Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, kini menghadapi kenyataan yang ironis. Di balik citra religiusnya, negeri ini ternyata masih terjerat oleh praktik judi online, yang dalam bahasa sehari-hari sering disebut "judol."
Ironisnya, menurut pemantauan Ranking Drone Emprit, Indonesia kini menduduki peringkat teratas sebagai negara dengan jumlah penjudi online terbanyak di dunia, mengalahkan Kamboja dan Filipina, dua negara yang terkenal sebagai pusat server judi online.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahkan mengungkapkan bahwa selama semester pertama tahun 2024, nilai transaksi judi online di Indonesia telah mencapai angka fantastis, yakni Rp100 triliun.
Meskipun pemerintah telah berupaya keras menekan aktivitas ini dengan memblokir berbagai situs judi online (judol), masih banyak pihak yang terlibat dalam melindungi, atau bahkan "membekingi," situs-situs tersebut demi keuntungan pribadi. Yang lebih memprihatinkan, sejumlah artis, selebgram, dan influencer terbukti terlibat dalam promosi judol, mengabaikan tanggung jawab sosial mereka. Hal ini menjadi salah satu alasan utama mengapa praktik judol terus berkembang pesat di Indonesia.
Promosi judi online sejatinya dilarang keras dan termasuk tindakan melanggar hukum. Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024, yang mengatur tentang perubahan kedua UU ITE, secara tegas melarang distribusi dan transmisi informasi yang mengandung unsur perjudian. Pelanggaran atas ketentuan ini dapat mengakibatkan ancaman hukuman berat, yakni pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Namun, kendati ancaman pidana yang tidak main-main, banyak oknum yang terus saja mempromosikan penyakit sosial ini demi keuntungan pribadi. Lantas, sebenarnya bagaimana hukum promosi judol dalam pandangan Islam?
Baca Juga
Ciri Dasar Aplikasi berbasis Judi Online
Dalam agama Islam judi dengan segala jenisnya baik judi konvensional ataupun digital dilakukan secara online maupun offline hukumnya haram. Keharaman judi merupakan keharaman yang telah maklum diketahui oleh seluruh umat Islam, dalam bahasa fiqih dikenal dengan "ma'lumun minaddin bidharurah". Dalam Al-Qur'an, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (Al-Mā'idah [5]:90)
Promosi adalah metode yang digunakan oleh pengusaha untuk berkomunikasi dengan konsumen. Promosi dianggap sebagai langkah lanjutan karena bisa memicu aktivitas lebih lanjut bagi perusahaan. Dengan kata lain, promosi bertujuan memberikan informasi kepada konsumen tentang produk atau jasa. Di era internet, penyebaran informasi tentang bisnis menjadi lebih mudah, termasuk dalam industri perjudian online.
Sosial media adalah salah satu platform utama untuk promosi ini. Tekniknya cukup sederhana: pemilik situs judi online membayar pemilik akun media sosial untuk mengunggah informasi tentang situs tersebut melalui tautan di akun mereka, sebagaimana ditulis oleh Pande Putu Rastika, dkk, dalam Jurnal Preferensi Hukum (Vol 2, No.1, 2021: 158) berjudul "Sanksi Pidana Terhadap Para Pemasang Dan Promosi Iklan Bermuatan Konten Judi Online."
Sederhananya, promosi adalah upaya untuk memberikan informasi atau menawarkan suatu produk dengan tujuan menarik calon konsumen agar membeli, mengonsumsi, atau menggunakan produk tersebut. Dalam konteks judi online, promosi berarti menginformasikan atau menawarkan situs judol agar orang-orang yang melihatnya tertarik untuk bermain di situs yang dipromosikan.
Dengan demikian, promosi judi online merupakan tindakan mempromosikan sesuatu yang secara hukum Islam dihukumi haram. Oleh karena itu, hukum mempromosikan judi online juga menjadi haram. Hal ini sejalan dengan kaidah dalam Ushul Fiqih yang disampaikan oleh Syekh Izzudin bin Abdissalam dalam Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam Jilid II (Kairo, Maktabah Kulliyatul Azhariyah, 1991: 218) berikut:
ما أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ
Artinya, "Sesuatu yang mengantarkan kepada perbuatan terlarang maka hukumnya haram."
