Syariah

Safe Deposit Box atau SDB dalam Kajian Ekonomi Syariah

Kam, 30 Mei 2024 | 18:00 WIB

Safe Deposit Box atau SDB dalam Kajian Ekonomi Syariah

Safe Deposit Box atau SDB dalam kajian Ekonomi Syariah (NUOnline).

Bank Syariah dalam layanannya sama dengan bank konvensional pada umumnya, salah satunya adalah jasa layanan safe deposit box (SDB). Safe deposit box adalah salah satu layanan yang diberikan oleh Bank Syariah kepada nasabahnya dengan menawarkan ruangan yang berisi kotak penyimpanan guna menyimpan barang berharga milik nasabah. 
 

Besar dan volume kotak penyimpanan berbeda-beda tergantung pada ketersediaan dan permintaan nasabah. Layanan ini disediakan oleh bank (baik konvensional maupun Syariah) guna melaksanakan tugas bank dalam memberikan layanan jasa, meskipun terdapat perusahaan yang secara khusus menyediakan layanan SDB kepada masyarakat umum.
 

Konsep dari layanan SDB adalah nasabah memohon bantuan kepada bank untuk menyimpan barang berharga yang bukan barang haram dan tidak diharamkan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian nasabah akan memberikan fee sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. 
 

Barang berharga tersebut akan disimpan oleh bank di kotak penyimpanan yang terdapat di bank dan hanya nasabah yang diberikan kunci yang dapat membukanya. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui fatwa nomor 24 tahun 2002 menyatakan bahwa bank Syariah dalam memberikan jasa SDB menggunakan akad ijarah (sewa menyewa).
 

Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menjelaskan tentang pengertian akad ijarah:
 

عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم
 

Artinya, "Akad (transaksi) terhadap kemanfaatan yang jelas dituju (maqshudah), diketahui (ma’lumah), bisa diserahkan dan mubah dengan fee (‘iwadh) yang disepakati." (Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain , [Indonesia, Al-Haramain], halaman 257).
 

Dari definisi di atas, maka konsep SDB seharusnya digambarkan dengan kotak penyimpanan tersebut diberikan kepada penyewa, sebagaimana model ijarah dalam persewaan mobil. Ketika musta’jir menyewa mobil, maka mobil tersebut berada dalam penguasaan musta’jir . Namun, musta’jir tidak memiliki mobil tersebut, hanya menggunakan manfaat mobil.
 

Bank Syariah juga memberikan layanan SDB kepada nasabah, namun kotak penyimpanan tersebut tidak diberikan kepada nasabah. Seakan-akan memunculkan pertanyaan, "Bukankah yang seperti itu sama dengan akad wadi’ah?" 
 

Akad wadi’ah adalah akad titipan. Nasabah menitipkan barang berharga miliknya kepada bank Syariah dan bank Syariah akan menyimpannya di dalam SDB. Sebagaimana konsep dasar wadi’ah, maka tempat penyimpanan ada pada bank Syariah bukan pada nasabah.
 

Berdasarkan konsep wadi’ah dan gambaran SDB pada bank Syariah, maka sekilas akan lebih tepat jika akad yang digunakan dalam SDB adalah akad wadi’ah karena musta’jir (nasabah) menitipkan barang berharga miliknya untuk dijaga oleh bank.
 

Namun, substansi dari SDB adalah rasa aman yang ditawarkan oleh bank kepada nasabah. Rasa aman ini yang disebut sebagai manfaat maqshudah oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain
 

Bank Syariah memberikan jasa berupa pengamanan barang kepada nasabah, bukan kotak penyimpanan. Kotak penyimpanan atau SDB hanya media bank Syariah dan musta’jir (nasabah) memberikan fee atas dasar jasa bank Syariah dalam memberikan jasa layanan SDB. Karena itulah DSN-MUI memfatwakan bahwa akad yang digunakan dalam transaksi SDB di bank Syariah menggunakan akad ijarah, bukan akad wadi’ah.
 

Model transaksi SDB di bank Syariah menggunakan akad ijarah dapat digambarkan seperti menyewa jasa kepada penjahit. Konsumen membawa kain yang akan dijahit dan penjahit memberikan layanan berupa jasa penjahitan kain. Biaya dan ongkos jahit kemudian disepakati oleh kedua pihak sebagai bentuk fee (‘ iwadh). Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Muhammad Nurulloh, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta konsentrasi Kajian Industri dan Bisnis Halal