Ibnu Abbas RA, Ulama Pertama yang Melarang Shalat Jumat karena Uzur
Sabtu, 21 Maret 2020 | 17:15 WIB
Sahabat Ibnu Abbas RA adalah ulama pertama yang mencegah masyarakat untuk menghadiri Shalat Jumat. Pasalnya, cuaca tidak mendukung sehingga orang yang memaksakan diri untuk menghadiri Shalat Jumat akan mengalami kesulitan.
Untuk menghindari itu, Sahabat Ibnu Abbas yang saat itu menjadi khatib meminta muazinnya untuk mengganti lafal “hayya alas shalāh” menjadi “shallū fī buyūtikum” pada riwayat Muslim atau “as-shalatu fir rihāl” pada riwayat Bukhari.
Adapun pada konteks shalat berjamaah, Ibnu Umar RA pernah mengakhiri lafal azannya dengan seruan “shallū fī rihālikum” pada riwayat Muslim. “Begitulah Rasulullah SAW memerintahkan muazinnya jika malam terlampau dingin atau hujan,” kata Ibnu Umar, (HR Muslim).
Semua lafal ini dapat digunakan tanpa saling menafikan sebagaimana nash As-Syafi’i. (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz III, halaman 224).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata kepada muazinnya pada hari hujan, ‘Bila kau sudah membaca ‘Asyhadu an lā ilāha illallāhu, asyhadu anna muhammadan rasūlullāh,’ jangan kau teruskan dengan seruan ‘hayya ‘alas shalāh,’ tetapi serulah ‘shallū fi buyūtikum.’’ Orang-orang seolah mengingkari perintah Ibnu Abbas RA. Ia lalu mengatakan, ‘Apakah kalian heran dengan masalah ini? Padahal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sungguh Jumat itu wajib, tetapi aku tidak suka menyulitkanmu sehingga kamu berjalan di tanah dan licin.’” (HR Muslim).
Imam An-Nawawi mengatakan, hadits ini menjadi dalil atas keringanan shalat berjamaah dalam situasi hujan dan berbagai bentuk uzur lainnya. Pasalnya, andai muazin menyeru, “hayya ‘alas shalāh,” niscaya kalian akan memaksakan diri untuk datang dan kalian menjadi mudharat karenanya. (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim: juz III/224).
Adapun berikut ini adalah hadits serupa riwayat Imam Bukhari.
عبد الله بن الحارث قال خطبنا ابن عباس في يوم ذي ردغ فأمر المؤذن لما بلغ حي على الصلاة قال قل الصلاة في الرحال فنظر بعضهم إلى بعض فكأنهم أنكروا فقال كأنكم أنكرتم هذا إن هذا فعله من هو خير مني يعني النبي صلى الله عليه وسلم إنها عزمة وإني كرهت أن أحرجكم
Artinya, “Abdullah bin Harits bercerita, Ibnu Abbas RA berkhotbah di hari hujan (sehingga tanah berlumpur). Ia meminta muazin ketika sampai pada, ‘hayya ‘alas shalāh,’ serukanlah ‘as-shalatu fir rihāl.’ Jamaah yang mendengar ketika itu memandang satu sama lain seolah mengingkarinya. Ia lalu mengatakan, ‘Seakan kalian mengingkari hal ini? Padahal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yakni Nabi Muhammad SAW. Sungguh ia (Jumat) itu wajib. tetapi aku tidak suka menyulitkanmu sehingga kamu berjalan di tanah dan licin.’” (HR Bukhari).
Pada riwayat lain, Imam Bukhari meriwayatkan hadits serupa dengan perkataan Ibnu Abbas RA yang berbeda di akhirnya. Kalau diwajibkan Jumat, ia khawatir membuat mereka yang uzur karena hujan berdosa.
وعن حماد عن عاصم عن عبد الله بن الحارث عن ابن عباس نحوه غير أنه قال كرهت أن أؤثمكم فتجيئون تدوسون الطين إلى ركبكم
Artinya, “Dari Hammad, dari Ashim, dari Abdullah bin Harits dari Ibnu Abbas RA meriwayatkan hadits serupa, hanya saja Ibnu Abbas mengatakan, 'Aku tidak suka membuat kalian dosa (karena tidak datang), lalu kalian datang dan memijak tanah (lumpur) hingga lutut,” (HR Bukhari).
Adapun seruan “shallū fī buyūtikum” atau “as-shalatu fir rihāl” diselipkan pada lafal azan pada kasus yang terjadi dengan Ibnu Abbas RA. Mengenai kata “Ar-rihāl,” Imam An-Nawawi merujuk pada keterangan ahli bahasa, yaitu tempat tinggal yang terbuat dari batu, tanah liat, kayu, bulu binatang, atau benda sejenis lainnya. (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim: juz III/224). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
Profil Arifatul Choiri Fauzi, Nakhoda Baru PP Muslimat NU 2025-2030
2
Arifatul Choiri Fauzi Pimpin PP Muslimat NU Periode 2025-2030
3
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
4
Respons Pengurus Muslimat NU atas Perubahan Struktur Kepengurusan Hasil Putusan Kongres Ke-18
5
Tak Ada Respons Istana, Massa Aksi Bertahan hingga Malam
6
Khofifah Terpilih Sebagai Ketua Umum Dewan Pembina PP Muslimat NU Masa Khidmah 2025-2030
Terkini
Lihat Semua