Syariah

Maulid Nabi menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Kam, 5 Oktober 2023 | 17:00 WIB

Maulid Nabi menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

​​​​​​​Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani (Foto via Tajul Haramaian)

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitab adz-Dzakhiratul Muhamadiyah menjelaskan bahwa merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw atau yang juga bisa disebut dengan maulid sebagaimana yang sudah lumrah terjadi di mana-mana hukumnya diperbolehkan dan berpahala bagi yang mengerjakannya. Kebolehan ini memiliki banyak alasan sebagai berikut:


Pertama, merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad merupakan bentuk ekspresi cinta dan bahagia atas dilahirkannya manusia terbaik dan teladan sepanjang zaman. Orang-orang yang berbahagia atas kelahiran nabi akan mendapatkan manfaat dan keberkahan, bahkan tidak hanya umat Islam saja namun juga orang yang tidak beragama Islam.


Hal itu sebagaimana yang dirasakan oleh Abu Lahab. Sekalipun ia tidak iman dan tidak percaya pada ajaran nabi serta akan kekal di dalam neraka, namun Allah selalu meringankan siksa kepadanya karena ia berbahagia atas kelahiran nabi dengan memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah.


إذَا كَانَ هَذَا كَافِرًا جَاءَ ذَمُّهُ * وَتَبَّتْ يَدَاهُ فِي الْجَحِيمِ مُخَلَّدَا * أَتَى أَنَّهُ فِي يَوْمِ الِاثْنَيْنِ دَائِمًا * يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُورِ لِأَحْمَدَا * فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِي كَانَ عُمْرُهُ * بِأَحْمَدَ مَسْرُورًا وَمَاتَ مُوَحِّدَا


Artinya, “Jika orang seperti Abu Lahab yang jelas-jelas tercela dan kekal di neraka, setiap hari senin diringankan siksanya sebab ia bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad, maka apalagi jika yang bergembira itu adalah seorang muslim, yang sepanjang hidupnya bergembira atas lahirnya nabi dan wafat dalam keadaan mengesakan Allah (muslim)?


Kedua, perayaan maulid nabi merupakan bentuk penghormatan dan pemuliaan umat Islam atas kelahiran nabinya serta bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang agung, yaitu Nabi Muhammad, di mana dengan mengikuti ajarannya maka semua manusia akan selamat. Dan, Rasulullah pun pada hakikatnya juga merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa setiap hari Senin.


Kendati perayaan Rasulullah pada hari kelahirannya adalah dengan puasa, dan umat Islam merayakannya dengan seremonial yang sudah terjadi saat ini, namun keduanya tetap memiliki makna dan spirit yang sama, yaitu sama-sama memuliakan hari kelahiran nabi yang mulia.


Ketiga, bahagia dan bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam Islam, bahkan perintah dari Allah. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Allah swt dalam surat Yunus, yaitu:


قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ


Artinya, “Katakanlah (Muhamad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus [10]: 58).


Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan semua umat Islam untuk berbahagia atas adanya rahmat dan karunia dari-Nya. Sedangkan Nabi Muhammad merupakan paling agungnya rahmat, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Anbiya’ ayat 107, yang artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhamad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”


Keempat, Rasulullah selalu memperingati berbagai peristiwa-peristiwa besar keagamaan yang sudah lampau di setiap tahunnya. Jika datang suatu masa yang di dalamnya terdapat peristiwa tersebut, maka saat itulah ia menjadikannya sebagai momentum untuk mengenang dan merayakannya, karena saat itulah merupakan waktu terjadinya peristiwa tersebut.


Salah satu contohnya adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa ketika Rasulullah sampai di Madinah ia melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, kemudian nabi menanyakan alasan puasa tersebut, maka mereka menjawab: “Kami berpuasa karena Allah telah menyelamatkan nabi kami (Musa) dan menenggelamkan musuhnya (Fir’aun). Oleh sebab itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat tersebut.” Mendengar jawaban tersebut, lantas nabi berkata, “Saya lebih utama terhadap Nabi Musa dibanding kalian.” Kemudian nabi berpuasa di setiap hari Asyura."


Kelima, perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad bisa menjadi penyebab untuk membangkitkan semangat membaca shalawat dan salam kepada nabi, di mana bershalawat kepadanya telah diperintahkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an, yaitu:


إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً


Artinya, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan padanya.” (QS Al-Ahzab [33]: 56).


Berkaitan dengan hal ini, setiap sesuatu yang bisa menjadi penyebab ditunaikannya suatu anjuran maka hukum mengerjakan penyebab tersebut juga dianjurkan. Begitu juga dengan maulid, jika dengan adanya maulid bisa menjadi penyebab tumbuhnya semangat untuk bershalawat pada nabi, maka mengadakan maulid juga dianjurkan.


