Dosa Mengklaim Kepemilikan Orang lain secara Paksa atau Curang
Rabu, 5 Februari 2025 | 10:00 WIB
Sunnatullah
Kontributor
Setiap orang berusaha memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang benar, namun seringkali, realitas kehidupan tidak sesuai dengan harapan. Keinginan untuk mendapatkan lebih banyak tanpa usaha yang sepadan mendorong sebagian orang untuk memilih jalan yang salah, melanggar batas moral dan sosial. Hal ini merusak tatanan kehidupan yang seharusnya damai dan harmonis.
Salah satu contoh nyata yang sedang viral adalah kasus mafia tanah di Dago Elos, Bandung, yang berlangsung sejak 2016. Dalam kasus ini, sejumlah oknum mencoba merebut tanah milik warga secara paksa melalui pemalsuan dokumen dan klaim yang curang. Meskipun menghadapi intimidasi dan kekerasan, warga Dago Elos tetap teguh berjuang dengan jalur hukum dan perlawanan damai untuk mempertahankan hak mereka.
Bagaimana Agama Menilai?
Tindakan semacam ini tidak hanya persoalan duniawi saja, namun juga berkaitan dengan dosa yang mengikat di hadapan Allah. Sebab, mengambil atau mengklaim kepemilikan orang lain dengan cara yang curang tidak hanya menyakiti individu yang dirugikan, tetapi juga mencederai keadilan yang seharusnya ditegakkan.
Lantas, bagaimana agama memandang perbuatan ini? Seberapa besar ancaman dan dosa bagi mereka yang dengan sengaja mengklaim kepemilikan orang lain secara paksa atau curang?
Sebagaimana jamak diketahui, mengklaim atau mengambil kepemilikan orang lain dengan cara yang tidak benar merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Hal ini secara jelas telah diingatkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya, “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah, [2]: 188).
Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya menjelaskan maksud ayat di atas, bahwa larangan mengonsumsi harta orang lain dengan cara yang tidak benar mencakup semua bentuk tindakan yang dapat merusak status kepemilikan orang lain, seperti mengambil, merampas, menguasai, dan lainnya.
Namun kenapa ayat di atas hanya menyebut lafal “memakan”, karena pada prinsipnya tujuan utama dari adanya harta adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang salah satunya adalah untuk makan.
Adapun bentuk-bentuk pengambilan harta orang lain dalam ayat di atas menurut az-Zuhaili memiliki dua cara. Pertama, dengan cara yang zalim, seperti mencuri, merampok, atau merampas. Kedua, dengan memperoleh harta melalui sumber yang tidak halal, seperti perjudian, pendapatan dari profesi yang diharamkan, atau aktivitas lain yang dilarang dalam Islam. Dalam kitabnya ia menyebutkan:
وَأَكْلُ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ لَهُ وَجْهَانِ: الْأَوَّلُ أَخْذُهُ عَلىَ وَجْهِ الظُّلْمِ وَالسَّرِقَةِ وَالْغَصْبِ وَنَحْوِ ذَلِكَ. وَالثَّانِي أَخْذُهُ مِنْ جِهَّةٍ مَحْظُوْرَةٍ كَالْقِمَارِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ سَائِرِ الْوُجُوْهِ الَّتِي حَرَّمَهَا الشَّرْعُ. وَقَدِ انْتَظَمَتِ الْآيَةُ تَحْرِيْمَ كُلِّ هَذِهِ الْوُجُوْهِ
Artinya, “Adapun memakan harta dengan cara yang batil memiliki dua bentuk. Pertama, yaitu mengambilnya dengan cara zalim seperti mencuri, merampok, atau merampas dan sebagainya. Kedua, yaitu mengambilnya dari sumber yang dilarang, seperti perjudian, dan sebagainya dari segala bentuk yang diharamkan oleh syariat. Dan ayat ini mencakup pengharaman semua bentuk tersebut.” (Tafsir al-Munir fil Aqidah was Syari’ah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, 1418], jilid II, halaman 163).
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, dalam kitabnya ia mengatakan bahwa ayat di atas merupakan peringatan dari Allah SWT kepada manusia untuk tidak terlena dan tidak tergoda untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang salah, seperti dengan cara merampok, menipu, mencuri dan lainnya. Tidak berakhir pada cara tersebut, tindakan salah tersebut juga tidak boleh kemudian dibawa kepada penguasa atau hakim untuk mendapatkan legalitas atau pembenaran.
