Syariah

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Sunnah Rajab dan Puasa Senin Kamis?

Selasa, 31 Desember 2024 | 15:00 WIB

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Sunnah Rajab dan Puasa Senin Kamis?

Ilustrasi puasa. Sumber: Canva/NU Online.

Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam Islam selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Bulan ini memiliki keutamaan khusus, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗ


Artinya, "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram." (At-Taubah [9]:36).


Sebagai salah satu dari empat bulan yang dimuliakan, Rajab menjadi momentum yang sangat baik bagi umat Islam untuk memperbanyak amal kebaikan, termasuk berpuasa sunah. Mayoritas ulama sepakat bahwa puasa pada bulan-bulan yang dimuliakan ini hukumnya sunah. 


Dalam menjalankan puasa sunah, terkadang kita menemui situasi di mana beberapa ibadah sunah bertemu pada waktu yang sama. Salah satu contohnya adalah puasa sunah Rajab yang bertepatan dengan hari Senin atau Kamis. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Bolehkah menggabungkan niat puasa sunah Rajab dan puasa Senin Kamis? Berikut penjelasannya: 


Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya al-Asybah wan Nadhair mengatakan bahwa menggabungkan dua niat sunah menurut Imam al-Qaffal kedua ibadah tersebut tidak sah dilakukan secara bersamaan. Namun, pendapat Imam al-Qaffal ini dibantah dengan sebuah kasus bahwa berniat mandi sunah untuk shalat Jumat dan mandi sunah hari raya keduanya dianggap sah dikerjakan secara bersamaan. Berikut selengkapnya: 


الرَّابِعُ: أَنْ يَنْوِي مَعَ النَّفْلِ نَفْلًا آخَر: فَلَا يَحْصُلَانِ. قَالَهُ الْقَفَّالُ وَنُقِضَ عَلَيْهِ بِنِيَّتِهِ الْغُسْل لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيد، فَإِنَّهُمَا يَحْصُلَانِ. قُلْت: وَكَذَا لَوْ اجْتَمَعَ عِيد وَكُسُوف، خَطَبَ لَهُمَا خُطْبَتَيْنِ، بِقَصْدِهِمَا جَمِيعًا ذَكَرَهُ فِي أَصْلِ الرَّوْضَةِ، وَعَلَّلَهُ بِأَنَّهُمَا سُنَّتَانِ، بِخِلَافِ الْجُمُعَة وَالْكُسُوف، وَيَنْبَغِي أَنْ يُلْحَق بِهَا مَا لَوْ نَوَى صَوْم يَوْم عَرَفَة وَالِاثْنَيْنِ مَثَلًا، فَيَصِحّ


Artinya, "Keempat: Jika seseorang berniat menggabungkan dua niat untuk dua ibadah sunah, maka kedua ibadah tersebut tidak sah dilakukan secara bersamaan. Pendapat ini disampaikan oleh Al-Qaffal. Namun, pendapat tersebut dibantah dengan contoh berniat mandi untuk Jumat dan hari raya, dimana keduanya dianggap sah."


"As-Suyuthi berkata: Begitu juga, jika salat Id dan shalat kusuf berkumpul (waktunya bersamaan), maka seseorang dapat berkhutbah dua kali dengan niat untuk keduanya sekaligus. Hal ini disebutkan dalam kitab Ar-Raudhah dan dikuatkan dengan alasan bahwa keduanya adalah ibadah sunah, berbeda dengan shalat Jumat dan salat kusuf."


"Dan seyogyanya dapat disamakan juga, seseorang yang berniat puasa hari Arafah dan hari Senin misalnya, maka puasa tersebut tersebut sah." Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, al-Asybah wan Nadhair, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan pertama: 1403 H] juz I halaman 23). 


Imam Bujairimi lebih tegas menyatakan keabsahan puasa yang dikerjakan dengan cara menggabungkan dua niat puasa sunah sekaligus atau hanya satu niat saja. 


