Syariah

Hukum Sujud Syukur saat Peringatan Kemerdekaan

Rab, 24 Agustus 2022 | 05:00 WIB

Hukum Sujud Syukur saat Peringatan Kemerdekaan

Sujud syukur saat peringatan kemerdekaan.

ِAgustus 2022 masyarakat Indonesia memperingati hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-77. Semarak peringatan dapat disaksikan di seluruh penjuru Nusantara. Pada malam 17 Agustus biasa disebut dengan malam tirakatan. Malam tirakatan sebagai tradisi memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, biasanya diisi dengan doa, zikir, serta potong tumpeng. Di sebagian daerah, ditambahi dengan sujud syukur secara berjamaah.
 

Namun, apakah ulang tahun kemerdekaan seperti itu memang disunnahkan untuk disyukuri dengan cara melakukan sujud syukur? Bukankah nikmat kemerdekaan ini sudah dirasakan sejak lama, sehingga tidak disunnahkan lagi untuk mensyukurinya dengan cara sujud syukur? Bagaimana hukumnya dalam fiqih Islam?  
 

Perlu diketahui bahwa pengertian sujud syukur secara syara adalah:


هُوَ سَجْدَةٌ يَفْعَلُهَا الإِْنْسَانُ عِنْدَ هُجُومِ نِعْمَةٍ، أَوِ انْدِفَاعِ نِقْمَةٍ


Artinya, "Sujud syukur secara syara' adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang saat datangnya ​​nikmat atau tertolaknya bahaya." (Wizaratul Auqaf was Syu’unul Islamiyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Mesir, Darus Shafwah], juz XXIV, halaman 245).
 

Dalam mazhab Syafi'i sujud syukur hukumnya sunnah jika ditemukan sebabnya. Di antaranya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud sebagai berikut:

 

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ

 

Artinya, "Dari Abu Bakrah, dari Nabi saw, bahwa ketika beliau mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau menyungkurkan diri untuk sujud kepada Allah." (HR Abu Dawud).

 

Adapun sebab disunnahkan sujud syukur sebagaimana dijelaskan Syekh Said Ba’asyin dalam kitab Busyral Karim sebagai berikut:

 

(فصل: يسن سجود الشكر عند هجوم نعمة) ظاهرة، كحدوث ولد ولو ميتاً بلغ أربعة أشهر، وقدوم غائب، وشفاء مريض، ووظيفة دينية وهو أهل لها أو باطنة، كحدوث علم له أو لنحو ولده أو عامة، كمطر عند الحاجة إليه لا خاصة بأجنبي. والمراد بـ (الهجوم): تجدد وقوعها سواء كان يتوقعها، أم لا. وخرج بالتجدد: النعم المستمرة كالعافية، والغنى، فلا يسجد لها؛ لأنه يستغرق العمر

 

Artinya, "Pasal: sujud syukur disunnahkan saat datangnya suatu ​​kenikmatan atau tertolaknya bahaya. Nikmat yang didapati dari arah yang tidak diduga-duga. Baik berupa nikmat lahir, semisal lahirnya anak meskipun dalam kondisi sudah meninggal yang mencapai usia 4 bulan di kandungan, hadirnya seseorang yang jauh, sembuh dari sakit, dan tugas keagamaan yang ia memang ahlinya. Atau berupa nikmat batin semisal mendapatkan ilmu, dan datangnya hujan saat dibutuhkannya. 

 

Adapun yang dimaksud dengan saat datangnya nikmat (al-hujum) adalah baru saja mendapat nikmat tersebut, baik nikmat itu diharapkan ataupun tidak. 

 

Dikecualikan dari nikmat yang baru (al-tajadud) adalah nikmat-nikmat yang terus menerus semisal kesehatan yang prima dan keadaan kecukupan, maka tidak disunnahkan sujud syukur, karena akan menghabiskan waktu seumur hidup." (Syekh Said bin M Ba’asyin, Busyral Karim, [Jeddah, Darul Minhaj: 1425/2004], halaman 307).
 

Jadi, kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tahun ini tidak termasuk sebab yang karenanya disunahkan sujud syukur. Karena kemerdekaan Indonesia bukan merupakan kenikmatan yang baru saja didapatkan, namun kenikmatan yang sudah berlangsung sejak lama dan secara ​​terus-menerus dirasakan sampai sekarang.

 

Bahkan sujud syukur atas kemerdekaan yan​​​​​​​g dilakukan​​​​​​​ saat hari peringatan​​​​​​​ seperti itu bisa jadi hukumnya haram, mengingat sujud syukur yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan fiqih, yaitu sujud syukur saat datangnya suatu ​​nikmat atau saat tertolaknya bahaya. Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan: 


ولا يحل التقرب إلى الله تعالى بسجدة بلا سبب


Artinya,  "Tidak halal (mendekatkan diri kepada Allah dengan sujud tanpa adanya sebab (sesuai ketentuan fiqih)." (Zainudin al-Malibari, Fathul Mu'in, [Beirut: Dar Ibnu Hazm], halaman. 142). ​​​​​​​Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM PCNU Purworejo