Sirah Nabawiyah

Rasulullah dan Ajaran Nabi-nabi Sebelumnya

Jum, 13 Mei 2022 | 14:30 WIB

Rasulullah dan Ajaran Nabi-nabi Sebelumnya

Ilustrasi Rasulullah Muhammad saw. (Foto: NU Online)

Kehidupan para Nabi dan Rasul beserta ajaran-ajarannya tidak terputus. Hal itu terlihat ketika kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi yang juga menceritakan kisah-kisah Nabi sebelumnya, tak terkecuali Al-Qur’an. Salah satu keistimewaan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ialah terdapat kisah nabi-nabi sebelumnya. Al-Qur’an menginformasikan kehidupan masa lalu dari para Nabi dan Rasul.


Dalam Sirah Rasulullah yang disusun pada abad ke-8, Ibn Ishaq menggambarkan empat orang ini sebagai para hanif (bentuk jamak: hunafa; secara harfiah berarti mereka yang kembali) atau orang-orang yang mempertahankan kemurnian tauhid Ibrahim. Keempat orang itu adalah Waraqah bin Naufal, Abdullah bin Jahsy, Zayd bin Amir, dan Utsman bin Huwayrits.


Dari keempat nama tersebut, Waraqah bin Naufal yang kisahnya masyhur ketika meyakini Muhammad adalah seorang Nabi. Selain sebagai sepupu Sayyidah Khadijah, Waraqah sejak muda tekun mempelajari Injil dan manuskrip-manuskrip kuno Nestorian yang di antaranya meramalkan kedatangan seorang nabi baru, nabi terakhir. Artinya, kedatangan nabi terakhir juga diterangkan dalam kitab-kitab sebelumnya.


Ketika Muhammad gemetaran karena mendapat pengalaman spiritual di gua Hira pada umur 40, Khadijah bertanya kepada Waraqah tentang apa yang sedang menimpa suaminya. Waktu itu Waraqah sudah berusia agak lanjut dan matanya telah setengah buta. Menurut Ibn Ishaq, Waraqah meyakinkan Khadijah bahwa suaminya kemungkinan besar seorang nabi.


Waraqah juga menyatakan dukungannya kepada Muhammad. Ia seperti menemukan apa yang selama ini ia pertanyakan dari pembacaannya terhadap manuskrip-manuskrip kuno.


Terkait ajaran, KH Zakky Mubarak (2022) menjelaskan bahwa dalam al-Qur’an diinformasikan, pada dasarnya ajaran para Nabi dan Rasul itu memiliki persamaan-persamaan terutama dalam bidang akidah.


Akidah yang diajarkan para Nabi dan Rasul, tidak pernah berubah dari satu masa ke masa yang lain yaitu akidah Tauhid yakni kepercayaan dan keyakinan bahwa sesungguhnya Allah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.


Al-Qur’an juga menggambarkan sikap tingkah laku manusia yang tidak mengikuti petunjuk dan menentang ajaran para Nabi, mereka digambarkan dalam persamaan untuk menentang ajaran itu. Hal ini bisa kita lihat misalnya yang terjadi pada Nabi Nuh as dan pembangkangan kaumnya. 


“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari kiamat.” (QS al-A’raf : 59).


Ayat di atas menegaskan pada kita bahwa ajaran aqidah yang disampaikan Nabi Nuh adalah akidah Tauhid yaitu kepercayaan dan keyakinan bahwa Allah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Ayat itu menjelaskan kepada kita bahwa tugas para Nabi dan Rasul terdapat persamaan yaitu menyampaikan risalah Ilahiyah.


Ajaran dasar yang disampaikan para Nabi berupa akidah Islamiyah adalah sama, tidak pernah berubah dari masa ke masa, dari suatu Nabi ke Nabi yang lain, yaitu akidah tauhid. Pengalaman-pengalaman yang dialami para Nabi juga banyak persamaan.


Tidak hanya dari sisi akidah tauhid, para Nabi dan Rasul juga mempunyai persamaan ajaran dari sisi akhlak. 


Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000) menjelaskan, Al-Qur’an surat Al-An'am ayat 90 menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya ke-18 nama Nabi/Rasul. Setelah kedelapan belas nama disebut, Allah berpesan kepada Nabi Muhammad saw:


"Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, maka hendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh."


Ulama-ulama tafsir menyatakan bahwa Nabi Muhammad memperhatikan benar pesan ini. Hal itu terbukti antara lain, ketika salah seorang pengikutnya mengecam kebijaksanaan beliau saat membagi harta rampasan perang, beliau menahan amarahnya dan menyabarkan diri dengan berkata:


"Semoga Allah merahmati Musa as. Dia telah diganggu melebihi gangguan yang ku alami ini, dan dia bersabar (maka aku lebih wajar bersabar daripada Musa as)."


Karena itu pula sebagian ulama tafsir menyimpulkan, bahwa pastilah Nabi Muhammad telah meneladani sifat-sifat terpuji para nabi sebelum beliau.


Nabi Nuh as dikenal sebagai seorang yang gigih dan tabah dalam berdakwah. Nabi Ibrahim as dikenal sebagai seorang yang amat pemurah, serta amat tekun bermujahadah mendekatkan diri kepada Allah.


Nabi Daud as dikenal sebagai nabi yang amat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadap nikmat Allah. Nabi Zakaria, Nabi Yahya, dan Nabi Isa adalah nabi-nabi yang berupaya menghindari kenikmatan dunia demi mendekatkan diri kepada Allah Swt.


Nabi Yusuf terkenal gagah, dan amat bersyukur dalam nikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus diketahui sebagai nabi yang amat khusyuk  ketika  berdoa, Nabi Musa terbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, Nabi Harun sebaliknya, adalah nabi yang penuh dengan kelemahlembutan. Demikian seterusnya, dan Nabi Muhammad meneladani semua keistimewaan nabi-nabi sebelum beliau. (Fathoni)