Keenam, sungguh dalam perayaan maulid nabi memuat tentang peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad, mukjizat, sejarah dan pemberitaannya. Bukankah kita diperintah untuk mengenalnya? Diperintah untuk mengikuti teladan dan perbuatannya? Diperintah untuk iman pada semua mukjizat dan membenarkan semua ayat-ayatnya? Sedangkan dalam perayaan maulid menjelaskan semua ini secara sempurna.


Ketujuh, perayaan maulid nabi merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan sebagian kewajiban kita kepada nabi secara terbuka untuk membalas jasa-jasa beliau, yaitu dengan cara menjelaskan sifat-sifat kesempurnaan dan akhlaknya yang mulia.


Ada banyak penyair-penyair yang membacakan qasidah (pujian-pujian) kepada nabi kemudian ia ridha dan membalas perbuatan mereka dengan beberapa kebaikan dan doa. Jika nabi ridha, lantas bagaimana mungkin ia tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan tabiat dan perangai-perangai mulianya, kemudian dibacakan dalam acara-acara maulid?


Kedelapan, mengetahui tabiat, karakter, mukjizat dan kebaikan-kebaikan Nabi Muhammad bisa menyebabkan iman dan kepercayaan seseorang kepadanya semakin sempurna dan akan bertambah cinta kepadanya. Sebab, watak manusia akan senang pada yang baik-baik; baik dalam beramal, berperilaku, berucap, bertingkah dan baik dalam semuanya. Sementara itu tidak ada yang lebih baik dan lebih sempurna selain akhlak Nabi Muhammad. Sedangkan bertambahnya keimanan dan kepercayaan kepadanya adalah tuntutan syariat, maka apa saja yang menjadi penyebab bertambahnya keduanya adalah bagian dari tuntutan syariat.


Kesembilan, sesungguhnya mengagungkan dan memuliakan Nabi Muhammad merupakan sesuatu yang sudah disyariatkan, sedangkan bergembira dengan memperlihatkan kebahagiaan, mengadakan jamuan, berkumpul untuk bershalawat, berzikir, dan memuliakan orang-orang fakir merupakan pengagungan yang paling utama.


Kesepuluh, perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad merupakan hal yang sudah dianggap baik oleh para ulama dan umat Islam di seluruh dunia, dan dilaksanakan di setiap daerah-daerah. Hal itu karena berdasarkan suatu riwayat dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda:


مَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ


Artinya, “Setiap sesuatu yang dinilai baik oleh umat Islam, maka baik pula di sisi Allah swt.”


Kesebelas, sesungguhnya perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad terdiri atas perkumpulan, dzikir, sedekah, pujian dan memuliakan nabi yang semuanya adalah anjuran dan tuntutan dalam syariat Islam serta merupakan perbuatan yang terpuji, maka begitu juga dengan maulid nabi.


Kedua belas, tidak semua perbuatan yang tidak dilakukan oleh orang-orang terdahulu dan tidak dijumpai di awal masa (masa kenabian dan para sahabat) adalah bid’ah munkarah, jelek, haram dikerjakan dan wajib ditinggalkan, namun perlu untuk difilter dengan dalil-dalil syariat Islam. Maka setiap sesuatu yang bernilai maslahah adalah wajib, yang mengandung sesuatu yang diharamkan adalah haram, yang mengandung makruh adalah makruh, yang mengandung mubah adalah mubah dan yang mengandung sunnah adalah sunnah.


Ketiga belas, perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad sekalipun tidak terjadi pada zaman nabi, perayaan sebagaimana yang kita rayakan saat ini adalah bid’ah hasanah (bid'ah yang baik), karena sudah sesuai dengan dalil-dalil syariat dan kaidah-kaidah umum. Perayaan maulid nabi termasuk bid’ah jika dipandang dari bentuknya secara umum. Dan tidak termasuk bid’ah jika dipandang dari segi satuannya, karena terdapat pada zaman Rasulullah. Hal ini bisa dilihat pada alasan kesebelas.


Itulah beberapa alasan perihal anjuran mengadakan maulid nabi menurut Sayyid Muhammad. Namun demikian, ia juga menegaskan bahwa anjuran mengadakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad yang disebutkan dengan catatan tidak terdapat kemungkaran-kemungkaran di dalamnya. bentuk kemungkaran seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bisa menimbulkan fitnah, mengerjakan sesuatu yang diharamkan, dan hal-hal lain yang bisa mencederai kesakralan maulid. Dengan kemungkaran tersebut maka hal ini jelas tidak diperbolehkan, bukan karena maulidnya namun karena di dalamnya terdapat kemungkaran dan kemaksiatan.


Demikian penjelasan hukum mengadakan maulid menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitab adz-Dzakhiratul Muhamadiyah, halaman 319-325, cetakan: Kairo, Daru Jawami’il Kalim.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.