Selain itu, pelaku promosi atau orang yang mengajak kepada sesuatu yang haram diancam dengan akan mendapatkan dosa jariyah, yaitu dosa dari perbuatan orang-orang yang mengikutinya untuk melakukan perbuatan haram. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah Saw pernah bersabda:
ومَن دَعا إلى ضَلالَةٍ، كانَ عليه مِنَ الإثْمِ مِثْلُ آثامِ مَن تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذلكَ مِن آثامِهِمْ شيئًا
Artinya, "Siapa pun yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." (HR Imam Muslim).
Dalam penjelasan atau syarah terhadap hadits tersebut, Syekh Mulla al-Qori' dalam Mirqotul Mafatih Jilid I (Beirut, Darul Fikr, 2002: 242) menjelaskan:
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، أَيْ: مَنْ أَرْشَدَ غَيْرَهُ إِلَى فِعْلِ إِثْمٍ وَإِنْ قَلَّ أَوْ أَمَرَهُ بِهِ أَوْ أَعَانَهُ عَلَيْهِ (كَانَ عَلَيْهِ): وَفِي نُسْخَةٍ [لَهُ]: فَاللَّامُ لِلِاخْتِصَاصِ أَوْ لِلْمُشَاكَلَةِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Artinya, “Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan,” maksudnya adalah seseorang yang mengarahkan orang lain untuk melakukan dosa, meskipun dosa itu kecil, atau memerintahkannya, atau membantunya dalam perbuatan dosa tersebut. “Maka baginya,”—dalam salah satu versi teks tertulis “atasnya”—yang menunjukkan adanya kekhususan atau kesamaan, akan mendapatkan dosa yang setara dengan dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
Kemudian, terkait alasan mengapa seseorang yang mengajak kepada perbuatan dosa juga mendapatkan dosa, Syekh Abdurrauf al-Munawi dalam Faidhul Qadir Jilid VI (Mesir: Maktabah at-Tijariyah, 1356 H, hlm. 125) menjelaskan:
لتولده عن فعله الذي هو من خصال الشيطان والعبد يستحق العقوبة على السبب وما تولد منه كما يعاقب السكران على جنايته حال سكره وإذا كان السبب محظورا لم يكن السكران معذورا فالله يعاقب على الأسباب المحرمة وما تولد منها كما يثيب على الأسباب المأمور بها وما تولد منها
Artinya, "Karena hal tersebut lahir dari perbuatannya yang merupakan sifat-sifat setan, maka seorang hamba layak mendapatkan hukuman atas sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Sebagaimana orang yang mabuk dihukum atas kejahatannya ketika mabuk, dan jika sebabnya terlarang, maka orang mabuk itu tidak dimaafkan. Maka Allah memberikan hukuman atas sebab-sebab yang haram dan apa yang dihasilkan darinya, sebagaimana Allah memberi pahala atas sebab-sebab yang diperintahkan dan apa yang dihasilkan darinya."
Walhasil, hukum mempromosikan judi online adalah haram, karena mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan haram juga merupakan tindakan yang dihukumi haram.
Selain berdosa, pelaku promosi judi online juga menanggung dosa dari para pelaku judi yang ia ajak, karena ia menjadi penyebab mereka terjerumus ke dalam perbuatan haram tersebut.
Hal yang tidak kalah penting, upah atau bayaran yang diterima dari mempromosikan judi online juga dihukumi haram, karena berasal dari pekerjaan yang bertentangan dengan hukum syariat. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Terpopuler
1
Rais 'Aam PBNU Ajak Pengurus Mewarisi Dakwah Wali Songo yang Santun dan Menyejukkan
2
Kisah Levina, Jamaah Haji Termuda Pengganti Sang Ibunda yang Telah Berpulang
3
Gus Yahya: Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja, Tak Boleh Buat Mazhab Sendiri
4
Hal Negatif yang Dialami Jamaah Haji di Tanah Suci Bukan Azab
5
Diundang Hadiri Konferensi Naqsyabandiyah, Mudir ‘Ali JATMAN Siapkan Beasiswa bagi Calon Mursyid
6
Kemenhaj Saudi dan 8 Syarikah Setujui Penggabungan Jamaah Terpisah, PPIH Terbitkan Surat Edaran
Terkini
Lihat Semua