تَنْبِيهٌ: قَدْ يُوجَدُ لِلصَّوْمِ سَبَبَانِ، كَوُقُوعِ عَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ يَوْمَ اثْنَيْنِ أَوْ خَمِيسٍ، وَكَوُقُوعِهِمَا فِي سِتَّةِ شَوَّالٍ فَيَتَأَكَّدُ صَوْمُ مَا لَهُ سَبَبَانِ رِعَايَةً لِكُلٍّ مِنْهُمَا، فَإِنْ نَوَاهُمَا حَصَلَا كَالصَّدَقَةِ عَلَى الْقَرِيبِ صَدَقَةً وَصِلَةً وَكَذَا لَوْ نَوَى أَحَدَهُمَا فِيمَا يَظْهَرُ.


Artinya, "Peringatan: Terkadang ditemukan puasa memiliki dua sebab, seperti hari Arafah atau Asyura yang jatuh pada hari Senin atau Kamis, atau kedua hari tersebut jatuh dalam enam Syawal. Dalam kondisi seperti ini, puasa tersebut menjadi lebih ditekankan karena mengandung dua sebab, dengan memperhatikan keutamaan masing-masing. Jika seseorang berniat puasa untuk keduanya sekaligus, maka pahala dari kedua puasa tersebut dapat diperoleh, sebagaimana sedekah kepada kerabat yang sekaligus menjadi bentuk sedekah dan silaturahmi. Begitu juga, jika ia hanya berniat untuk salah satunya, berdasarkan apa yang tampak jelas." (Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami, Tuhfatul Habib 'ala Syarhil Khatib al-Bujairimi 'ala Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M], juz II halaman 404).

 

Terkait dengan pahala yang didapatkan itu tergantung dari yang diniatkan. Berikut penjelasan Imam Ibnu Hajar selengkapnya: 


وَسُئِلَ فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ عَمَّنْ نَوَى صَوْمَ يَوْمِ عَرَفَة مَعَ فَرْضٍ أَوْ كَانَ نَحْوُ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَنَوَى صَوْمَهُ عَنْ عَرَفَة وَكَوْنه يَوْمَ الِاثْنَيْنِ فَهَلْ تَحْصُل لَهُ سُنَّةُ صَوْمِهِ؟


فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ الَّذِي يَقْتَضِيه كَلَامُهُمْ أَنَّ الْقَصْدَ إشْغَالُ ذَلِكَ الزَّمَانِ بِصَوْمٍ كَمَا أَنَّ الْقَصْدَ بِالتَّحِيَّةِ إشْغَال الْبُقْعَةِ بِصَلَاةٍ وَحِينَئِذٍ فَإِنْ نَوَاهُمَا حَصَلَا أَوْ نَوَى أَحَدَهُمَا سَقَطَ طَلَبُ الْآخَرِ وَلَا يَحْصُلُ ثَوَابُهُ


Artinya, "Imam Ibnu Hajar pernah ditanya, tentang seseorang yang berniat puasa Arafah sekaligus dengan puasa wajib, atau ketika bertepatan dengan hari Senin, lalu ia berniat untuk berpuasa Arafah sekaligus puasa sunnah Senin, apakah ia mendapatkan keutamaan puasa sunnah tersebut?"


"Maka beliau menjawab: Pendapat yang sesuai dengan pernyataan para ulama adalah bahwa tujuan utama dari puasa tersebut adalah mengisi waktu tersebut dengan puasa, sebagaimana tujuan shalat Tahiyatul Masjid adalah menggunakan tempat itu untuk ibadah salat. Oleh karena itu, jika ia berniat untuk keduanya sekaligus, maka kedua ibadah itu dianggap telah dilaksanakan. Namun, jika ia hanya berniat salah satunya, maka tuntutan untuk yang lain gugur, tetapi ia tidak mendapatkan pahala." (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, [Mesir, Al-Maktabah Al-Islamiyah: tt], juz II, halaman 85). 


Walhasil, dari paparan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa menggabungkan niat puasa sunah Rajab dan puasa Senin Kamis adalah diperbolehkan dan mendapatkan dua pahala puasa sunah sekaligus.

 

Jika niatnya hanya satu puasa maka pahala yang didapatkan hanya satu pahala puasa sunah yang diniatkan saja. Sedangkan tuntutan puasa sunah yang lain otomatis telah gugur dengan dikerjakannya puasa sekalipun tidak diniatkan.

 

Menurut Imam Bujairimi puasa yang memiliki dua sebab semisal puasa sunah Senin Kamis dan puasa sunah bulan Rajab adalah lebih ditekankan karena memperhatikan keutamaan masing-masing dari keduanya. Wallahu a'lam


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo