Sirah Nabawiyah

Tsabit bin Qais: Juru Bicara Rasulullah yang Istrinya Minta Cerai

NU Online  ·  Jumat, 4 Juli 2025 | 13:00 WIB

Tsabit bin Qais: Juru Bicara Rasulullah yang Istrinya Minta Cerai

Ilustrasi perceraian. Sumber: Canva/NU Online.

Sebagaimana manusia pada umumnya, para sahabat Nabi juga menghadapi berbagai persoalan sosial, termasuk dalam urusan rumah tangga. Salah satunya adalah Tsabit bin Qais, sahabat senior yang dijuluki Khatibu Rasulillah (Juru Bicara Rasulullah). Kedudukan tingginya di tengah umat Muslim tidak menjamin keluarganya hidup harmonis. Karena alasan tertentu, istrinya meminta Tsabit untuk menceraikannya. Kisah drama rumah tangganya didokumentasikan dalam hadits berikut:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ، وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اقْبَلِ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً.


Artinya: Dari Ibnu 'Abbas: Bahwa istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit bin Qais dalam akhlak maupun agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam." Maka Rasulullah bertanya, "Apakah engkau bersedia mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah pun bersabda, "Terimalah kembali kebun itu, dan ceraikan dia dengan satu talak." (HR Bukhari)


Dari hadits ini dapat dipahami bahwa istri Tsabitlah yang meminta diceraikan karena alasan tertentu. Dalam Islam, praktik ini disebut khulu', yaitu perceraian yang diminta oleh istri kepada suami dengan memberikan kompensasi harta (biasanya mengembalikan mahar) agar suami bersedia menceraikannya.


Para ulama berbeda pendapat terkait nama istri Tsabit yang dimaksud dalam hadits. Ibnu Ḥajar dalam Fathul Bari menyebutkan lima nama, yaitu Jamilah binti 'Abdullah bin Ubayy, Zainab binti 'Abdullah, Habibah binti Sahl, Maryam al-Mughaliyyah, dan Sahlah binti Habib. Dari sekian riwayat, Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa Jamilah binti 'Abdullah bin Ubayy adalah nama yang paling akurat karena didukung mayoritas ulama. (Ibnu Ḥajar, Fathul Bari, [Beirut: Darul Fikr, 2019], juz X, h. 389)


Menurut sebagian ulama, kisah perceraian Tsabit dengan istrinya merupakan kasus gugat cerai (khulu') pertama dalam Islam. Hal ini sebagaimana riwayat yang dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berikut:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَوَّلُ خُلْعٍ كَانَ فِي الْإِسْلَامِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَا يَجْتَمِعُ رَأْسِي وَرَأْسُ ثَابِتٍ أَبَدًا، إِنِّي رَفَعْتُ جَانِبَ الْخِبَاءِ، فَرَأَيْتُهُ أَقْبَلَ فِي عِدَّةٍ، فَإِذَا هُوَ أَشَدُّهُمْ سَوَادًا، وَأَقْصَرُهُمْ قَامَةً، وَأَقْبَحُهُمْ وَجْهًا. فَقَالَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَإِنْ شَاءَ زِدْتُهُ. فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا.


Artinya, "Dari Ibnu 'Abbās: Khulu' pertama yang terjadi dalam Islam adalah kasus istri Ṯābit bin Qays. Ia datang kepada Nabi ﷺ dan berkata, "Wahai Rasulullah, kepalaku dan kepala Ṯābit tidak akan pernah bisa bersatu. Aku menyingkap sisi tenda dan melihat dia datang bersama sekelompok orang. Ternyata dia yang paling hitam kulitnya, paling pendek tubuhnya, dan paling buruk rupanya." Nabi ﷺ pun bertanya, "Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya, bahkan jika ia mau, akan kutambah lagi." Maka Nabi memisahkan mereka berdua." (Ibnu Hajar, Fathul Bari, [Beirut: Darul Fikr, 2019], juz X, h. 389)


Alasan Istri Minta Diceraikan

Apa sebenarnya yang menjadikan hubungan rumah tangga Tsabit tidak harmonis? Sampai-sampai istrinya meminta padanya untuk diceraikan. 


