Sirah Nabawiyah

Mengapa Pemuda Madinah Tertarik Masuk Islam saat Nabi Hijrah?

Ahad, 5 November 2023 | 09:00 WIB

Mengapa Pemuda Madinah Tertarik Masuk Islam saat Nabi Hijrah?

Ilustrasi. (Foto: NU Online/Mahbib).

Penyebaran Islam di Madinah tidak terlepas dari peran pemuda Madinah. Banyak pemuda Madinah yang tertarik dan akhirnya masuk Islam, misalnya Suwaid bin Shamit, Iyas bin Muadz, dan Abu Dzar al-Giffari. Hal ini tentu menjadi pertanyaan, mengapa pemuda Madinah tertarik masuk Islam?

 

Jawabannya adalah karena strategi dakwah Rasulullah yang sangat jitu, yakni menjalin komunikasi yang intens dengan pemuda-pemuda dari Yatsrib sebelum hijrah ke Madinah. Ini dilakukan Nabi hampir 4 tahun sebelum pindah ke Madinah. Ia bertemu dengan perwakilan individu dan kabilah dari Yatsrib untuk mengenalkan Islam kepada mereka. Ini dilakukan setiap musim haji.

 

Syekh Shafiyurrahman al Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah, halaman 113 menyebutkan bahwa pada bulan Dzulqa’dah tahun ke- 10 dari Kenabian, tepatnya pada awal bulan Juli tahun 619 Masehi, Rasulullah memulai strategi dakwah baru, yakni menawarkan Islam kepada pelbagai Kabilah, utusan resmi dan individu. Pasalnya, saat itu tengah musim haji, jadi akan banyak peziarah di luar Mekkah yang akan mengunjungi Ka’bah, untuk beribadah.

 

Lebih lanjut, momentum haji ini waktu yang tepat untuk melebarkan jangkauan dakwah Islam. Rasulullah SAW melihat ini adalah peluang yang sangat besar untuk berdakwah kepada individu dan kabilah di luar penduduk Mekkah. Dakwah ini dilakukan setelah dakwah di Mekkah mengalami penolakan dari sebagian besar penduduknya.

 

Pada akhirnya, strategi berdakwah di musim haji ini membuahkan hasil. Beberapa penduduk Madinah [Yatsrib] tertarik untuk memeluk Islam. Yang kebanyakan mereka adalah anak muda. Misalnya, Suwaid bin Shamit. Ia adalah seorang penyair yang sangat cerdas. Di kabilahnya, ia dijuluki sebagai al-Kamil, karena kulit, keturunan, kehormatan, dan nasabnya yang mulia.  Dalam catatan Mubarakfury, ia datang ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, kemudian Rasulullah melakukan dakwah Islam dan mengajaknya memeluk Islam.

 

Setelah mendengar Islam dari Rasulullah, Suwaid bin Shamit pun masuk Islam. Suwaid masuk Islam pada awal masa kenabian, yaitu pada tahun ke-11 kenabian. Dia masuk Islam setelah bertemu dengan Rasulullah SAW di Makkah dan mendengar ajaran Islam darinya. Suwaid sangat terpesona dengan keindahan Al-Qur'an yang dibacakan oleh Rasulullah SAW. Dia kemudian memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang setia.

 

Suwaid bin Shamit adalah seorang sahabat yang sangat berjasa bagi Islam. Dia adalah salah satu penyair pertama yang menggunakan syairnya untuk menyebarkan ajaran Islam di Madinah, bahkan sebelum Nabi hijrah. Suwaid juga termasuk salah satu sahabat yang gugur dalam perang Bu'ats, yaitu perang saudara antara Suku Aus dan Khazraj.

 

Selanjutnya ada juga sahabat Nabi asal Yatsrib yang masuk Islam di musim haji tahun 620 Masehi, namanya Iyas bin Mu'adz. Menurut Mubarakfury halaman 119, Iyas masuk Islam setelah mendengar ajaran Islam dari Rasulullah SAW.

