman Mush’ab  disembunyikan dari kaumnya, bahkan ibunya yang sangat perhatian kepadanya pun tidak diberi kabar mengenai keislamannya. Mush’ab sendiri terkenal sebagai pemuda Makkah yang tampan dan menawan. Makanannya selalu enak, pakaiannya selalu rapi dan ibunya memberinya minyak wangi terbaik yang ada di Makkah agar dirinya harum.

 

Ketika Utsman bin Thalhah mengetahui Mush’ab sedang melaksanakan shalat, rencana penyiksaan pun disusun dan ibunya sangat marah terhadapnya. Sumber penghidupan Mush’ab yang berasal dari ibunya musnah, sejak saat itu Mush’ab menjadi pemuda yang berkekurangan secara finansial, hingga kondisi kesehatannya menurun disebabkan siksaan yang diberikan kaumnya. Kondisi yang memprihatinkan itu membuat Nabi bersedih hati, hingga beliau menghiburnya bahwa kondisi Mush’ab saat ini lebih baik daripada sebelumnya dari sudut pandang ilahi.

 

Mush’ab mengikuti peristiwa hijrah yang dipimpin Nabi, hingga ketika di Madinah, beliau dipercaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Madinah. Banyak masyarakat yang masuk Islam di bawah pengajaran dan dakwahnya.

 

Sebagaimana dikisahkan Al-Mawardi dalam kitab an-Nukat wal ‘Uyun, jilid I, halaman 47, perjuangan Mush’ab bukan hanya di bidang dan aktivitas yang bersifat edukatif, ia juga turut berpartisipasi dalam perang Badar dan Uhud bersama kaum muslimin. Di perang Uhud, Mush’ab dipercaya memegang panji perang hingga ia pun terbunuh di tengah peperangan dan mati syahid.

 

Ketika perang selesai, Nabi menghampiri jasad Mush’ab dan mendoakannya, juga membaca ayat Al-Ahzab 23:

 

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُۖ وَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ

 

Artinya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)

 

3. Zubair bin al-‘Awwam
Zubair bin al-‘Awwam adalah pengikut setia Nabi sehingga memiliki gelar Hawari Rasulillah (pengikut setia Rasulullah). Zubair masuk Islam di kala umurnya 15 tahun, ia termasuk 7 orang yang pertama masuk Islam.  Ia juga merupakan salah satu dari sepuluh orang Sahabat yang dijanjikan masuk surga. (Khalid Muhammad, Rijal Haula al-Rasul, [Beirut: Dar al-Fikr], hal. 268).

 

Zubair dididik dengan keras dan tekun oleh ibunya, seolah ia akan menjadi prajurit dan kesatria di masa depan. Ia juga merupakan salah seorang yang mendapatkan pendidikan Nabi di Baitul Arqam.

 

Suatu hari, Zubair mendengar kabar bahwa Nabi telah dibunuh, ia pun langsung membawa pedangnya dan ingin mencari pelakunya. Zubair berniat menghabisi pelakunya, meskipun misal pelakunya adalah orang-orang Quraisy. Ternyata di tengah perjalanan mencari siapa pelakunya, Zubari malah bertemu Nabi dan ia menyadari bahwa kabar kematiannya tidak benar. (Khalid Muhammad, Rijal Haula al-Rasul, hal. 268).

 

Pada perang Uhud, Nabi menugaskan Zubair dan Abu Bakar untuk memimpin batalion yang terdiri dari tujuh puluh orang, supaya mengejar tentara Quraisy yang menang setelah perang Uhud. Zubair wafat bersama Thalhah pasca perundingan di perang Jamal.

 

Mereka berdua memutuskan pulang, namun ketika dalam perjalanan mereka berdua pun dibunuh oleh penyebar kebencian dan fitnah di masa perpolitikan antar Sahabat sedang memanas. (Muhammad ‘Awidhah, Fashl al-Khithab, jilid I, hal. 555).

 

4. ‘Abdullah bin Abu Bakar
Abu Bakar memiliki tiga anak laki-laki, salah satunya adalah ‘Abdullah. Ia merupakan anak Abu Bakar dari Qatilah binti al-‘Uzza, salah seorang isteri Abu Bakar. ‘Abdullah bin Abu Bakar memiliki sifat dan karakter baik yang sangat membantu perkembangan dakwah Islam di awal masa kenabian.

 

Di antara karakter dan sifatnya adalah kecerdasan dan kepiawaianya dalam melakukan sesuatu. Ketika hijrah pertama, ia berhasil menyukseskan perpindahan kaum muslimin tanpa disadari oleh seorang pun dari kalangan Quraisy.  Secara fisik, ‘Abdullah tergolong manusia yang kuat dengan kapasitasnya mendaki gunung Tsur dan menuruninya dua kali dalam sehari ketika menjadi informan muslim di tengah kaum Quraisy.

 

Pada periode Makkah, ‘Abdullah berperan penting sebagai informan muslim yang menyusup ke dalam suku Quraisy untuk mendapatkan informasi yang akan dijadikan strategi pergerakan umat muslim dalam langkah dan keputusan penting di tengah ancaman suku Quraisy.

 

Selain itu, ia juga berperan penting dalam menyediakan pasokan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar di tempat persembunyian mereka. ‘Abdullah bin Abu Bakar wafat 11 H tidak lama pasca Nabi saw wafat sebab luka lamanya ketika perang di Thaif kambuh. Luka tersebut disebabkan oleh panah yang dilontarkan Abu Mihjan kepadanya. (Ibnu ‘Abdil Barr, al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Shahabah, hal. 874).

 

Demikianlah kisah Sahabat muda di sekitar Nabi yang turut membantu dakwah dan perkembangan Islam di awal kemunculannya. Jasa mereka tentunya tidak akan terlupakan oleh umat Islam. Terlepas dari sifat kemanusiaannya, para Sahabat adalah orang-orang yang luar biasa hebat dalam mengawal urusan umat. Wallahu a’lam.

 

Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences