Syariah

Etika Terhadap Ajaran Agama Lain menurut Islam

Sen, 9 Oktober 2023 | 16:15 WIB

Etika Terhadap Ajaran Agama Lain menurut Islam

Ilustrasi. (Foto: NU Online/Freepik)

Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati agama orang lain, meskipun berbeda ajaran dan keyakinan. Larangan menghina agama orang lain ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-An'am ayat 108, yang berbunyi:

 

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ. كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

 

Artinya: "Dan janganlah kamu mencela sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan mencela Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat itu memandang baik pekerjaan mereka sendiri. Kemudian kepada Tuhanlah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan."

 

Ayat ini melarang umat Islam untuk menghina sesembahan orang lain, karena hal tersebut dapat memancing mereka untuk menghina Allah SWT. Allah SWT mengetahui apa yang dikerjakan setiap umat, dan Dia akan memberikan balasan yang setimpal.

 

Dalam Tafsir Al-Basith Lil Wahidi, jilid 8 halaman 345, disebutkan bahwa dulu para sahabat Nabi Muhammad SAW sering mencela sesembahan orang-orang kafir. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kesalahan orang-orang kafir yang menyembah selain Allah. Namun, Nabi Muhammad SAW melarang para sahabatnya untuk melakukan hal itu.

 

Ada beberapa alasan mengapa ayat ini melarang umat Islam untuk mencela sesembahan orang-orang kafir. Pertama, hal itu dapat menyebabkan orang-orang kafir menjadi marah dan membalas dengan mencela Allah. Kedua, hal itu dapat menyebabkan orang-orang kafir semakin keras kepala dan tidak mau menerima kebenaran Islam. Ketiga, hal itu dapat merusak hubungan antar umat beragama.

 

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ} الآية قال [قتادة] (٥) (٦) والمفسرون (٧): (كان المسلمون يسبون أصنام الكفار فنهاهم عن ذلك لئلا يسبوا الله)

Artinya: "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Qatadah dan ulama tafsir mengatakan (pada awalnya, para sahabat Nabi Muhammad SAW sering memaki sembahan-sembahan orang-orang kafir. Untuk mencegah hal tersebut, Allah SWT melarang umat Islam untuk memaki sembahan-sembahan orang-orang kafir.)"

 

Dengan demikian,  larangan mencela sesembahan orang-orang kafir bukan berarti umat Islam harus membiarkan orang-orang kafir menyembah selain Allah. Umat Islam tetap harus berdakwah dan mengajak orang-orang kafir untuk memeluk Islam. Namun, dakwah harus dilakukan dengan cara yang bijak dan santun, tanpa menghina atau mencela sesembahan orang-orang kafir.

 

Penjelasan serupa juga ada dalam kitab Tafsir Samarqandi, Bahrul Ulum,  jilid halaman 474, bahwa Allah SWT melarang orang-orang mukmin untuk memaki sesembahan orang-orang musyrik. Hal ini dikarenakan orang-orang musyrik akan membalas dengan memaki Allah SWT.

 

Bahkan, orang-orang musyrik akan memaki Allah SWT dengan tanpa ilmu. Mereka akan memaki Allah SWT karena mereka marah dan sakit hati karena sesembahan mereka dimaki.

 

Lebih lanjut,  lewat ayat ini, Allah memberikan pelajaran bahwa jika seseorang ingin menyuruh orang lain untuk berbuat baik, tetapi hal itu justru akan membuat orang tersebut berbuat lebih buruk, maka sebaiknya orang tersebut tidak menyuruhnya.

 

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وذلك أن النبيّ صلّى الله عليه وسلم وأصحابه كان يذكرون الأصنام بسوء ويذكرون عيبهم، فقال المشركون: لتنتهين عن شتم آلهتنا، أو لنسبنّ ربك. فنهى الله تعالى المؤمنين عن شتم آلهتهم عندهم لأنهم جهلة. فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْواً يعني: اعتداءً بِغَيْرِ عِلْمٍ يعني: بلا علم منهم ويقال: عَدْواً يعني: ظلماً صار نصباً بالمصدر، وفي الآية دليل أن الإنسان إذا أراد أن يأمر بالمعروف فيقع المأمور به في أمر هو شر مما هو فيه من الضرب أو الشتم أو القتل، ينبغي أن لا يأمره ويتركه على ما هو فيه. 

Artinya: "(Dan janganlah kamu memaki orang-orang yang mereka sembah selain Allah). Hal ini karena Nabi SAW dan para sahabatnya kerap kali mencela dan menjelek-jelekkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang musyrik. Maka orang-orang musyrik berkata: Hendaklah kamu berhenti memaki tuhan-tuhan kami, atau kami akan memaki tuhanmu. Maka Allah SWT melarang orang-orang beriman untuk memaki berhala-berhala orang-orang musyrik karena mereka adalah orang-orang yang bodoh. Maka mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas. Kata 'aduwan yakni zhalim."

 

Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa jika seseorang ingin memerintahkan kepada kebaikan, namun ternyata perintah itu justru membuat orang yang diperintah masuk ke dalam perkara yang lebih buruk dari keadaannya saat itu, seperti dipukul, dimaki, atau bahkan dibunuh, maka sebaiknya orang tersebut tidak usah memerintahkannya dan membiarkannya saja. Kemudian Allah berfirman: "Demikianlah Kami jadikan setiap umat memandang baik perbuatannya."

 

Dengan demikian, bahwa dalam memerintahkan kepada kebaikan, kita harus mempertimbangkan kondisi orang yang akan kita perintahkan. Jika ternyata perintah kita justru akan membuatnya masuk ke dalam perkara yang lebih buruk, maka sebaiknya kita tidak usah memerintahkannya.

 

Pasalnya, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Oleh karena itu, kita harus menghormati pandangan orang lain, meskipun kita tidak setuju dengan pandangan tersebut.

 

Terakhir, jamak kita jumpai di tengah kita orang yang senantiasa mengolok-olok kepercayaan orang lain.  Untuk orang seperti ini, dalam kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir Syekh Muhammad at-Tahir Ibnu Asyur mengkritik umat Islam yang terlalu bersemangat membela agamanya, namun akhirnya kebablasan. Mereka pun mencaci maki tuhan-tuhan orang yang menyembah selain Allah.

 

Hal ini, menurut Syekh Ibnu Asyur, tidak dibenarkan oleh Islam. Islam mengajarkan untuk menghormati agama lain dan tidak boleh menghina tuhan-tuhan mereka.

 

Kata Ibnu Asyur, Islam adalah agama yang toleran dan menghargai perbedaan. Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dengan damai.

 

Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh menghina tuhan-tuhan orang yang menyembah selain Allah. Hal ini karena menghina tuhan orang lain sama saja dengan menghina keyakinannya.

 

ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻟﻐﻴﺮﺗﻬﻢ ﻋﻠﻰ اﻹﺳﻼﻡ ﺭﺑﻤﺎ ﺗﺠﺎﻭﺯﻭا اﻟﺤﺪ ﻓﻔﺮﻃﺖ ﻣﻨﻬﻢ ﻓﺮﻃﺎﺕ ﺳﺒﻮا ﻓﻴﻬﺎ ﺃﺻﻨﺎﻡ اﻟﻤﺸﺮﻛﻴﻦ

Artinya: "Sesungguhnya kaum Muslimin, karena kecemburuan mereka terhadap Islam, mungkin mereka telah melampaui batas, sehingga terjadi di antara mereka tindakan berlebihan, di mana mereka mencela berhala-berhala orang-orang musyrik."

 

Sejatinya,  pesan Syekh Ibnu Asyur ini masih relevan dengan kondisi umat Islam saat ini. Masih ada saja umat Islam yang terlalu bersemangat membela agamanya, namun akhirnya kebablasan, misalnya dengan melakukan provokasi dan ujaran kebencian terhadap agama lain. Hal ini tentu sangat tidak baik dan dapat menimbulkan konflik.

 

Oleh karena itu, umat Islam perlu belajar untuk mengendalikan diri dan tidak mudah terpancing emosi. Kita harus tetap berpegang teguh pada ajaran Islam yang mengajarkan toleransi dan menghargai perbedaan.

 

Zainuddin Lubis, pegiat kajian tafsir, tinggal di Ciputat.