 

Hal ini terjadi pada tahun 620 M, ketika Iyas dan temannya, Anas bin Rafi, pergi ke Makkah untuk meminta bantuan kaum Quraisy dalam perang yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj di Madinah.

 

Ketika bertemu dengan Rasulullah SAW, Iyas dan Anas bin Rafi diajak berbincang dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Iyas bin Mu'adz sangat tertarik dengan ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Ia merasa bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang benar dan dapat membawa kebaikan bagi umat manusia.

 

Iyas bin Mu'adz pun menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi salah satu orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan penduduk Madinah.

 

Masuknya Iyas bin Mu'adz ke dalam Islam merupakan peristiwa penting dalam sejarah penyebaran Islam di Madinah. Hal ini karena Iyas bin Mu'adz adalah seorang tokoh berpengaruh di Madinah. Keislamannya menjadi contoh bagi orang-orang lain di Madinah untuk masuk Islam.

 

Selanjutnya, penduduk pinggiran Yatsrib adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Termasuk sahabat Nabi Muhammad yang terkenal dengan kezuhudan dan keilmuannya. Abu Dzar masuk Islam pada periode Makkah, sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.

 

Pada saat itu, Abu Dzar sedang menggembalakan kambing di padang pasir. Ia bertemu dengan dua orang musafir, yaitu Suwaid bin Shamit dan Iyas bin Mu'adz. Kedua orang ini adalah sahabat Nabi Muhammad yang telah masuk Islam lebih awal.

 

Suwaid dan Iyas menceritakan tentang Islam kepada Abu Dzar. Mereka menjelaskan tentang keesaan Allah, kenabian Muhammad, dan ajaran-ajaran Islam lainnya. Abu Dzar mendengarkan dengan penuh perhatian. Setelah itu, ia langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan diri sebagai Muslim.

 

Abu Dzar sangat gembira setelah masuk Islam. Ia segera kembali ke kampung halamannya dan mengajak sanak keluarganya dan kerabat dekatnya masuk Islam. Beberapa bulan setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Abu Dzar membawa rombongannya dari kabilah Ghifar dan Aslam ke Madinah. Mereka menyatakan sumpah setia kepada Nabi.

 

Selanjutnya pada tahun ke-11 kenabian atau tepatnya bulan Juli tahun 620 Juli, Nabi Muhammad kembali melancarkan strategi dakwahnya kepada 6 orang penduduk Madinah. Ketika tengah melewati Aqabah di Mina bersama Abu Bakar dan Ali, Nabi melihat enam orang Pemuda dari suku Khazraj yang tengah asyik berbicara, yakni As'ad bin Zurarah, Auf bin Haritsah bin Rifa'ah, Rafi' bin Malik, Quthbah bin Amir, Uqbah bin Amir, Jabir bin Abdillah.

 

Nabi Muhammad SAW kemudian menghampiri mereka dan mengajak mereka untuk berbicara. Nabi Muhammad SAW memperkenalkan diri sebagai seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk membawa ajaran Islam. Untungnya, mereka sudah mendengar terlebih dahulu dari sekutu-sekutu mereka dari kalangan Yahudi Madinah, bahwa ada seorang Nabi yang diutus pada masa ini, yang akan muncul dan mereka akan mengikutinya.

 

Setelah itu, Nabi Muhammad SAW kemudian menjelaskan kepada mereka tentang ajaran Islam, seperti tentang keesaan Allah SWT, kenabian Muhammad SAW, dan hari kiamat. Keenam pemuda dari suku Khazraj tersebut mendengarkan dengan penuh perhatian penjelasan Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, mereka menyatakan keimanannya kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Mereka juga berjanji untuk menyebarkan ajaran Islam kepada kaum mereka di Madinah.

 

Keenam pemuda dari suku Khazraj tersebut kemudian kembali ke Madinah dan menyebarkan ajaran Islam kepada kaum mereka. Tidak lama kemudian, ajaran Islam menyebar dengan cepat di Madinah dan banyak orang yang memeluk agama Islam.

