Syariah

Pakai Softlens saat Berpuasa, Apakah Membatalkan?

Ahad, 7 April 2024 | 15:45 WIB

Pakai Softlens saat Berpuasa, Apakah Membatalkan?

Pakai Soflens saat Berpuasa, Apakah Membatalkan Puasa? (freepik).

Softlens sudah sering digunakan sehari-hari. Baik digunakan sebagai alat bantu melihat atau digunakan untuk sekedar bergaya saja, terutama bagi perempuan. Cara menggunakannya juga cukup mudah, cukup hanya dengan menempelkan softlens ke bagian iris mata. Tapi apakah pemakaian softlens dapat membatalkan puasa? 
 

Perlu dipahami bahwa hakikat fungsi berpuasa sama persis dengan makna dari puasa itu sendiri yakni menahan diri, baik menahan diri dari hal yang dapat membatalkan puasa, atau menahan diri dari hal yang dapat membatalkan pahala puasanya.
 

Karena itu, saat berpuasa seseorang diharuskan memenuhi syarat-syarat tertentu, dan menghindari tindakan-tindakan tertentu yang dapat merusak keabsahan ibadah puasanya. 
 

Di antara hal yang dapat merusak keabsahan puasa adalah masuknya sesuatu ke dalam rongga tubuh yang memilikijalur masuk ke bagian dalam tubuh (jauf) baik berupa mulut, telinga, atau kemaluan. Syekh Ibrahim Al-Bajuri dalam kitab Hasyiyatul Bajuri menjelaskan:
 

قوله الى ما يسمى جوفا اي وان لم يكن فيه قوة احالة الغداء والدواء كحلق ودماغ وباطن اذن وبطن واحليل ومثانة بمثلثة وهي مجمع البول 
 

Artinya, "(Termasuk hal yang membatalkan puasa yakni masuknya sesuatu pada bagian yang dinamakan jauf) yakni setiap rongga yang terdapat pada tubuh meskipun tidak mampu untuk mencerna makanan dan obat-obatan, seperti tenggorokan, otak, bagian dalam telinga, perut, dan saluran kemih." (Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyatul Bajuri, [Mesir, Matba'atul Muniriyah], juz I, halaman 297).

 

Jika terdapat sesuatu yang masuk ke dalam rongga-rongga tersebut, maka bisa membatalkan puasa. Seperti masuknya ujung jari ke bagian dalam kemaluan, masuknya sesuatu ke bagian dalam telinga, atau masuknya sesuatu ke perut seseorang sebab tertusuk benda tajam. Rongga-rongga tersebut dapat membatalkan puasa karena dianggap rongga yang memiliki saluran terbuka menuju bagian dalam tubuh. 
 

Secara umum syarat rongga yang dapat membatalkan puasa ada dua:

  1. Berupa rongga yang umumya dapat mencerna makanan, atau rongga yang memiliki saluran penghubung pada saluran pencerna makanan seperti tenggorokan.
  2. Berupa rongga terbuka yang kasat mata.  
    Dengan demikian masuknya sesuatu ke dalam anggota tubuh yang tidak memiliki rongga terbuka secara kasat mata tidak sampai membatalkan puasa. Seperti masuknya sesuatu ke mata atau masuknya sesuatu melalui pori-pori kulit. (Al-Bajuri, I/297).    
 

Karena itu ulama berpendapat, memasukkan sesuatu ke dalam mata tidak membatalkan puasa. Seperti halnya bercelak meskipun sampai menimbulkan rasa di bagian tenggorokan. Karena mata mata tidak memenuhi dua ketentuan rongga sebagaimana di atas. Taqiyuddin A-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar mengatakan: 
 

بخلاف الاكتحال لان العين ليست بجوف ولا منفذ مفتوح
 

Artinya, “Berbeda dengan bercelak (maka tidak membatalkan) karena mata bukanlah rongga yang memiliki jalan terus dan juga bukan rongga yang terbuka”. (Taqiyddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtisar, [Al-Haramain], juz I, halaman 165). 
 

Pendapat-pendapat ulama sebagaimana di atas berlandaskan sebuah hadits Nabi saw yang menceritakan bahwa Nabi juga pernah bercelak saat melaksanakan puasa.
 

Dalam hal ini penggunaan softlens dapat disamakan dengan penggunaan celak mata dalam segi sama-sama memasukkan sesuatu ke dalam mata. Artinya dapat pula dipahami bahwa penggunaan softlens saat berpuasa hukumnya boleh dan tidak membatalkan puasa. 
 

Namun meski secara prinsip dalam pandangan mazhab Syafi’i mata bukanlah termasuk rongga yang bila termasuki sesuatu dapat membatalkan puasa, hukum memasukkan sesuatu ke dalam mata adalah khilaful aula (tidak sesuai dengan praktik yang paling utama).
 

Demikian ini dapat menghindarkan orang yang bersangkutan masuk dalam perkhilafan Imam Malik tentang status batalnya puasa bagi orang yang memasukkan sesuatu ke dalam mata.  (As-Syarqawii, Hasyiyatus Syarqawi 'alat Tahrir, Al-Haramain, juz I, halaman 433). Wallahu a’lamu bis shawab.

 

Ustadzah Shofiyatul Ummah, Pengajar PP Nurud-Dhalam Sumenep Maduraof