Bahkan beliau juga menyindir bahwa banyak orang-orang yang beranggapan bahwa jika tindakan mereka mendapatkan persetujuan atau pembenaran dari pihak yang berwenang, maka hal itu langsung dianggap sah dan legal. Padahal, anggapan-anggapan seperti ini merupakan pandangan yang keliru. Dalam kitabnya ia mengatakan:
إِيَّاكُمْ أَنْ تَأْكُلُوْهَا بِالْبَاطِلِ ثُمَّ تُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِيُبَرِّرُوْا لَكُمْ أَنَّ هَذَا الْبَاطِلَ هُوَ حَقٌّ لَكُمْ. فَهُنَاكَ أُنَاسٌ كَثِيْرُوْنَ يَرَوْنَ فِي فِعْلِ الْحَاكِمِ مُبَرِّرًا لِأَنْ يَفْعَلُوْا مِثْلَهُ، وَهَذَا أَمْرٌ خَاطِئٌ لِأَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْئُوْلٌ عَنْ حَرَكَتِهِ
Artinya, “Janganlah kalian memakannya (harta itu) dengan cara yang batil, kemudian kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim, supaya mereka membenarkan bagi kalian bahwa yang batil itu adalah hak kalian. Karena ada banyak orang yang menganggap perbuatan penguasa sebagai pembenaran agar mereka melakukan hal yang sama, dan itu adalah suatu hal yang keliru, karena setiap manusia bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.” (Tafsir al-Khawathir lis-Sya’rawi, [Maktabah Darur Raudhah: tt], jilid II, halaman 488).
Dosa dan Ancamannya dalam Pandangan Islam
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa segala bentuk tindakan mengambil kepemilikan orang lain, baik dengan cara merampas, mengklaim, merampok, mencuri dan lainnya merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam, dan setiap tindakan yang tidak dibenarkan memiliki konsekuensi hukuman dan dosa masing-masing, termasuk mengklaim kepemilikan orang lain dengan cara yang salah.
Berkaitan dengan ancaman dan dosa tindakan yang satu ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an setelah menegaskan keharaman mengambil harta orang lain dengan cara yang salah, bahwa ancamannya adalah akan dimasukkan ke dalam neraka, yang hal itu sangat mudah bagi-Nya. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَاناً وَظُلْماً فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَاراً وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيراً
Artinya, “Siapa yang berbuat demikian dengan cara melanggar aturan dan berbuat zalim kelak Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS An-Nisa’, [4]: 30).
Merujuk penjelasan Syekh Syihabuddin al-Alusi dalam kitab tafsirnya, bahwa orang-orang yang memakan, mengambil, merampas, dan menguasai kepemilikan orang lain dengan cara yang batil atau tidak benar, akan dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah dan dibakar di dalamnya. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat mudah bagi-Nya, tanpa ada seorang pun yang bisa menghalangi atau menolaknya. (Ruhul Ma’ani fi Tafsiri Qur’anil Adzim was Sab’il Matsani, [Beirut: Darul Fikr, tt], jilid IV, halaman 31).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus mafia tanah merupakan praktik yang sangat dilarang, karena termasuk perbuatan mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak benar.
Orang-orang yang terlibat dalam klaim tanah atas hak orang lain ini akan mendapatkan balasan buruk dari Allah, sesuai dengan hukum-Nya. Demikian penjelasan tentang dosa mengklaim kepemilikan orang lain secara paksa atau curang. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, dan alumnus Program Kepenulisan Turots Ilmiah Maroko.
Terpopuler
1
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
2
Tak Ada Respons Istana, Massa Aksi Bertahan hingga Malam
3
Cara Gus Baha Sambut Ramadhan: Perbanyak Ngaji
4
Pakar Tanggapi Dampak Pemangkasan Anggaran Kementerian untuk Program MBG
5
Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Gelap di Patung Kuda
6
Pelunasan Bipih Jamaah Haji Reguler Hingga 14 Maret 2025, Berikut Besar Bipih Tiap Embarkasi
Terkini
Lihat Semua