Sirah Nabawiyah

Abdul Muthalib, Abrahah, dan Upaya Penghancuran Ka’bah

Rab, 30 Oktober 2019 | 14:30 WIB

Abdul Muthalib, Abrahah, dan Upaya Penghancuran Ka’bah

Ilustrasi Ka'bah zaman dahulu. (nytimes.com)

Abdul Muthalib merupakan pemimpim Makkah atau kaum Quraisy ketika penguasa Yaman, Abrahah, hendak menghancurkan Ka’bah. Ia mengemban tugas menyediakan akomodasi dan konsumsi (al-Rafadah) serta menyiapkan air dan kebutuhan pokok lainnya untuk mereka yang berziarah ke Ka’bah (al-Siqayah). 

Abdul Muthalib memiliki kepribadian yang kuat, berani, tegas, setia, dan bisa menahan diri ketika menghadapi musuh atau bahaya. Oleh karena itu, dia tidak ada rasa takut sedikitpun di dalam hatinya ketika menemui Abrahah untuk meminta kembali unta miliknya yang dirampas oleh penguasa Yaman tersebut.

Alkisah, Abrahah memiliki ambisi untuk menghancurkan Ka’bah. Ia ingin agar masyarakat Arab berkiblat ke Yaman, bukan Makkah. Ia kemudian mendirikan sebuah gereja besar dan mewah, Al-Qullais, di Ibu Kota Yaman, Shan’a. Di samping itu, motif Abrahah menghancurkan Ka’bah adalah ekonomi. Ia ingin agar para pedagang yang menjajakan dagangannya di Makkah/Ka’bah pada musim haji berpindah ke Yaman. 

Setelah semua persiapan lengkap, Abrahah langsung menuju Makkah dengan mengendarai seekor gajah, bersama dengan pasukannya. Diriwayatkan, ada delapan—riwayat lain 12- ekor gajah yang ikut serta dalam pasukan Abrahah tersebut. Ketika tiba di al-Mughammas, sekitar 3,6 kilometer dari Makkah ke arah Thaif, Abrahah dan pasukannya mendirikan kemah untuk beristirahat 

Karena penunjuk jalannya wafat, Abrahah kemudian mengutus seorang utusan untuk menemui pemimpin suku Quraisy. Utusan tersebut diperintahkan untuk menyampaikan informasi kepada kaum Quarisy bahwa kedatangan Abrahah dan pasukannya ke Makkah hanya untuk menghancurkan Ka’bah, bukan untuk berperang. Namun, jika penduduk Makkah ingin berperang maka para pemimpin Kota Makkah dipersilahkan untuk menemui Abrahah.

Pada kesempatan itu, Abrahah yang sudah tiba di wilayah kaum Quraisy menyita harta benda mereka, termasuk 200 ekor unta milik pemimpin kaum Quraisy, Abdul Muthalib. Tidak terima dengan itu, Abdul Muthalib datang sendirian menemui Abrahah di perkemahannya. Ia menuntut Abrahah agar mengembalikan 200 ekor untanya yang telah disitanya.

Abrahah yang semula menaruh hormat kepada Abdul Muthalib menjadi tidak lagi. Mengapa? Karena Abdul Muthalib datang menemuinya hanya untuk meminta kembali unta-untanya. Tidak membahas Ka’bah yang sebentar lagi akan dihancurkan Abrahah. 

“Aku pada mulanya kagum kepadamu begitu melihatmu, tetapi kekagumanku sirna setelah engkau berbicara meminta 200 ekor untamu itu dan tidak menyinggung tentang rumah yang engkau dan leluhurmu agungkan dan yang aku datang untuk merubuhkannya,” kata Abrahah kepada Abdul Muthalib, dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018).

Mendengar omongan Abrahah seperti itu, Abdul Muthalib hanya menjawabnya singkat namun menohok. Katanya, “Unta-unta itu aku pemiliknya, sedangkan Rumah itu ada juga pemiliknya yang akan membelanya,” kata Abdul Muthalib.

Abrahah membalas jawaban Abdul Muthalin dengan angkuh. Ia mengatakan bahwa Pemilik Rumah tersebut (Allah) tidak akan bisa menghalanginya untuk menghancurkannya. Abdul Muthalib mempersilahkan Abrahah untuk melanjutkan misinya. 

Abrahah mengembalikan 200 ekor unta Abdul Muthalib. Unta-unta tersebut kemudian disembelih Abdul Muthalib sebagai persembahan kepada Ka’bah. Sembari melakukan itu, Abdul Muthalib berdoa kepada Allah agar menjaga Ka’bah dari serangan Abrahah. 

Sebetulnya, Abdul Muthalib juga melakukan lobi-lobi agar Abrahah menggagalkan misinya untuk menghancurkan Ka’bah. Dia bahkan akan memberi  Abrahah sepertiga kekayaan Tihamah jika penguasa Yaman tersebut membatalkan niatnya. Akan tetapi Abrahah menolaknya, ia tetap keukeuh berniat merubuhkan Ka’bah. 

Abdul Muthalib kembali ke Makkah dengan perasaan yang tidak karuan. Ia sadar bahwa penduduk Makkah tidak akan mampu membendung pasukan Abrahah yang begitu terlatih dalam berperang. Oleh karenanya, Abdul Muthalib bertawakkal dan menyerahkan semuanya kepada Pemilik Ka’bah, tentunya setelah melakukan upaya-upaya untuk menggagalkan serangan Abrahah. 

Abrahah langsung memerintahkan pasukannya untuk menuju ke Ka’bah. Namun anehnya, gajah yang ditumpangi Abrahah tidak mau bergerak ketika diarahkan ke arah Ka’bah. Namun jika diarahkan ke selain arah Ka’bah, ia patuh. Hingga akhirnya, Allah mengirim burung-burung ababil untuk menyerang Abrahah dan pasukannya. Seperti keterangan yang tertera dalam QS. Al-Fiil, Abrahah dan pasukannya tewas mengenaskan. Bagian-bagian tubuhnya berjatuhan, bagaikan daun yang dimakan ulat. Misinya merubuhkan Ka’bah gagal total. 
 

Penulis: Muchlishon
Editor: Alhafiz Kurniawan