Menurut Ath-Thibi, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar, alasan istri Tsabit minta untuk diceraikan adalah karena ia merasa belum bisa memenuhi hak-haknya sebagai istri yang baik. Ia khawatir, jika terus hidup dalam ikatan pernikahan tanpa cinta dan keharmonisan, hal itu justru akan menjerumuskannya ke dalam sikap nusyuz dan dosa, yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, demi menjaga integritas keagamaannya, ia memilih jalan khulu'. Berikut paparan Ath-Thibi:


وَقَالَ الطِّيبِيُّ: الْمَعْنَى أَخَافُ عَلَى نَفْسِي فِي الْإِسْلَامِ مَا يُنَافِي حُكْمَهُ مِنْ نُشُوزٍ وَفِرَاقٍ وَغَيْرِهِ، مِمَّا يُتَوَقَّعُ مِنَ الشَّابَّةِ الْجَمِيلَةِ الْمُبْغِضَةِ لِزَوْجِهَا إِذَا كَانَ بِالضِّدِّ مِنْهَا، فَأَطْلَقَتْ عَلَى مَا يُنَافِي مُقْتَضَى الْإِسْلَامِ: الْكُفْرَ.


Artinya,“Ath-Thibi berkata: Maksudnya, ‘Aku khawatir akan melakukan sesuatu dalam Islam yang bertentangan dengan tuntunan Islam, seperti membangkang, meminta cerai, atau hal-hal lain yang biasa terjadi pada seorang wanita muda nan cantik yang tidak mencintai suaminya, terutama jika suaminya bertolak belakang dari segi rupa atau sifat.’ Maka, ia menyebut segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam itu sebagai ‘kufur’.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari,  juz X, h. 390)


Sebagian ulama menjelaskan bahwa alasan istri Tsabit meminta cerai bukan karena takut tak mampu menjadi istri yang baik, melainkan karena ia merasa penampilan fisik suami (yang dianggap sangat kurang) tidak sebanding dengannya yang cantik. Perbedaan mencolok inilah yang membuatnya sulit mencintai suaminya dan mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Pendapat ini berdasarkan riwayat berikut:


إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ: أَوَّلُ خُلْعٍ كَانَ فِي الْإِسْلَامِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَا يَجْتَمِعُ رَأْسِي وَرَأْسُ ثَابِتٍ أَبَدًا، إِنِّي رَفَعْتُ جَانِبَ الْخِبَاءِ، فَرَأَيْتُهُ أَقْبَلَ فِي عِدَّةٍ، فَإِذَا هُوَ أَشَدُّهُمْ سَوَادًا، وَأَقْصَرُهُمْ قَامَةً، وَأَقْبَحُهُمْ وَجْهًا. فَقَالَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَإِنْ شَاءَ زِدْتُهُ. فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا.


Artinya, "Ibnu 'Abbas berkata: Khulu' pertama yang terjadi dalam Islam adalah kasus istri Tsabit bin Qais. Ia datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, kepalaku dan kepala Ṯābit tidak akan pernah bisa bersatu. Aku pernah menyingkap sisi tenda, lalu kulihat ia datang bersama sekelompok orang. Ternyata dia adalah yang paling hitam kulitnya, paling pendek tubuhnya, dan paling buruk rupanya."


"Maka Nabi bertanya, "Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya, bahkan kalau dia mau, aku akan tambah lagi." Maka Nabi pun memisahkan keduanya." (Fathul Bari, juz X, h. 390)


Dari kisah istri Tsabit bin Qais, kita memahami bahwa Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk memilih jalan keluar dari pernikahan yang tidak lagi menyenangkan secara lahir dan batin. Khulu' menjadi solusi syar'i yang menjaga hak suami istri secara adil. Dari sini kita belajar bahwa kebahagiaan rumah tangga tidak hanya ditentukan oleh akhlak dan agama, tetapi juga oleh rasa nyaman dan kecocokan pribadi. Wallahu a'lam.


Ustadz Muhamad Abror, dosen filologi dan sejarah Islam Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta.