Syariah

Hukum Menulis Nama, Tanggal Lahir, dan Wafat di Nisan Makam

Ahad, 4 Februari 2024 | 17:00 WIB

Hukum Menulis Nama, Tanggal Lahir, dan Wafat di Nisan Makam

Ilustrasi: kuburan (muftinews.com).

Telah menjadi tradisi menulis nama dan tanggal baik kelahiran maupun kematian di nisan makam.
 

Sebenarnya kesunahan dalam mengubur adalah tanah ditinggikan sekitar sejengkal agar dikenali sebagai makam sehingga dihormati. Kemudian bagian atas dibentuk persegi empat dengan rata.
 

Menurut sebagian ulama dengan dibentuk seperti punuk unta yakni mengerucut sehingga bagian tengah lebih tinggi.Hal ini berdasarkan riwayat bahwa makam Rasulullah saw memang ditinggikan sejengkal dan keterangan Sayyidah Aisyah bila makam Rasul, Sayyidina Abu Bakar dan Umar bagian atasnya dibuat rata. (Abu Bakar Syatha, Hasyiyah Ianatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 1997), juz II, halaman135).
 

Tidak boleh mengijing secara permanen semisal pakai semen, kecuali di lahan pribadi. Sebagian ulama mengecualikan makam ulama, orang saleh, atau yang dikenal sebagai wali., maka boleh dibangun secara permanen meski di pemakaman umum.

 

Disunahkan memberikan tanda semacam patok di bagian kepala mayit. Menurut keterangan sebagian ulama seperti Imam Al-Mawardi juga di bagian kaki. Ini yang berlaku di daerah kita, patok di bagian kepala dan kaki.
 

Kemudian bagaimana hukum menulis nama, tanggal lahir, dan tanggal kematian di patok atau nisan tersebut?
 

Jawaban pertanyaan ini dapat dirunut dari tindakan Rasulullah saw memberikan batu di posisi kepala Sayyidina Utsman bin Madh'un. Ia terhitung masih saudara susuan Rasul. Dalam hadits riwayat Abu Dawud Rasulullah saw bersabda:
 

 أُعْلِمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي، وَأَدْفِنُ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِي

 

Artinya, "Aku menandai kubur saudaraku dengan batu itu dan aku mengubur di dekatnya siapa yang meninggal dari keluargaku."

 

Berawal dari sini para ulama menjelaskan, memberi nama atau tanggal kematian di nisan diperbolehkan dengan tujuan agar lebih mudah diidentifikasi untuk diziarahi. Lebih-lebih bila makam tersebut adalah makam para ulama atau wali yang sering dikunjungi oleh para peziarah, maka hukumnya sunah. Karena sifatnya sebagai penanda, tentu tulisan yang ada tak perlu berlebihan, namun cukup sebagai penanda saja, karena hukum asal menulisnya adalah makruh. Hal ini seperti keterangan Syekh Nawawi Al-Bantani yang menyatakakan

 

 وتكره الكتابة عليه سواء كتب اسم صاحبه أو غيره نعم إن كتب اسم صاحبه ونسبه بقصد أن يعرف فيزار فلا كراهة بشرط الاقتصار على قدر الحاجة لا سيما قبور الأولياء والعلماء والصالحين فإنها لا تعرف إلا بذلك عند تطاول السنين
 

Artinya, "Makruh memberi tulisan di atas kubur, baik nama penghuni kubur atau tulisan lainnya. Benar demikian. Bila ditulis nama dan nasab penghuni kubur agar dikenali kemudian diziarahi maka tidak makruh dengan syarat hanya sesuai kebutuhan. Apalagi kuburan para wali, para ulama dan orang orang saleh, karena kuburan mereka tidak diketahui kecuali dengan tulisan tersebut ketika sudah lewat bertahun-tahun. (Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul FIkr], halaman 154-155).

 

Demikian hukum menulis nama, demikian pula tanggal lahir dan tanggal wafat di nisan. Yang perlu diperhatikan, membaca tulisan nisan menurut kitab Ta'limul Muta'allim termasuk hal yang dapat menyebabkan orang mudah lupa, sehingga hendaknya tulisan tersebut cukup sesuai kebutuhan saja, yaitu untuk mencari lokasi makam yang tepat. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Muhammad Masruhan, pengajar di PP Al Inayah Wareng Tempuran dan pengurus LBM PCNU Kabupaten Magelang