 

Sejarah mencatat, keenam pemuda tersebut kemudian dikenal sebagai As-Sabiqunal Awwalun, yang berarti "Orang-orang yang pertama kali memeluk agama Islam". Mereka merupakan orang-orang yang sangat berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam di Madinah dan sekitarnya.

 

Komunikasi antara Nabi dan penduduk Yatsrib terus berlanjut. Pada musim haji berikut, tahun ke-12 Hijriyah, sekitar 12 orang penduduk Yatsrib datang menemui Nabi di aqabah. Pemuda Yatsrib ini senantiasa berbaiat dan berjanji pada Nabi untuk mendukung dakwahnya.

 

Setelah baiat aqabah pertama usai, dan musim haji pun telah berlalu, maka Nabi Muhammad mengirim duta Islam kepada penduduk Yatsrib, yang mengajari mereka tentang Islam. Sekaligus untuk mengajari orang Musyrik Madinah yang belum mengenal Islam. Utusan Nabi itu adalah Mush’ab bin Umaira al-Abdari.

 

Ia diutus Nabi untuk menyampaikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat Madinah. Di Madinah, Mush'ab bin Umair melakukan berbagai upaya untuk menyebarkan Islam. Ia mendatangi rumah-rumah penduduk Madinah untuk mengajarkan mereka tentang Islam. Ia juga mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas ajaran Islam.

 

Usaha Mush'ab bin Umair membuahkan hasil. Banyak penduduk Madinah yang tertarik dengan ajaran Islam dan akhirnya memeluk Islam. Mush'ab bin Umair berhasil melaksanakan kedua tugas tersebut dengan baik. Ia berhasil menyebarkan Islam di Madinah dan membantu kaum Anshar untuk mempersiapkan kedatangan kaum Muslimin yang akan hijrah.

 

Begitupun pada tahun ke-13 hijriah tahun 622 M, sebanyak 70 orang Yatsrib mengikat baiat kepada Nabi lewat baiat aqabah kedua. 70 orang yang sudah menunaikan haji dan berjanji setia pada Rasulullah.

 

Baiat Aqabah Kedua adalah baiat yang penting karena dalam peristiwa ini, para penduduk Yatsrib berjanji untuk mendukung dan membela Nabi Muhammad serta Islam. Mereka berjanji untuk melindungi Nabi dan para sahabatnya dari segala bahaya dan ancaman.

 

Peristiwa ini menjadi awal perpindahan Nabi Muhammad dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah, yang kemudian dikenal sebagai Hijrah. Baiat Aqabah Kedua merupakan langkah penting dalam mempersiapkan perpindahan ini dan mendapatkan dukungan dari penduduk Yatsrib.

 

Dengan baiat ini, Nabi Muhammad dan pengikutnya mendapatkan perlindungan dan dukungan dari suku-suku di Yatsrib, yang akan menjadi basis utama perkembangan Islam dan pusat pemerintahan Islam di masa depan di Madinah.

 

Strategi ini terbilang jitu, kelak ketika Rasulullah pindah ke Madinah, beliau sudah membangun pondasi yang kuat dan juga basis massa yang setia pada dakwah Islam. Sehingga Islam sudah bisa diterima oleh kebanyakan penduduk Madinah.

 

Dengan adanya para pemuda yang sudah terlebih dahulu mendakwahkan Islam dan terlibat di Aqabah I dan II, maka kaum muslimin akan lebih mudah untuk menerima ajaran Islam. Selain itu, pondasi yang kuat ini juga akan menjadi modal bagi Rasulullah untuk berdakwah di Madinah.

 

Pada akhirnya, ketika Nabi memutuskan Hijrah, kedatangan Rasulullah di Madinah disambut baik oleh penduduk Madinah. Hal ini karena penduduk Madinah dikenal sebagai masyarakat yang berhati lembut dan penuh pertimbangan. Selain itu, Madinah juga merupakan kota yang heterogen, sehingga masyarakatnya lebih terbuka terhadap ajaran baru.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat kajian tafsir, tinggal di Ciputat