Sirah Nabawiyah

Pandangan Nabi Muhammad terhadap Para Nabi Lainnya

Rab, 9 Oktober 2019 | 13:00 WIB

"Perumpamaanku terhadap nabi terdahulu seperti seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah. Lalu ia memperindah rumah tersebut dan membaguskannya, kecuali masih ada satu tempat ubin di satu sudut. Lalu mulailah orang-orang mengelilingi bangunan itu dan merasa takjub. Mereka berkata, ‘Mengapa tidak diisi ubin ini.’ Maka akulah ubin itu, dan aku adalah penutup para nabi," kata Nabi Muhammad dalam satu hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
 
Begitulah Nabi Muhammad mengibaratkan ‘posisi dirinya’ dengan para nabi sebelumnya. Menariknya, beliau tidak mengaku sebagai dinding depan, atap, pintu, atau bagian penting dan terlihat lainnya dalam perumpamaan di atas. Karena kerendahan hatinya, Nabi Muhammad mengibaratkan dirinya seperti ubin di satu sudut dalam satu bangunan rumah. 
 
Nabi Muhammad tidak membawa ‘ajaran baru’. Ajaran yang dibawa Nabi adalah sebagai penyempurna dari ajaran-ajaran tauhid yang pernah didakwahkan para nabi dan rasul terdahulu. Sehingga ajaran para nabi terdahulu dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saling terkait dan tersambung. 
 
Selain mengibaratkan dengan satu bangunan rumah, Nabi Muhammad juga memiliki beberapa pandangan terhadap para nabi dan rasul sebelumnya. 
Pertama, tidak membeda-bedakan antar para nabi. Nabi Muhammad tidak pernah membanding-bandingkan dirinya dengan nabi sebelumnya. Beliau juga mengingatkan agar umatnya tidak melakukan hal itu, termasuk melebihkan Nabi Muhammad atas nabi lainnya.
 
Ada satu kisah terkait hal ini. Satu hari terjadi perselisihan antara seorang Anshar dan seorang Yahudi. Cerita bermula ketika seorang Yahudi sedang menawarkan barang dagangannya, namun ia direspons dengan sesuatu yang dibencinya. Yahudi tersebut langsung merespons dengan mengangungkan Nabi Musa as di atas semua manusia.
 
Seorang Anshar tidak sepakat dengan apa yang dikatakan Yahudi tersebut. Ia kemudian menampar wajah Yahudi tersebut dan mengatakan, "Engkau mengatakan, Demi Dzat yang telah memilih Musa atas semua manusia, sedangkan ada Nabi Muhammad di antara kita?"
 
Yahudi itu melaporkan insiden tersebut kepada Nabi Muhammad. Setelah mengetahui duduk perkara, merujuk Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011), Nabi membela si Yahudi dan ‘memarahi’ sahabat Anshar tersebut. Setelah itu, Nabi bersabda agar tidak membanding-bandingkan dirinya dengan para nabi sebelumnya. Mengingat tugas mereka sama, yaitu menyeru kepada umat manusia untuk mengesakan Allah (tauhid).
 
Kedua, para nabi adalah saudara seayah. Dalam satu hadits Nabi Muhammad menegaskan bahwa para nabi yang diutus Allah adalah saudara seayah, sementara ibu mereka berbeda-beda. Karena kalau dirunut nasabnya, maka para nabi itu akan ketemu pada jalur Nabi Ibrahim—sebagai para nabi, bahkan hingga Nabi Adam as. Di samping ‘satu keluarga besar’, Nabi Muhammad juga menyatakan bahwa para nabi membawa agama yang sama, yakni tauhid. 
 
"Para nabi adalah saudara seayah dan ibu-ibu mereka berbeda-beda, sedangkan agama mereka adalah satu," kata Nabi dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
 
Ketiga, mengagungkan para nabi sebelumnya. Nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati dan mencintai para nabi sebelumnya, termasuk kepada para pengikutnya yang teguh dalam agama mereka. Bahkan, Nabi Muhammad mengaku kalau umat Islam sebagai orang yang paling berhak atas para nabi sebelumnya—seperti Nabi Musa dan Nabi Isa--dari pada umatnya sendiri.
 
Hal itu terlihat ketika Nabi Muhammad mendapati umat Yahudi berpuasa Asyura (10 Muharram), sebagai rasa syukur atas penyelamatan Allah terhadap Nabi Musa dan Bani Israel dari musuh-musuhnya. 
 
"Kalau begitu, kita (umat Islam) sangat patut mengikuti jejak Musa as," kata Nabi kepada umat Yahudi.
 
Nabi Muhammad kemudian memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura. Agar tidak menyamai syariat umat Yahudi, Nabi Muhammad juga memerintahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 (hari Tasu’a) dan 11 Muharram.
 
Demikianlah pandangan Nabi Muhammad terhadap para nabi sebelumnya. Oleh sebab itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad juga sepatutnya mengikuti apa yang diajarkan Nabi Muhammad; menghormati, memuliakan, mengagungkan, dan tidak membanding-bandingkan antar satu nabi dengan nabi lainnya. 
 
Penulis: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawa